Human Risk Management Institute

SoK Malware di Era Quantum: Apa yang Perlu Kita Siapkan?

Written by Nur Rachmi Latifa | 05 Des 2025

Bayangkan dunia di mana komputer mampu memecahkan kode enkripsi yang saat ini dianggap mustahil. Dunia di mana algoritma bekerja pada tingkat atom, dan data dapat dikirim secara aman melalui saluran yang tak bisa disadap. Inilah Era Quantum — masa depan yang menjanjikan revolusi di bidang sains, komunikasi, dan keamanan. Namun di balik euforianya, ancaman baru juga lahir: malware yang siap menyerang sistem berbasis quantum. Malware tidak lagi sekadar virus komputer yang merusak file. Dalam konteks quantum, ancamannya bisa berwujud lebih halus, berlapis, dan menyatu dengan arsitektur hybrid yang menggabungkan komputasi klasik dan quantum. Di sinilah konsep SoK (Systemization of Knowledge) berperan penting, sebuah pendekatan ilmiah untuk memahami, mengklasifikasi, dan memprediksi evolusi malware di masa depan.

Mengenal SoK Malware

Konsep SoK (Systemization of Knowledge) Malware lahir dari kebutuhan dunia keamanan siber untuk mengorganisasi pengetahuan yang semakin kompleks dan tersebar. Dalam konteks ini, SoK bertujuan menyatukan hasil penelitian tentang perilaku, struktur, dan evolusi malware agar dapat dipahami secara sistematis dan konsisten oleh peneliti maupun praktisi. Pendekatan ini memungkinkan pembuatan model konseptual yang memetakan cara kerja malware — mulai dari metode infeksi, teknik penyamaran, hingga pola serangan lintas sistem — sehingga para peneliti dapat mengidentifikasi tren dan kesenjangan pengetahuan di bidang keamanan siber.

Menurut jurnal “A Systematic Review of Malware Ontologies and Taxonomies and Implications for the Quantum Era” karya Molade et al. (2025), pendekatan SoK Malware menggabungkan dua pilar utama: ontologi dan taksonomi. Ontologi berfungsi memetakan hubungan antar konsep (seperti jenis serangan, perilaku malware, dan komponen sistem yang terpengaruh), sementara taksonomi mengelompokkan malware berdasarkan karakteristiknya, seperti vektor infeksi, metode persistensi, dan tingkat destruktifitas. Kombinasi keduanya membantu membangun kerangka analisis yang tidak hanya mendeskripsikan serangan masa lalu, tetapi juga memprediksi kemungkinan bentuk malware baru di masa depan, termasuk ancaman terhadap sistem hybrid dan quantum.

Beberapa penelitian lain juga memperkuat relevansi pendekatan ini. Misalnya, penelitian oleh Grégio et al. (2019) dalam “Malware Behaviour Ontology: A Framework for Understanding Malicious Behaviours” serta Liles et al. (2012) dalam “A Taxonomy of Malicious Computer Attacks” — keduanya menjadi fondasi awal bagi sistem klasifikasi perilaku malware yang kini diadopsi luas, seperti dalam kerangka MITRE ATT&CK Framework. Dengan demikian, SoK Malware tidak sekadar bersifat akademis, tetapi berfungsi sebagai landasan praktis untuk menciptakan sistem pertahanan siber yang lebih cerdas, terukur, dan adaptif, terutama dalam menghadapi ancaman yang berkembang di era quantum.

Baca juga: Meningkatkan Transparansi Deteksi Malware dengan Explainable AI

Evolusi Malware dari Klasik ke Quantum

Evolusi malware berjalan seiring dengan transformasi teknologi dari sistem komputasi klasik menuju era hybrid dan quantum. Pada masa awal, malware hanya beroperasi di atas arsitektur konvensional, menyerang sistem operasi, jaringan, dan perangkat keras melalui eksploitasi celah keamanan. Namun kini, dengan munculnya komputasi hybrid yang menggabungkan kekuatan sistem klasik dan quantum, muncul pula dimensi ancaman baru. Sistem quantum memang menawarkan kekuatan pemrosesan luar biasa melalui prinsip fisika seperti superposisi dan entanglement, tetapi bagian kontrolnya seperti chip CMOS, software library, dan compiler tetap berbasis teknologi klasik. Di sinilah celah terbuka bagi malware untuk menyusup dan memengaruhi hasil komputasi quantum.

