Human Risk Management Institute

Cyberbullying: Ancaman Nyata di Era Generasi Digital

Written by Nur Rachmi Latifa | 2025 Feb 8 04:00:00

Cyberbullying telah menjadi ancaman nyata di era generasi digital, di mana interaksi sosial semakin bergantung pada internet dan media sosial. Bentuk perundungan ini dapat terjadi dalam berbagai cara, mulai dari penghinaan, pelecehan, hingga penyebaran informasi pribadi tanpa izin, yang dapat berdampak serius pada kesehatan mental dan sosial korban. Dengan meningkatnya penggunaan teknologi, anak-anak, remaja, bahkan orang dewasa semakin rentan terhadap cyberbullying, terutama karena anonimitas di dunia maya yang membuat pelaku lebih berani. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami apa itu cyberbullying, bagaimana dampaknya, serta langkah-langkah pencegahan dan penanganannya agar generasi digital dapat berselancar di dunia maya dengan lebih aman dan bijak.

Apa Itu Cyberbullying?

Cyberbullying merupakan bentuk perundungan yang dilakukan melalui teknologi digital, seperti media sosial, platform chatting, permainan daring, dan perangkat seluler. Tindakan ini biasanya bersifat berulang dengan tujuan menakut-nakuti, mempermalukan, atau menyakiti korban. Bentuknya dapat berupa penyebaran informasi palsu, unggahan foto atau video memalukan, ancaman melalui pesan daring, hingga penyamaran sebagai orang lain untuk merusak reputasi korban. Berdasarkan data terbaru, kasus cyberbullying di Indonesia terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Laporan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat adanya 285 kasus kekerasan di lingkungan pendidikan pada 2023, yang melonjak menjadi 573 kasus pada 2024, dengan 31% di antaranya terkait perundungan. 

Perbedaan utama antara bullying konvensional dan cyberbullying terletak pada cara dan cakupan penyebarannya. Bullying konvensional umumnya terjadi secara langsung di lingkungan fisik seperti sekolah atau tempat kerja, sehingga korban dapat mencari perlindungan. Sebaliknya, cyberbullying tidak terbatas oleh ruang dan waktu karena terjadi di dunia digital, di mana pelaku dapat tetap anonim dan menyerang kapan saja. Hal ini memperburuk dampaknya, karena informasi yang disebarluaskan di internet bisa bertahan lama dan menjangkau audiens yang lebih luas dalam waktu singkat. Selain itu, cyberbullying juga berpotensi menjadi lebih agresif karena pelaku merasa lebih bebas tanpa konsekuensi langsung dari tindakan mereka.

Statistik terbaru menunjukkan bahwa kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) meningkat empat kali lipat pada awal 2024, dari 118 kasus pada 2023 menjadi 480 kasus, dengan korban terbanyak berusia 18–25 tahun (57%), diikuti oleh anak-anak di bawah usia 18 tahun (26%). Sebelumnya, pada 2022, UNICEF melaporkan bahwa 45% anak dan remaja di Indonesia telah mengalami cyberbullying. Meskipun peningkatan kasus ini bisa mencerminkan kesadaran masyarakat dalam melaporkan insiden, tren ini tetap mengkhawatirkan. Upaya pencegahan dan perlindungan yang lebih ketat perlu diterapkan agar generasi digital dapat terhindar dari dampak negatif perundungan daring.

Baca juga: Doxxing: Apa Itu dan Bagaimana Cara Menghindarinya?

Jenis-Jenis Cyberbullying

Di dunia digital, cyberbullying hadir dalam berbagai bentuk yang dapat berdampak buruk pada korban, baik secara psikologis, emosional, maupun sosial. Beberapa bentuknya dilakukan secara terang-terangan, sementara yang lain lebih halus tetapi tetap berbahaya dan sulit dikenali. Dengan meningkatnya penggunaan internet, cyberbullying semakin sering terjadi di berbagai platform digital. Oleh karena itu, penting untuk memahami bentuk-bentuknya agar dapat mengenali, mencegah, dan mengambil tindakan yang tepat. Berikut adalah beberapa jenis cyberbullying yang umum terjadi:

  • Flaming
    Flaming adalah serangan verbal yang dilakukan secara daring dengan tujuan memprovokasi atau mempermalukan seseorang. Biasanya terjadi dalam forum diskusi, kolom komentar, atau chat grup, di mana pelaku dengan sengaja menggunakan kata-kata kasar atau menyinggung untuk memicu konflik.
  • Harassment
    Pelecehan daring atau harassment terjadi ketika seseorang terus-menerus mengirim pesan atau komentar yang bersifat mengintimidasi, menghina, atau mengancam di platform digital. Tindakan ini bisa dilakukan melalui media sosial, email, atau aplikasi perpesanan, dengan tujuan membuat korban merasa tertekan atau takut.
  • Doxxing
    Doxxing adalah tindakan penyebaran informasi pribadi seseorang tanpa izin, seperti alamat rumah, nomor telepon, atau data pribadi lainnya, dengan maksud merugikan atau membahayakan korban. Serangan ini sering digunakan untuk mempermalukan seseorang di ruang publik atau bahkan mengancam keselamatan mereka.
  • Impersonation (Penyamaran Identitas)
    Impersonation terjadi ketika seseorang berpura-pura menjadi orang lain di dunia maya, baik untuk mencemarkan nama baik korban, menipu orang lain, atau menyebarkan informasi palsu atas nama korban. Penyamar identitas ini dapat menggunakan foto, nama, atau akun media sosial korban untuk melakukan tindakan yang merugikan.
  • Cyberstalking
    Cyberstalking adalah tindakan menguntit atau meneror seseorang secara daring, sering kali dengan mengirimkan pesan ancaman, memantau aktivitas korban secara obsesif, atau menyebarkan informasi pribadi untuk menakut-nakuti. Cyberstalking dapat berdampak serius pada kesehatan mental korban, bahkan dalam beberapa kasus bisa berujung pada ancaman fisik.
  • Exclusion
    Exclusion adalah tindakan sengaja mengeluarkan seseorang dari grup daring atau komunitas digital untuk membuatnya merasa dikucilkan. Misalnya, seseorang dikeluarkan dari grup percakapan atau tidak diberi akses ke forum tertentu dengan tujuan mempermalukan atau mengisolasi mereka secara sosial.

Setiap bentuk cyberbullying ini memiliki dampak yang berbeda-beda, tetapi semuanya dapat menyebabkan tekanan emosional yang signifikan bagi korban. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami bentuk-bentuk cyberbullying agar dapat mengenali dan mencegahnya sejak dini.

Mengapa Generasi Digital Rentan terhadap Cyberbullying?

Generasi digital tumbuh di era di mana media sosial dan teknologi menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Anak muda menghabiskan banyak waktu di platform digital untuk berkomunikasi, berbagi informasi, dan mencari hiburan. Namun, tingginya intensitas penggunaan media sosial juga meningkatkan risiko cyberbullying. Dengan interaksi yang terus-menerus berlangsung secara daring, peluang untuk menjadi korban atau pelaku cyberbullying pun semakin besar. Komentar negatif, penyebaran hoaks, hingga pelecehan daring dapat terjadi dengan cepat dan sulit dikendalikan karena penyebarannya yang luas.

Kurangnya edukasi tentang keamanan digital dan privasi juga menjadi faktor utama yang membuat generasi digital lebih rentan terhadap cyberbullying. Banyak anak muda tidak menyadari pentingnya menjaga informasi pribadi, menggunakan pengaturan privasi yang ketat, atau mengenali taktik pelaku cyberbullying. Akibatnya, mereka lebih mudah menjadi target serangan daring, baik melalui akun media sosial, aplikasi chatting, maupun forum daring. Tanpa pemahaman yang cukup tentang cara melindungi diri di dunia digital, korban sering kali tidak tahu bagaimana menghadapi situasi ini atau ke mana harus mencari bantuan.

Salah satu alasan lain mengapa cyberbullying semakin marak adalah anonimitas dunia maya, yang memungkinkan pelaku menyerang tanpa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara langsung. Banyak orang merasa lebih berani berkata kasar atau melecehkan orang lain karena mereka bisa bersembunyi di balik akun anonim. Keterikatan yang tinggi pada dunia digital juga memperburuk dampaknya, karena korban sering kali merasa tidak bisa lepas dari tekanan yang muncul akibat perundungan daring. Gangguan kecemasan, depresi, hingga keinginan untuk mengisolasi diri adalah beberapa dampak psikologis serius yang dapat dialami oleh korban cyberbullying.

