Dalam beberapa tahun terakhir, serangan siber semakin canggih dengan munculnya malware yang menyamar sebagai aplikasi berbasis kecerdasan buatan (AI). Di tengah popularitas aplikasi AI yang kian marak, muncul ancaman baru bernama EvilAI — sebuah kampanye penipuan digital yang dirancang untuk terlihat seperti aplikasi AI asli agar pengguna tidak curiga. Melalui tampilan profesional, fitur yang tampak berfungsi normal, dan sertifikat digital palsu, EvilAI berhasil menipu banyak orang hingga memberikan akses ke data sensitif mereka tanpa disadari. Artikel ini akan membahas bagaimana EvilAI beroperasi, metode yang digunakannya untuk menipu pengguna, contoh kasus nyata yang ditemukan, serta langkah-langkah pencegahan yang dapat Anda lakukan agar terhindar dari jebakan aplikasi AI palsu ini.
EvilAI adalah nama yang diberikan Trend Micro untuk menggambarkan sebuah keluarga malware modern yang memanfaatkan teknologi AI—baik dalam pembuatan kode maupun dalam strategi penyamarannya. Alih-alih hanya mengandalkan teknik lama, para operator EvilAI menciptakan aplikasi palsu yang terlihat sah, lengkap dengan tampilan profesional dan fitur “AI” sederhana yang benar-benar bisa berfungsi. Di balik antarmuka itu tersembunyi kode berbahaya yang dihasilkan atau dimodifikasi dengan bantuan AI, membuat deteksinya jauh lebih sulit oleh sistem keamanan tradisional.
Tujuan utama EvilAI bukan sekadar menyebarkan virus, melainkan menyamar secara meyakinkan untuk mencuri data penting pengguna seperti kredensial login, informasi sistem, atau file sensitif. Setelah masuk ke perangkat korban, malware ini mempertahankan akses tersembunyi melalui berbagai cara — mulai dari pembuatan scheduled task otomatis hingga komunikasi terenkripsi dengan server pengendali (C2). Dengan kata lain, EvilAI dirancang agar bisa bertahan lama di sistem tanpa menimbulkan kecurigaan pengguna, sembari terus mengirimkan data curian ke operatornya.
Serangan EvilAI tidak terbatas pada satu wilayah; kampanye ini berskala global dan telah terdeteksi di berbagai negara di Eropa, kawasan AMEA (Asia, Timur Tengah, dan Afrika), serta Amerika. Industri yang paling sering menjadi sasaran adalah manufaktur, layanan publik, dan sektor kesehatan, karena ketiganya memiliki data operasional dan pribadi bernilai tinggi. Pola penyebaran ini menunjukkan bahwa EvilAI bukan sekadar eksperimen penjahat siber individual, melainkan bagian dari operasi yang terorganisir dengan target bisnis nyata dan dampak lintas industri.
Baca juga: Zero Click Exploit Ancaman Baru di Balik ChatGPT dan Gmail
Serangan EvilAI tidak hanya canggih dari sisi teknis, tetapi juga sangat licik dalam cara ia menipu pengguna lewat tampilan aplikasi yang tampak sah. Berikut beberapa strategi utama yang digunakan untuk membuat korbannya percaya bahwa mereka sedang menggunakan aplikasi AI asli.
Para pelaku tidak memilih nama-nama besar seperti ChatGPT atau Copilot yang mudah diverifikasi. Sebaliknya, mereka menggunakan nama generik yang terdengar biasa dan profesional, seperti “PDF Editor”, “Recipe Lister”, atau “Manual Finder.” Nama seperti ini membuat aplikasi mudah diterima karena terasa netral dan relevan dengan kebutuhan pengguna sehari-hari. Ditambah lagi, banyak aplikasi ini benar-benar memiliki fungsi dasar yang bekerja—misalnya bisa membuka file atau menghasilkan teks sederhana, sehingga korban sama sekali tidak curiga bahwa di balik layar ada kode berbahaya yang sedang berjalan.
Salah satu cara paling efektif untuk membuat aplikasi tampak sah adalah dengan memberikan digital signature atau sertifikat kode. EvilAI memanfaatkan celah ini dengan membuat perusahaan fiktif yang hanya bertujuan untuk mendaftarkan sertifikat tersebut. Akibatnya, saat pengguna menginstal aplikasi, sistem operasi menampilkan status “signed” atau “verified publisher” yang memberi kesan aman. Padahal, sertifikat itu bisa saja baru dibuat beberapa hari sebelumnya oleh entitas yang tidak memiliki reputasi. Teknik ini bekerja karena banyak pengguna—bahkan di lingkungan kantor—menilai legitimasi aplikasi hanya dari tanda “verified” tanpa mengecek lebih jauh asal-usul penerbitnya.
