WhatsApp telah menjadi alat komunikasi yang krusial bagi aktivis dan masyarakat yang terlibat dalam gerakan sosial, memungkinkan mereka untuk berkoordinasi dengan cepat dan efisien. Namun, di balik kemudahan tersebut, ancaman peretasan semakin nyata, di mana akun yang diretas dapat digunakan untuk menyebarkan disinformasi atau mengakses percakapan pribadi tanpa izin. Oleh karena itu, menjaga keamanan digital menjadi sama pentingnya dengan perlindungan fisik, terutama dalam konteks gerakan sosial yang rentan terhadap penyalahgunaan informasi. Dengan langkah-langkah pencegahan yang tepat, risiko pengambilalihan akun dapat diminimalisir, memastikan komunikasi tetap aman dan terpercaya.
Dalam era digital, WhatsApp telah menjadi salah satu alat komunikasi utama bagi aktivis dan masyarakat yang terlibat dalam gerakan sosial. Dengan fitur pesan instan, grup diskusi, serta kemampuan berbagi dokumen dan lokasi secara real-time, WhatsApp memungkinkan koordinasi yang lebih cepat dan efisien, terutama dalam situasi yang membutuhkan respons segera. Misalnya, dalam unjuk rasa yang dilakukan baru-baru ini, mahasiswa dan kelompok masyarakat memanfaatkan WhatsApp untuk mengorganisir aksi, menyebarkan informasi, serta memberikan peringatan mengenai situasi di lapangan. Namun, di balik manfaatnya, WhatsApp juga menjadi sasaran empuk bagi pihak-pihak yang ingin mengganggu jalannya gerakan sosial.
Salah satu risiko terbesar dalam penggunaan WhatsApp untuk gerakan sosial adalah peretasan akun. Peretas dapat mengambil alih akun seseorang untuk menyebarkan disinformasi, mengintai percakapan strategis, atau bahkan membungkam suara-suara kritis. Dalam banyak kasus, metode yang digunakan termasuk rekayasa sosial (social engineering), phishing, atau eksploitasi kelemahan keamanan lainnya. Peretasan semacam ini bisa berdampak luas, seperti yang terjadi di beberapa aksi demonstrasi di berbagai negara, di mana akun yang diretas digunakan untuk menebar ketakutan atau menyebarkan informasi palsu guna mengacaukan pergerakan massa. Oleh karena itu, pengguna WhatsApp yang aktif dalam aksi sosial harus lebih waspada terhadap potensi serangan siber ini.
Keamanan digital tidak kalah penting dari perlindungan fisik, terutama bagi mereka yang terlibat dalam gerakan sosial. Selain melindungi diri dari ancaman di lapangan, aktivis dan peserta aksi juga harus memastikan bahwa komunikasi mereka tetap aman dan tidak mudah disusupi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Langkah-langkah seperti mengaktifkan verifikasi dua langkah, tidak membagikan kode OTP kepada siapa pun, serta berhati-hati terhadap pesan atau tautan mencurigakan dapat menjadi pertahanan utama dalam menjaga akun tetap aman. Dengan kesadaran yang lebih tinggi terhadap keamanan digital, para peserta gerakan sosial dapat menghindari risiko yang dapat menghambat perjuangan mereka dan memastikan bahwa informasi yang mereka sampaikan tetap kredibel dan tidak dimanipulasi oleh pihak lain.
Baca juga: Hati-Hati! Undangan Pernikahan Digital Bisa Jadi Modus Peretasan
Peretasan akun WhatsApp dalam gerakan sosial dapat terjadi melalui berbagai metode yang dirancang untuk mengambil alih akses atau menyusup ke dalam komunikasi aktivis. Salah satu teknik yang sering digunakan adalah SIM swapping, di mana peretas menghubungi operator seluler korban dan menipu mereka agar memindahkan nomor telepon korban ke kartu SIM yang telah mereka kuasai. Dengan cara ini, mereka dapat menerima kode verifikasi WhatsApp dan mengendalikan akun korban. Selain itu, malware injection juga menjadi ancaman serius, di mana perangkat korban terinfeksi malware yang memungkinkan peretas untuk mendapatkan akses jarak jauh serta mengendalikan aplikasi pesan. Dengan metode ini, mereka dapat memantau, mencuri, atau bahkan memodifikasi percakapan tanpa sepengetahuan pemilik akun.