Dampak Cyberbullying terhadap Korban

Cyberbullying tidak hanya meninggalkan luka secara emosional, tetapi juga berdampak luas pada berbagai aspek kehidupan korban. Efek negatifnya bisa dirasakan dalam jangka pendek maupun panjang, mempengaruhi kondisi psikologis, akademik, kesehatan fisik, hingga kehidupan sosial seseorang. Semakin sering seseorang mengalami perundungan daring, semakin besar kemungkinan mereka mengalami dampak yang serius. Berikut adalah beberapa dampak utama yang ditimbulkan oleh cyberbullying:

Psikologis

Cyberbullying dapat menyebabkan depresi, kecemasan, dan perasaan isolasi sosial pada korbannya. Serangan verbal, penghinaan, atau ancaman yang terus-menerus dapat membuat seseorang merasa tidak berharga, kehilangan motivasi, dan menarik diri dari lingkungan sosialnya. Dalam kasus yang lebih parah, korban dapat mengalami gangguan psikologis berat, termasuk pemikiran untuk menyakiti diri sendiri atau bahkan bunuh diri.

Akademik

Tekanan mental akibat cyberbullying juga dapat memengaruhi prestasi akademik seseorang. Korban sering kali kesulitan berkonsentrasi dalam belajar karena beban emosional yang mereka alami. Rasa takut dan kecemasan berlebihan dapat membuat mereka enggan pergi ke sekolah, mengalami penurunan nilai, atau bahkan memilih untuk putus sekolah karena merasa tidak nyaman berada di lingkungan yang mungkin juga menjadi tempat perundungan.

Fisik

Dampak psikologis dari cyberbullying sering kali berujung pada gangguan kesehatan fisik. Stres yang berkepanjangan dapat menyebabkan korban mengalami gangguan tidur, sakit kepala, gangguan pencernaan, hingga penurunan daya tahan tubuh. Dalam beberapa kasus, korban juga mengalami perubahan pola makan yang ekstrem, seperti kehilangan nafsu makan atau makan berlebihan sebagai respons terhadap tekanan yang mereka alami.

Sosial

Korban cyberbullying sering kehilangan rasa percaya diri dan mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain. Rasa malu, takut dihakimi, dan trauma dari perundungan daring dapat membuat mereka menarik diri dari pergaulan, bahkan dengan keluarga atau teman dekat. Jika tidak segera ditangani, efek ini dapat berdampak pada kehidupan sosial korban dalam jangka panjang, membuat mereka sulit membangun hubungan yang sehat dan merasa nyaman dalam lingkungan sosialnya.

Dampak cyberbullying tidak boleh dianggap sepele karena dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk lebih sadar akan bahaya perundungan daring dan berperan aktif dalam mencegah serta melindungi korban dari konsekuensi yang lebih buruk.

Cara Mencegah dan Mengatasi Cyberbullying

Cyberbullying adalah ancaman yang terus berkembang seiring dengan meningkatnya penggunaan teknologi dan media sosial. Untuk melindungi diri dan orang lain dari dampak buruknya, diperlukan langkah-langkah pencegahan serta strategi yang efektif dalam mengatasinya. Pencegahan bertujuan untuk meminimalisir risiko menjadi korban atau pelaku cyberbullying, sementara langkah-langkah penanganan diperlukan jika seseorang sudah mengalaminya. Berikut adalah cara mencegah dan mengatasi cyberbullying secara efektif:

Langkah Pencegahan

  • Edukasi digital bagi anak-anak, remaja, dan orang tua: Kesadaran akan keamanan digital penting untuk mencegah cyberbullying. Anak-anak perlu diajarkan etika dunia maya dan mengenali tanda-tandanya, sementara orang tua harus memahami tren digital untuk membimbing mereka berinternet dengan aman.
  • Privasi dan keamanan akun: Menjaga keamanan akun media sosial adalah langkah efektif untuk mencegah cyberbullying. Mengatur privasi dengan membatasi akses ke postingan dan pesan dapat mengurangi risiko menjadi target serangan. Selain itu, menggunakan kata sandi yang kuat serta mengaktifkan autentikasi dua faktor (2FA) membantu mencegah akses tidak sah ke akun pribadi.
  • Komunikasi terbuka antara anak dan orang tua: Korban cyberbullying sering enggan melapor karena takut atau malu. Membangun komunikasi terbuka dengan anak penting agar mereka merasa nyaman berbicara. Orang tua harus siap membantu tanpa menghakimi atau memperburuk situasi.