Menurut Molade et al. (2025), konvergensi antara teknologi klasik dan quantum akan menciptakan bentuk ancaman baru yang bersifat multidimensi. Serangan tidak lagi terbatas pada perangkat lunak, tetapi juga dapat menembus hingga ke level fisik sistem, seperti gangguan terhadap kontrol qubit atau pencemaran data simulasi quantum. Para peneliti menegaskan bahwa infrastruktur hybrid ini berpotensi menjadi target empuk bagi “quantum malware”, yakni bentuk baru serangan yang memanfaatkan hubungan kompleks antara dunia klasik dan quantum untuk melakukan sabotase digital yang sulit dideteksi.

Temuan ini sejalan dengan penelitian Kiktenko et al. (2023) dalam “Quantum-Safe Cryptography and Emerging Security Paradigms”, yang menyoroti bahwa transisi menuju komputasi quantum menuntut perubahan total dalam strategi keamanan. Malware di masa depan tak hanya menyerang perangkat lunak, tetapi juga dapat mengacaukan sistem komunikasi dan sensor berbasis quantum. Dengan demikian, evolusi malware kini memasuki domain baru yaitu domain fisika informasi — di mana bit digantikan oleh qubit, dan ancaman keamanan tak lagi hanya logis, tetapi juga bersifat fisikal dan eksistensial.

Quantum Era dan Risiko Baru

Memasuki Era Quantum, dunia keamanan siber menghadapi tantangan baru yang tidak sekadar teknis, tetapi juga konseptual. Teknologi seperti Quantum Key Distribution (QKD) dan Quantum Sensing memang menjanjikan keamanan tinggi, namun tetap bergantung pada komponen klasik yang membuka celah serangan. Dalam konteks ini, riset Molade et al. (2025) menyoroti dua risiko utama yang perlu diantisipasi.

Quantum Malware: Ancaman Baru yang Tak Kasat Mata

Quantum malware menyerang dengan mengeksploitasi hubungan antara sistem klasik dan quantum. Ia dapat masuk melalui perangkat lunak kontrol untuk mengacaukan qubit (decoherence), disisipkan sebagai hardware trojan sejak proses manufaktur, atau merusak model AI melalui data poisoning. Bahkan, malware ini bisa memanipulasi hasil simulasi dan eksperimen ilmiah, menciptakan bias yang tidak terdeteksi karena beroperasi di tingkat subatomik. Serangan semacam ini sangat berbahaya karena tidak meninggalkan jejak digital konvensional, menjadikannya sulit diidentifikasi oleh sistem keamanan tradisional.

Quantum Cyber-Kinetic Warfare

Pada level lebih tinggi, ancaman ini dapat berkembang menjadi Quantum Cyber-Kinetic Warfare, yaitu bentuk perang siber yang menggabungkan dampak digital dan fisik. Jika sistem quantum digunakan untuk pertahanan, navigasi, atau komunikasi militer, serangan dapat menyebabkan sabotase satelit, gangguan deteksi nuklir, hingga malfungsi pada sistem otonom. Ancaman ini menunjukkan bahwa keamanan di Era Quantum bukan lagi sekadar tentang melindungi data, melainkan melindungi realitas fisik dan stabilitas dunia nyata dari gangguan berbasis quantum.

Peran Ontologi dan Taksonomi Malware

Mengapa pembahasan tentang “ontologi” penting dalam konteks malware? Karena untuk memahami ancaman baru, kita membutuhkan bahasa bersama yang menyatukan pengetahuan dari berbagai sumber penelitian. Menurut Molade et al. (2025) dalam jurnal “A Systematic Review of Malware Ontologies and Taxonomies and Implications for the Quantum Era”, ontologi dan taksonomi membantu mengorganisasi cara kita memahami bagaimana malware bekerja dan berevolusi.

  • Menyusun hubungan antar jenis malware — dari virus, worm, trojan, hingga hybrid malware, untuk melihat bagaimana satu jenis dapat berkembang atau berinteraksi dengan jenis lain.
  • Mengelompokkan perilaku berbahaya seperti weaponization, evasion, persistence, deception, dan dynamic memory exploitation, sehingga pola ancaman bisa diidentifikasi dengan lebih jelas.
  • Membangun model pengetahuan terpadu yang dapat dimengerti oleh manusia maupun mesin, agar sistem keamanan bisa belajar dari pola serangan sebelumnya dan bereaksi lebih cepat.