Teknik lain yang sering dimanfaatkan adalah eksploitasi protokol SS7 (Signaling System No.7), yang memungkinkan peretas untuk menyadap dan mencegat pesan SMS verifikasi tanpa harus mengakses perangkat korban secara langsung. Karena SS7 merupakan sistem komunikasi yang menghubungkan berbagai jaringan seluler, kelemahannya dapat dieksploitasi untuk mengalihkan pesan ke perangkat lain yang dikendalikan oleh peretas. SIM cloning juga menjadi ancaman, di mana peretas menyalin data kartu SIM korban sehingga mereka bisa menerima pesan verifikasi secara bersamaan dengan pemilik asli. Lebih lanjut, ada juga serangan MITM (Man-in-the-Middle) melalui fake base station, di mana peretas menggunakan perangkat seperti Fake BTS atau IMSI catcher untuk menyadap transmisi SMS langsung di jaringan seluler, sehingga mereka dapat mengakses kode verifikasi WhatsApp tanpa perlu meretas ponsel korban secara langsung.
Konsekuensi dari metode peretasan ini terhadap komunikasi dalam gerakan sosial sangat berbahaya. Jika akun WhatsApp seorang aktivis atau pengorganisir aksi berhasil diretas, peretas dapat menggunakannya untuk menyebarkan informasi palsu, menakut-nakuti anggota kelompok, atau membocorkan strategi yang telah dirancang. Selain itu, hilangnya akses ke WhatsApp dapat menghambat koordinasi di antara para aktivis, memaksa mereka beralih ke platform lain yang mungkin memiliki fitur lebih terbatas dan kurang aman. Situasi ini dapat mengurangi efektivitas aksi protes, memperlambat respons terhadap perkembangan situasi, dan bahkan menimbulkan ketidakpercayaan di dalam kelompok akibat kekhawatiran terhadap kebocoran informasi. Untuk menghindari risiko ini, penting bagi para aktivis dan pengguna WhatsApp untuk memahami ancaman yang ada serta menerapkan langkah-langkah perlindungan yang tepat. Berikut adalah 5 Langkah Praktis yang Dapat Dilakukan untuk Mencegah Peretasan WhatsApp:
Salah satu cara paling efektif untuk mengamankan akun WhatsApp adalah dengan mengaktifkan verifikasi dua langkah. Fitur ini menambahkan lapisan keamanan ekstra dengan meminta pengguna memasukkan PIN 6 digit setiap kali akun WhatsApp dikonfigurasi ulang di perangkat baru. Dengan mengaktifkan fitur ini, meskipun peretas berhasil mendapatkan kode OTP melalui metode seperti SIM swapping, eksploitasi SS7, atau SIM cloning, mereka tetap tidak dapat mengakses akun tanpa PIN tersebut. Langkah ini sangat penting bagi aktivis atau individu yang sering menggunakan WhatsApp untuk komunikasi sensitif dalam gerakan sosial.
Untuk mengaktifkan fitur ini, pengguna dapat masuk ke Pengaturan > Akun > Verifikasi Dua Langkah, lalu menetapkan PIN dan menambahkan alamat email sebagai opsi pemulihan jika PIN lupa. Pastikan PIN ini tidak mudah ditebak dan tidak dibagikan kepada siapa pun. WhatsApp juga akan meminta PIN secara berkala sebagai langkah keamanan tambahan. Dengan adanya fitur ini, akun WhatsApp menjadi lebih sulit untuk diretas, bahkan jika ada kebocoran data atau eksploitasi nomor telepon.
Kode OTP (One-Time Password) adalah kunci utama untuk mengakses akun WhatsApp, sehingga menjadi target utama peretas. Salah satu metode yang sering digunakan adalah rekayasa sosial, di mana peretas menyamar sebagai pihak resmi atau orang terpercaya untuk menipu korban agar memberikan kode OTP. Peretas bisa berpura-pura menjadi perwakilan WhatsApp, operator seluler, atau bahkan teman yang akunnya telah diretas lebih dulu. Jika kode OTP diberikan, peretas bisa langsung mengambil alih akun dan menggunakannya untuk menyebarkan disinformasi atau memata-matai percakapan penting.
Untuk menghindari jebakan ini, selalu ingat bahwa kode OTP bersifat pribadi dan tidak boleh diberikan kepada siapa pun, termasuk pihak yang mengaku sebagai layanan resmi. WhatsApp tidak akan pernah meminta kode OTP melalui pesan, email, atau panggilan telepon. Jika menerima permintaan mencurigakan, abaikan dan laporkan. Jika akun tiba-tiba keluar dari perangkat tanpa izin, segera masuk kembali dengan OTP yang dikirimkan ke nomor resmi Anda dan aktifkan verifikasi dua langkah untuk mencegah pengambilalihan akun lebih lanjut.