Aplikasi EvilAI didesain dengan antarmuka (UI) yang terlihat modern, bersih, dan menyerupai aplikasi produktivitas sungguhan. Tombol, ikon, dan menu-nya dibuat sedemikian rupa agar pengguna merasa sedang menggunakan alat AI profesional. Bahkan beberapa fitur seperti text summarizer atau image converter benar-benar bisa dijalankan, hanya saja fungsinya sangat terbatas. Di saat pengguna sibuk mencoba fitur-fitur itu, komponen malware berjalan diam-diam di latar belakang untuk mengunduh file tambahan atau mencuri data sistem. Dengan kombinasi UI menarik dan fungsionalitas yang tampak normal, banyak pengguna tidak sadar bahwa aplikasi ini sebenarnya adalah “pintu belakang” menuju infeksi.
Ketika aplikasi EvilAI diinstal, proses infeksi sering kali dimulai tanpa disadari. Di balik installer yang terlihat biasa, tersimpan skrip berbahaya berbasis Node.js atau JavaScript yang dijalankan melalui node.exe. Dari sini, malware bisa membuat scheduled task yang aktif secara berkala, memodifikasi registry, dan bahkan menambahkan shortcut baru agar tetap aktif setiap kali komputer dinyalakan. Semua aktivitas ini terjadi di latar belakang tanpa menimbulkan notifikasi mencurigakan. Inilah yang membuat EvilAI sulit dideteksi oleh pengguna biasa—aplikasi tampak bekerja normal, tetapi di baliknya sistem sudah diam-diam dikendalikan.
EvilAI juga dilengkapi berbagai mekanisme untuk menghindari deteksi. Kodenya diacak menggunakan obfuscation dan control flow randomization sehingga sulit dibaca oleh analis keamanan. Beberapa versi bahkan memiliki anti-analysis loop yang bisa mengenali jika dijalankan di lingkungan uji (sandbox), lalu menunda eksekusi agar tidak mudah dipelajari. Selain itu, komunikasi antara aplikasi dan server pengendali (C2) menggunakan enkripsi kuat seperti AES-256-CBC, membuat lalu lintas data berbahaya tampak seperti koneksi biasa. Dengan lapisan keamanan buatan ini, EvilAI bisa bertahan lama di sistem korban tanpa meninggalkan jejak mencolok.
Kasus EvilAI bisa dijelaskan dengan cara yang lebih sederhana seperti ini: serangan biasanya dimulai saat seseorang menemukan aplikasi yang tampak seperti alat AI sungguhan di internet — lengkap dengan logo profesional dan deskripsi menarik. Begitu diunduh dan dijalankan, aplikasi tersebut benar-benar menampilkan fitur yang berfungsi, misalnya membuat ringkasan teks atau membuka file. Namun, di balik layar, program itu diam-diam menjalankan skrip berbahaya yang mencuri data dan membuat sistem terus mengizinkan malware aktif setiap kali komputer dinyalakan. Karena prosesnya berjalan halus tanpa tanda aneh, banyak pengguna tidak sadar bahwa perangkatnya sudah terinfeksi.
Menurut laporan Trend Micro, penyebaran EvilAI bersifat global. Kasus paling banyak ditemukan di India, Amerika Serikat, dan beberapa negara Eropa seperti Prancis. Para penyerang tampaknya tidak menargetkan individu tertentu, melainkan memanfaatkan distribusi aplikasi secara luas agar siapa pun yang tertarik dengan teknologi AI bisa menjadi korban. Pola ini menunjukkan bahwa kampanye EvilAI bukan serangan acak, melainkan operasi terencana yang memanfaatkan tren popularitas aplikasi berbasis AI untuk menjangkau lebih banyak pengguna di berbagai negara.
Dampak terbesar serangan ini dirasakan oleh industri yang mengelola data sensitif dan sistem penting seperti manufaktur, layanan publik, dan sektor kesehatan. Di bidang manufaktur, kebocoran bisa membuka akses ke data produksi atau desain rahasia; di layanan publik, serangan dapat mengganggu sistem administrasi masyarakat; sedangkan di sektor kesehatan, risiko paling besar adalah pencurian data pasien yang bersifat pribadi. Karena itu, kasus EvilAI menjadi pengingat penting bahwa keamanan aplikasi—terutama yang mengklaim berbasis AI—harus diperiksa dengan lebih hati-hati, baik oleh pengguna biasa maupun organisasi besar.
EvilAI bukan hanya menipu lewat tampilan aplikasinya, tetapi juga menimbulkan berbagai risiko serius bagi pengguna maupun organisasi. Berikut penjelasan empat dampak utama yang perlu dipahami agar Anda tahu betapa luas dan dalamnya ancaman ini.