Melalui struktur ini, kita dapat menelusuri perilaku malware secara lebih sistematis:

  1. Definisi dan identitas – menjelaskan bentuk dasar dan karakteristik unik dari setiap malware.
  2. Perilaku – menggambarkan cara malware menyebar, bertahan, atau bersembunyi dari sistem deteksi.
  3. Niat (intent) – menunjukkan tujuan akhir dari serangan, seperti mencuri data, merusak sistem, atau memanipulasi hasil komputasi.

Ontologi juga memungkinkan pembentukan AI agent pendeteksi malware yang tidak hanya melihat pola teknis di permukaan, tetapi memahami konteks perilaku berbahaya secara semantik — kemampuan yang akan menjadi sangat penting dalam menghadapi sistem quantum yang penuh ketidakpastian.

Pemetaan Malware terhadap Arsitektur Quantum

Dalam penelitian Molade et al. (2025), peneliti mengacu pada European Competence Framework for Quantum Technologies (CFQT) untuk memahami bagaimana risiko malware tersebar di setiap lapisan teknologi quantum. Pemetaan ini membantu melihat bahwa ancaman tidak hanya terjadi di level software, tetapi juga hingga ke fondasi fisika dan perangkat keras yang menopang sistem quantum.

  1. Konsep dan Fondasi Quantum
    Pada tahap konsep, malware dapat memanipulasi simulator atau AI agent yang digunakan untuk eksperimen dan pelatihan. Jika simulator ini disusupi, hasil penelitian bisa sepenuhnya salah arah—menciptakan “ilusi keamanan” di dunia akademik. Serangan semacam ini sangat berbahaya karena tidak hanya menyesatkan peneliti, tetapi juga dapat memengaruhi arah pengembangan kebijakan dan desain sistem quantum di masa depan.
  2. Fondasi Fisika Quantum
    Di level fisika, malware dapat memengaruhi sistem kontrol dan menyebabkan gangguan seperti decoherence, penurunan fidelitas, atau ketidakstabilan qubit. Jenis serangan ini bisa dilakukan dengan menyuntikkan noise, melakukan interferensi sinyal, atau manipulasi waktu dalam sistem kontrol. Dampaknya bisa fatal, karena sedikit gangguan saja dapat membuat hasil komputasi quantum menjadi tidak valid dan sulit direproduksi.
  3. Teknologi dan Teknik Pendukung
    Lapisan ini merupakan titik paling rawan karena masih mengandalkan sistem klasik seperti firmware, drivers, dan embedded circuits. Malware dapat bersembunyi di dalam perangkat lunak rendah ini dan mengubah perilaku perangkat keras tanpa mudah terdeteksi. Jika lapisan ini diserang, efeknya bisa merambat ke seluruh sistem quantum karena menjadi penghubung antara dunia klasik dan quantum.
  4. Quantum Hardware
    Pada tahap perangkat keras, serangan bisa terjadi sejak proses fabrikasi. Misalnya, penyisipan hardware trojan yang baru aktif ketika sistem mulai digunakan. Serangan ini sulit dideteksi karena memerlukan pemeriksaan fisik yang kompleks, sementara efeknya bisa muncul dalam bentuk kesalahan pengukuran, gangguan stabilitas, atau manipulasi hasil komputasi.
  5. Quantum Computing dan Simulation
    Dalam domain ini, malware dapat menyerang software stack seperti compiler atau library, mirip dengan supply chain attack di dunia klasik. Malware bisa menanamkan backdoor yang diam-diam mengubah hasil perhitungan quantum tanpa mengubah kode sumber utama. Akibatnya, peneliti atau operator tidak menyadari bahwa sistem mereka telah menghasilkan data yang salah.
  6. Quantum Sensing dan Imaging
    Sensor quantum digunakan di berbagai sektor penting seperti energi, transportasi, dan pertahanan. Malware yang menyerang sistem ini dapat menimbulkan dampak nyata—mulai dari navigasi yang melenceng, sabotase sistem radar, hingga gangguan pada deteksi medan magnet bumi. Karena sensor ini terhubung langsung ke sistem kontrol fisik, serangan semacam ini bisa mengacaukan operasi kritikal dalam waktu singkat.

