Human Risk Management Institute

Bukan Hanya Urusan IT: Cybersecurity Harus Dimulai dari Atas

Written by Nur Rachmi Latifa | 10 Jul 2025

Dalam lanskap digital yang kian terhubung dan rawan serangan, keamanan siber menjadi prioritas yang tak bisa diabaikan oleh organisasi manapun. Banyak perusahaan masih beranggapan bahwa cybersecurity adalah urusan tim IT semata, padahal kenyataannya jauh lebih luas dan menyentuh seluruh lini bisnis. Serangan siber modern seringkali memanfaatkan kelemahan manusia, celah proses internal, hingga keputusan strategis yang berada di luar ranah teknis. Karena itu, tanggung jawab menjaga keamanan digital bukan hanya terletak di pundak teknisi, tetapi juga harus dimulai dari jajaran pimpinan. Tanpa keterlibatan aktif dari tingkat atas, upaya tim IT akan selalu terbatas dan mudah dilumpuhkan oleh kelengahan organisasi secara keseluruhan.

Mengapa Cybersecurity Bukan Hanya Urusan IT

Mengandalkan tim IT sebagai satu-satunya penjaga keamanan siber adalah pendekatan yang keliru. Tim IT memang memiliki keahlian teknis untuk mengelola sistem, jaringan, dan perangkat lunak, tetapi mereka tidak memiliki kendali penuh atas faktor manusia—yang justru sering menjadi titik masuk utama bagi serangan siber. Risiko seperti karyawan yang tertipu phishing, penggunaan password yang lemah, atau pengambilan keputusan bisnis tanpa mempertimbangkan aspek keamanan bukanlah sesuatu yang bisa dicegah hanya dengan firewall dan antivirus. Di sinilah perlunya pendekatan menyeluruh yang melibatkan seluruh bagian organisasi, mulai dari manajemen puncak hingga staf operasional.

Banyak kasus kebocoran data besar justru bermula dari keputusan non-teknis. Salah satu contohnya adalah ketika perusahaan mempercepat peluncuran layanan digital tanpa audit keamanan yang memadai demi mengejar target bisnis. Dalam beberapa kasus, data pelanggan terekspos karena manajemen memutuskan untuk menunda pembaruan sistem demi menghemat biaya operasional. Hal-hal seperti ini bukan tanggung jawab tim IT, melainkan hasil dari keputusan strategis yang seharusnya melibatkan pertimbangan keamanan sejak awal.

Dampaknya pun sangat luas: reputasi perusahaan bisa hancur dalam semalam, kepercayaan pelanggan menurun drastis, dan potensi tuntutan hukum atau sanksi regulasi bisa mengakibatkan kerugian finansial yang besar. Tidak hanya itu, saham perusahaan bisa anjlok, mitra bisnis mundur, dan karyawan kehilangan motivasi akibat krisis yang sebenarnya bisa dicegah. Itulah mengapa cybersecurity harus dilihat sebagai tanggung jawab seluruh organisasi, terutama para pemimpinnya, bukan hanya urusan teknis di ruang server.

Baca juga: Membentuk Firewall Manusia Melalui Pelatihan Dan Kesadaran

Peran Kepemimpinan dalam Strategi Cybersecurity

Cybersecurity yang efektif harus dimulai dari atas—dari ruang rapat para eksekutif hingga strategi jangka panjang yang mereka rumuskan. Inisiatif keamanan siber tidak cukup hanya bersifat teknis atau reaktif; harus ada dorongan kuat dari C-suite dan dewan direksi untuk menjadikan keamanan sebagai bagian dari budaya dan arah bisnis. Ketika top-level leadership menunjukkan kepedulian terhadap keamanan informasi, hal ini akan menular ke seluruh organisasi. Sebaliknya, jika keamanan hanya dianggap urusan IT, maka upaya mitigasi risiko akan selalu bersifat tambal sulam dan tidak menyentuh akar masalah.

Visi dan komitmen dari para pemimpin sangat menentukan arah kebijakan keamanan. Mereka bertanggung jawab memastikan bahwa keamanan siber tidak hanya menjadi proyek sesekali, tetapi bagian dari prioritas strategis yang terus dikembangkan. Ini mencakup alokasi anggaran yang memadai, pengangkatan Chief Information Security Officer (CISO) yang memiliki wewenang cukup, serta integrasi keamanan dalam seluruh proses bisnis, termasuk dalam inovasi digital dan ekspansi pasar.