Salah satu ancaman yang paling berbahaya bagi akun WhatsApp adalah malware injection, di mana peretas menginfeksi perangkat korban dengan malware yang memungkinkan mereka mendapatkan akses jarak jauh. Dengan metode ini, mereka bisa membaca pesan, mencuri data pribadi, atau bahkan mengontrol aplikasi WhatsApp tanpa sepengetahuan pemiliknya. Malware dapat masuk melalui aplikasi tidak resmi, tautan berbahaya, atau file yang diunduh dari sumber yang tidak terpercaya. Oleh karena itu, penting untuk selalu berhati-hati dalam mengunduh dan menginstal aplikasi serta tidak mengklik tautan mencurigakan.
Untuk melindungi perangkat dari serangan malware, selalu perbarui sistem operasi dan aplikasi secara berkala agar terhindar dari celah keamanan yang bisa dimanfaatkan peretas. Menggunakan antivirus atau aplikasi keamanan siber juga dapat membantu mendeteksi dan menghapus malware sebelum menyebabkan kerusakan lebih lanjut. Selain itu, hindari menggunakan jaringan WiFi publik tanpa perlindungan VPN (Virtual Private Network), karena jaringan publik sering kali menjadi target serangan peretas yang ingin menyusup ke dalam komunikasi pribadi pengguna.
Menyesuaikan pengaturan privasi dalam WhatsApp dapat membantu mengurangi risiko peretasan dengan membatasi akses pihak luar terhadap informasi pribadi. Banyak pengguna secara tidak sadar membiarkan foto profil, status online, dan "Last Seen" dapat dilihat oleh semua orang, yang dapat dimanfaatkan oleh peretas untuk mengumpulkan informasi tentang kebiasaan komunikasi mereka. Oleh karena itu, pastikan hanya kontak terpercaya yang dapat melihat informasi tersebut agar tidak menjadi target empuk bagi peretas yang ingin melakukan rekayasa sosial atau phishing.
Selain itu, sangat penting untuk mengatur siapa saja yang dapat menambahkan Anda ke dalam grup WhatsApp. Pengaturan ini dapat mencegah Anda dimasukkan ke dalam grup mencurigakan yang berpotensi digunakan untuk menyebarkan malware atau phishing. Pengguna dapat melakukan pengaturan ini dengan masuk ke Pengaturan > Privasi > Grup dan memilih opsi "Hanya Kontak Saya" atau "Kontak Saya Kecuali..." untuk membatasi akses. Dengan melakukan langkah ini, pengguna dapat menghindari masuk ke dalam grup yang dibuat oleh peretas untuk menginfeksi perangkat atau mencuri informasi pribadi.
Untuk mengurangi risiko serangan seperti SIM swapping, eksploitasi SS7, atau SIM cloning, disarankan untuk menggunakan nomor telepon alternatif yang tidak dipublikasikan secara luas untuk akun WhatsApp yang berisi informasi sensitif. Jika nomor utama yang digunakan untuk komunikasi sehari-hari menjadi target peretasan, akun WhatsApp yang lebih kritis tetap aman karena tidak terhubung langsung dengan nomor yang mudah diketahui publik. Strategi ini sangat berguna bagi aktivis, jurnalis, atau individu yang sering menghadapi ancaman keamanan digital.
Selain itu, jika memungkinkan, gunakan aplikasi pesan yang memiliki fitur keamanan tambahan, seperti Signal, yang dikenal memiliki enkripsi lebih kuat dan lebih sedikit ketergantungan pada SMS untuk verifikasi akun. Dengan cara ini, risiko kebocoran data akibat peretasan nomor telepon dapat diminimalisir. Menggunakan autentikasi dua faktor (2FA) pada akun email yang terkait dengan WhatsApp juga dapat memberikan perlindungan tambahan, karena banyak peretas yang mencoba mengakses akun dengan cara mereset kata sandi melalui email yang sudah diretas.
Baca juga: Aplikasi Mod WA seperti WA GB, Pilihan Berisiko Tinggi untuk Pengguna
Dalam era digital yang semakin kompleks, WhatsApp telah menjadi alat komunikasi utama bagi aktivis dan komunitas yang terlibat dalam gerakan sosial. Namun, kemudahan ini juga diiringi dengan risiko peretasan yang dapat mengancam keamanan informasi serta kelangsungan koordinasi dalam aksi sosial. Berbagai metode serangan seperti SIM swapping, malware injection, eksploitasi SS7, SIM cloning, dan serangan MITM membuktikan bahwa keamanan digital harus menjadi prioritas utama. Dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan seperti verifikasi dua langkah, menjaga kerahasiaan kode OTP, menghindari malware, memperketat pengaturan privasi, serta menggunakan nomor telepon alternatif, risiko pengambilalihan akun dapat diminimalisir. Meningkatkan kesadaran akan ancaman siber serta menerapkan kebijakan keamanan yang ketat akan memastikan bahwa komunikasi tetap terlindungi, akurat, dan tidak dimanipulasi oleh pihak yang ingin mengacaukan pergerakan sosial.