Salah satu hal pertama yang dilakukan EvilAI setelah terinstal adalah mencuri data dari browser korban. Informasi seperti riwayat pencarian, cookie login, dan data autofill (alamat, kartu, bahkan kata sandi) dikumpulkan secara diam-diam. Dengan data itu, penyerang bisa masuk ke akun pribadi korban tanpa perlu login ulang, atau menjual informasi tersebut di pasar gelap. Ini berbahaya karena sebagian besar orang menyimpan akses ke email, platform kerja, bahkan akun bank lewat browser mereka, sehingga kebocoran ini bisa berujung pada pencurian identitas dan akses tidak sah ke berbagai layanan online.
EvilAI juga berfungsi layaknya “pintu belakang” yang memungkinkan pelaku mengendalikan komputer korban dari jarak jauh. Melalui koneksi terenkripsi, penyerang bisa mengunduh file baru, menjalankan perintah tertentu, atau mengubah pengaturan sistem seperti registry agar malware tetap aktif setiap kali perangkat menyala. Kondisi ini membuat komputer korban sepenuhnya terbuka bagi penyerang—mereka bisa memata-matai aktivitas, menanam program lain, atau bahkan menggunakan perangkat tersebut untuk menyerang sistem lain di jaringan yang sama.
EvilAI sering kali hanya tahap pertama dari serangan yang lebih besar. Begitu malware ini berhasil masuk dan menyiapkan jalur komunikasi aman, penyerang dapat mengirim “payload kedua” berupa infostealer khusus, ransomware, atau trojan lain yang lebih berbahaya. Pendekatan bertahap ini membuat serangan lebih sulit dideteksi karena bagian awal terlihat pasif, sementara dampak sesungguhnya baru terasa saat payload lanjutan mulai berjalan. Artinya, sistem yang terlihat “normal” bisa saja sudah berada dalam kendali penuh penyerang tanpa disadari penggunanya.
Dampak terakhir dan paling luas adalah hilangnya kepercayaan. Bagi individu, serangan ini bisa menyebabkan kehilangan data pribadi dan reputasi digital. Namun bagi perusahaan, kebocoran akibat EvilAI bisa berujung pada kerugian besar: data pelanggan bocor, sistem operasional terganggu, dan reputasi merek jatuh di mata publik. Di sektor yang bergantung pada kepercayaan seperti perbankan, kesehatan, atau layanan publik, insiden seperti ini bisa membuat mitra bisnis ragu bekerja sama. Karena itu, EvilAI bukan hanya ancaman teknis, tapi juga ancaman reputasi dan finansial yang nyata bagi organisasi mana pun.
Mengetahui tanda-tanda aplikasi AI palsu sangat penting agar kita tidak mudah tertipu oleh program berbahaya seperti EvilAI. Meskipun tampilannya terlihat profesional, ada beberapa indikator sederhana yang bisa membantu Anda mengenali bahwa sebuah aplikasi mungkin tidak aman.
Dengan memperhatikan tanda-tanda ini, pengguna bisa lebih waspada sebelum menginstal atau menjalankan aplikasi baru. Ingat, tidak semua yang terlihat “canggih” dan berlabel AI benar-benar aman — kehati-hatian tetap menjadi pertahanan terbaik Anda di dunia digital.
Agar tidak menjadi korban serangan seperti EvilAI, pengguna perlu mengambil langkah pencegahan yang sederhana namun efektif. Pencegahan jauh lebih mudah dan murah dibandingkan memulihkan sistem yang sudah terinfeksi. Berikut beberapa cara untuk melindungi diri dari aplikasi AI palsu dan serangan siber serupa.
Dengan menerapkan langkah-langkah di atas, Anda tidak hanya melindungi diri dari EvilAI, tetapi juga memperkuat kebiasaan digital yang lebih aman di tengah maraknya aplikasi palsu berbasis AI.
Baca juga: Bagaimana AI Membuat Insider Threat Lebih Sulit Dideteksi
Pada akhirnya, EvilAI menjadi pengingat bahwa tidak semua yang tampak seperti aplikasi AI asli benar-benar aman. Di balik tampilan profesional dan fitur yang tampak berfungsi, malware ini bisa mencuri data, mengontrol sistem, dan merugikan pengguna tanpa disadari. Karena itu, kesadaran menjadi benteng utama: selalu pastikan Anda mengunduh aplikasi dari sumber resmi, memperbarui sistem secara rutin, dan menggunakan solusi keamanan modern yang mampu mendeteksi perilaku mencurigakan. Jika artikel ini membantu Anda memahami bahayanya, bagikanlah kepada orang lain agar semakin banyak pengguna yang waspada. Luangkan waktu sebentar untuk memeriksa perangkat Anda hari ini—karena mencegah jauh lebih mudah daripada memperbaiki setelah terlambat.