Contoh nyata keputusan strategis yang harus diambil pimpinan antara lain adalah menentukan seberapa besar toleransi risiko digital perusahaan, menetapkan standar minimum keamanan vendor pihak ketiga, serta mengatur pelatihan dan kebijakan keamanan untuk seluruh karyawan. Mereka juga harus menyiapkan rencana tanggap insiden dan komunikasi krisis jika terjadi kebocoran data, serta melibatkan security team sejak tahap perencanaan produk atau layanan baru. Tanpa keterlibatan langsung pimpinan, semua strategi keamanan akan kehilangan arah dan tidak memiliki kekuatan untuk benar-benar diimplementasikan secara menyeluruh.

Membangun Budaya Keamanan Siber di Seluruh Organisasi

Membangun budaya keamanan siber bukanlah sekadar memasang sistem atau membuat aturan, tetapi soal menginternalisasi sikap dan perilaku aman dalam keseharian seluruh karyawan. Tanpa kesadaran kolektif dan keterlibatan aktif semua pihak, bahkan sistem keamanan terbaik pun tetap bisa dibobol. Berikut ini adalah tiga aspek penting dalam membangun budaya keamanan siber yang kuat di organisasi:

Kaitan Antara Budaya Kerja dan Ketahanan terhadap Serangan Siber

Budaya kerja yang baik mencerminkan nilai-nilai yang dipegang bersama oleh seluruh anggota organisasi, termasuk bagaimana mereka memandang dan menjalani praktik keamanan. Organisasi dengan budaya yang disiplin, terbuka terhadap pembelajaran, dan menghargai tanggung jawab cenderung lebih tangguh terhadap ancaman siber. Sebaliknya, jika budaya kerja membiarkan kecerobohan, sikap "asal jalan," atau mengabaikan prosedur, maka celah keamanan akan terbuka lebar. Ketahanan siber bukan hanya soal alat, tetapi juga hasil dari budaya kerja yang konsisten dalam menjaga keamanan setiap hari.

Cara Mendorong Perilaku Aman dari Semua Level Karyawan

Untuk membentuk perilaku aman, organisasi perlu menciptakan lingkungan yang mendorong kesadaran, tanggung jawab, dan kebiasaan positif. Salah satu caranya adalah dengan memberikan contoh langsung dari atasan—pimpinan yang patuh terhadap kebijakan keamanan akan lebih mudah menginspirasi bawahannya. Selain itu, reward dan recognition untuk perilaku aman juga efektif mendorong partisipasi aktif. Yang tak kalah penting adalah menghilangkan budaya menyalahkan, sehingga karyawan merasa aman untuk melaporkan insiden tanpa takut dihukum. Ketika semua orang merasa terlibat, keamanan bukan lagi kewajiban, tapi menjadi bagian dari cara mereka bekerja.

Pentingnya Pelatihan Rutin dan Awareness sebagai Tanggung Jawab Bersama

Pelatihan keamanan siber bukan sekadar formalitas tahunan, tetapi harus menjadi proses yang berulang, kontekstual, dan relevan dengan peran masing-masing karyawan. Ancaman siber terus berkembang, maka wawasan karyawan juga harus terus diperbarui. Organisasi perlu menyediakan modul pelatihan yang mudah diakses, interaktif, dan bahkan menyenangkan untuk menjaga minat belajar. Selain itu, awareness tidak hanya dibebankan kepada HR atau IT, melainkan harus menjadi tanggung jawab lintas fungsi—mulai dari divisi komunikasi internal, pimpinan tim, hingga seluruh unit kerja. Saat kesadaran ini menyebar secara merata, organisasi akan lebih siap menghadapi risiko yang muncul kapan saja.

Kolaborasi Antar Departemen: IT, HR, Legal, dan Operasional

Keamanan siber yang efektif memerlukan kerja sama lintas departemen, bukan hanya dari divisi IT. Ketika terjadi insiden, misalnya serangan phishing atau kebocoran data, respons yang cepat dan terkoordinasi akan jauh lebih efektif bila ada sinergi antara IT, HR, Legal, dan tim operasional. IT mungkin menangani aspek teknis, tapi HR bisa mengidentifikasi pelaku internal, Legal menangani dampak hukum dan komunikasi ke regulator, sedangkan operasional memastikan layanan tetap berjalan. Kolaborasi semacam ini harus dibangun sejak awal melalui prosedur bersama, latihan simulasi insiden, dan saluran komunikasi yang jelas antar tim.

HR memiliki peran krusial dalam membangun fondasi perilaku karyawan yang aman secara digital. Mulai dari proses rekrutmen, HR dapat menyaring kandidat dengan integritas tinggi, dan memastikan onboarding mencakup pelatihan keamanan yang jelas dan aplikatif. Selain itu, HR bisa mengelola program pelatihan berkelanjutan, mencatat pelanggaran kebijakan keamanan, dan menjadi mitra dalam membangun budaya sadar risiko. Peran HR semakin strategis ketika menyangkut pengelolaan insiden yang melibatkan faktor manusia, seperti pelanggaran kebijakan atau social engineering.