Cara Mengatasi Cyberbullying

  • Blokir dan laporkan pelaku ke platform terkait: Jika seseorang mengalami cyberbullying, langkah pertama yang bisa dilakukan adalah memblokir akun pelaku agar mereka tidak dapat lagi mengirim pesan atau komentar negatif. Selain itu, sebagian besar platform media sosial memiliki fitur untuk melaporkan konten atau akun yang melakukan pelecehan, sehingga tindakan lebih lanjut dapat dilakukan oleh pihak platform.
  • Simpan bukti untuk tindakan lebih lanjut: Meskipun naluri pertama mungkin ingin menghapus pesan atau komentar negatif, penting untuk menyimpan bukti seperti screenshot atau rekaman layar. Bukti ini bisa menjadi alat yang berguna jika kasusnya perlu dilaporkan ke pihak sekolah, perusahaan, atau bahkan aparat penegak hukum.
  • Dukungan psikologis dari keluarga dan profesional: Cyberbullying dapat berdampak besar pada kesehatan mental korban. Oleh karena itu, mencari dukungan dari keluarga, teman, atau tenaga profesional seperti psikolog sangat penting untuk membantu korban mengatasi trauma. Berbicara dengan seseorang yang dipercaya dapat membantu mengurangi rasa cemas dan meningkatkan kepercayaan diri kembali.
  • Hukum dan regulasi tentang cyberbullying: Banyak negara, termasuk Indonesia, memiliki undang-undang yang mengatur tentang cyberbullying. Jika pelecehan yang terjadi sudah masuk dalam kategori pelanggaran hukum, korban dapat mempertimbangkan untuk melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwenang. Di Indonesia, tindakan cyberbullying dapat dikenakan sanksi berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang dapat memberikan perlindungan hukum bagi korban.

Peran Orang Tua, Guru, dan Masyarakat dalam Menangani Cyberbullying

Peran orang tua sangat penting dalam melindungi anak dari cyberbullying. Selain mengawasi aktivitas digital anak, orang tua perlu memberikan edukasi tentang keamanan siber, seperti cara menggunakan media sosial dengan bijak, mengelola privasi akun, dan mengenali tanda-tanda cyberbullying. Lebih dari sekadar pengawasan, orang tua juga harus membangun komunikasi yang terbuka dan suportif agar anak merasa nyaman berbagi jika mengalami perundungan daring. Pendekatan ini membantu anak memahami risiko dunia digital dan mendorong mereka untuk melaporkan setiap insiden tanpa rasa takut atau malu.

Selain orang tua, guru dan sekolah memiliki tanggung jawab dalam menciptakan lingkungan yang aman dari cyberbullying dengan menerapkan kebijakan anti-cyberbullying secara tegas. Program edukasi tentang etika digital dan dampak cyberbullying harus menjadi bagian dari kurikulum untuk meningkatkan kesadaran siswa. Di sisi lain, masyarakat dan pemerintah juga berperan dalam menegakkan hukum serta meningkatkan kesadaran publik mengenai bahaya cyberbullying. Pemerintah perlu memastikan regulasi yang jelas dan efektif, seperti UU ITE, agar pelaku dapat ditindak secara hukum. Kampanye kesadaran dan program edukasi berbasis komunitas juga penting untuk membangun budaya digital yang lebih sehat dan aman bagi semua.

Baca juga: Hati-Hati! Risiko Terlalu Terbuka di Media Sosial

Kesimpulan

Cyberbullying adalah ancaman nyata di era digital yang dapat berdampak serius pada kesehatan mental, sosial, dan akademik korban. Dengan semakin luasnya penggunaan internet, penting bagi semua pihak—orang tua, guru, masyarakat, hingga pemerintah—untuk berperan aktif dalam mencegah dan menangani cyberbullying melalui edukasi, kebijakan, serta penegakan hukum yang tegas. Kesadaran akan etika digital dan keamanan siber harus ditanamkan sejak dini agar setiap individu dapat berinternet dengan lebih bijak dan bertanggung jawab. Dengan menciptakan lingkungan digital yang lebih aman, kita dapat melindungi generasi muda dari dampak negatif perundungan daring dan membangun budaya online yang lebih positif.