Di sisi lain, tim Legal bertugas memastikan seluruh aktivitas organisasi berjalan sesuai regulasi yang berlaku, seperti Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) dan standar internasional seperti ISO 27001. Legal harus dilibatkan sejak tahap perencanaan sistem dan pengumpulan data, agar setiap proses sudah mengedepankan prinsip privacy by design. Ketika terjadi insiden, Legal juga menjadi garda depan dalam pelaporan ke regulator, penyusunan komunikasi publik, dan pengelolaan potensi risiko hukum. Tanpa keterlibatan aktif tim Legal, organisasi bisa terjebak dalam pelanggaran yang berdampak besar secara finansial maupun reputasi.

Langkah Nyata yang Bisa Diambil oleh Pimpinan Perusahaan

Untuk menjadikan keamanan siber sebagai bagian dari DNA organisasi, pimpinan perusahaan tidak cukup hanya memberikan dukungan moral. Mereka perlu mengambil langkah nyata yang menunjukkan komitmen strategis dan operasional dalam membangun ketahanan digital. Berikut adalah beberapa langkah konkret yang bisa diambil:

Menetapkan Cyber Risk sebagai Prioritas Strategis

Pimpinan perlu menjadikan risiko siber sebagai bagian dari agenda strategis, setara dengan risiko keuangan atau operasional lainnya. Ini berarti membahas keamanan digital dalam rapat manajemen, memasukkannya ke dalam perencanaan jangka panjang, dan mengintegrasikannya ke dalam proses pengambilan keputusan bisnis. Dengan demikian, setiap inisiatif perusahaan—baik ekspansi, digitalisasi, maupun kerja sama dengan pihak ketiga—akan selalu mempertimbangkan aspek keamanan sejak awal.

Menyediakan Anggaran dan Sumber Daya yang Memadai

Komitmen tanpa dukungan anggaran hanyalah niat kosong. Untuk membangun sistem keamanan yang kuat, perusahaan perlu berinvestasi dalam teknologi, pelatihan, dan tim keamanan yang kompeten. Ini termasuk pengadaan platform keamanan, tools monitoring, serta penyusunan program awareness yang berkualitas. Pimpinan yang bijak tidak akan menunda anggaran untuk pencegahan hanya karena belum ada insiden; mereka tahu bahwa kerugian akibat serangan siber bisa jauh lebih besar.

Memimpin dengan Memberi Contoh

Perilaku pimpinan menjadi cermin bagi seluruh organisasi. Jika seorang direktur tetap menggunakan password yang lemah atau mengabaikan prosedur keamanan, maka pesan yang tersampaikan ke karyawan adalah bahwa aturan bisa dinegosiasikan. Sebaliknya, pimpinan yang taat kebijakan, rutin mengikuti pelatihan keamanan, dan terbuka melaporkan insiden akan mendorong budaya kepatuhan yang lebih luas. Keteladanan adalah bentuk kepemimpinan yang paling berdampak.

Melibatkan Semua Unit Kerja dalam Upaya Keamanan Siber

Pimpinan juga harus memastikan bahwa keamanan siber tidak hanya menjadi tanggung jawab satu divisi. Setiap unit kerja—baik itu pemasaran, keuangan, sumber daya manusia, hingga layanan pelanggan—harus memahami perannya dalam menjaga keamanan informasi. Ini bisa dimulai dengan membentuk tim lintas fungsi untuk membahas keamanan, menetapkan peran dalam rencana tanggap insiden, dan memastikan komunikasi keamanan berjalan ke seluruh bagian organisasi. Pendekatan ini menciptakan rasa kepemilikan bersama atas keamanan digital perusahaan.

Baca juga: Strategi Membangun Budaya Keamanan Siber yang Berkelanjutan

Kesimpulan

Cybersecurity bukan lagi sekadar isu teknis yang diserahkan pada tim IT, melainkan sudah menjadi agenda bisnis yang harus diperhatikan secara serius oleh seluruh jajaran pimpinan. Ketahanan digital perusahaan sangat bergantung pada komitmen dan tindakan nyata dari level eksekutif—mulai dari menetapkan prioritas, mengalokasikan sumber daya, hingga menjadi teladan dalam menjalankan kebijakan keamanan. Jika para pemimpin mengambil peran aktif, maka budaya keamanan akan mengakar dan menyebar ke seluruh organisasi. Sudah saatnya perusahaan mengevaluasi kembali sejauh mana kepemimpinan mereka terlibat dalam strategi keamanan siber, karena di era digital ini, keberlanjutan bisnis sangat ditentukan oleh seberapa siap kita menghadapi ancaman siber secara menyeluruh.