Pemetaan ini menunjukkan bahwa quantum malware bukan lagi fiksi ilmiah, melainkan ancaman yang nyata dan berkembang. Oleh karena itu, memahami risiko di setiap lapisan arsitektur quantum menjadi langkah penting untuk membangun pertahanan yang menyeluruh sejak tahap desain hingga implementasi.

Menyiapkan Pertahanan di Era Quantum

Untuk menghadapi ancaman yang semakin kompleks di Era Quantum, organisasi dan komunitas riset perlu mengadopsi strategi pertahanan yang bersifat menyeluruh dan proaktif. Pendekatan keamanan tidak lagi cukup di tingkat perangkat lunak saja, melainkan harus mencakup desain, infrastruktur, dan kolaborasi lintas disiplin ilmu agar ekosistem quantum dapat berkembang dengan aman.

Quantum-Safe Security Architecture

Sistem keamanan di Era Quantum harus dibangun dengan prinsip Secure by Design, bukan Secure by Patch. Artinya, keamanan harus tertanam sejak awal dalam proses pengembangan — mulai dari arsitektur perangkat keras, sistem operasi, hingga rantai pasok (supply chain). Pendekatan ini memastikan setiap komponen quantum memiliki perlindungan berlapis terhadap serangan, baik dari sisi perangkat maupun jaringan yang menghubungkannya.

Pengembangan Quantum Malware Ontology

Dibutuhkan Quantum Malware Ontology (QMO) sebagai kerangka sistematis untuk memahami pola serangan di dunia quantum. Seperti halnya MITRE ATT&CK membantu menganalisis taktik malware klasik, QMO akan mendefinisikan hubungan antar entitas, titik lemah sistem, serta jenis serangan potensial dalam ekosistem quantum. Langkah ini penting agar komunitas keamanan memiliki standar referensi global dalam mendeteksi dan mencegah ancaman baru.

Edukasi dan Kompetensi

Framework seperti CFQT (European Competence Framework for Quantum Technologies) perlu diperluas untuk mencakup aspek keamanan siber. Dengan begitu, para ilmuwan dan insinyur quantum memahami pentingnya keamanan sejak tahap desain eksperimen. Pendidikan lintas bidang antara quantum physics dan cybersecurity akan melahirkan generasi peneliti yang mampu mengembangkan teknologi quantum dengan kesadaran keamanan yang kuat.

Deteksi Anomali dengan AI

Karena malware quantum sering beroperasi secara tersembunyi, sistem deteksi tradisional tidak lagi memadai. Diperlukan pemanfaatan machine learning dan analisis perilaku adaptif untuk mengenali anomali yang bersifat probabilistik. Dengan kemampuan ini, AI dapat mengidentifikasi pola aktivitas tidak biasa di sistem quantum, bahkan ketika serangan tidak menampilkan tanda-tanda eksplisit.

Kolaborasi Global

Ancaman quantum bersifat lintas negara dan multidisiplin. Oleh karena itu, kolaborasi antara universitas, lembaga riset, pemerintah, dan sektor industri menjadi hal yang mutlak. Pertukaran data serangan, model ancaman, dan praktik terbaik mitigasi akan memperkuat pertahanan kolektif global. Seperti yang ditegaskan oleh Molade et al. (2025), sinergi global adalah kunci agar dunia siap menghadapi gelombang baru ancaman di Era Quantum.

Implikasi bagi Dunia Keamanan Siber

Masuknya teknologi quantum ke sektor-sektor strategis seperti komunikasi, energi, dan pertahanan membawa konsekuensi besar terhadap lanskap ancaman digital. Sistem yang dulunya hanya perlu melindungi data kini juga harus menjaga keakuratan hasil komputasi dan kestabilan sistem fisik. Menurut Molade et al. (2025), munculnya teknologi quantum akan mengubah cara kita memandang keamanan, dari sekadar pertahanan digital menjadi perlindungan menyeluruh terhadap realitas operasional.

  1. Perubahan Paradigma Deteksi
    Malware tidak lagi hanya bertujuan merusak sistem operasi atau mencuri data, tetapi dapat mengubah hasil komputasi, memengaruhi proses ilmiah, dan bahkan mengacaukan eksperimen quantum. Pendekatan deteksi berbasis tanda tangan tidak akan cukup; dibutuhkan analisis kontekstual yang mampu mengenali perilaku anomali di antara interaksi sistem klasik dan quantum.
  2. Risiko pada Infrastruktur Kritis
    Sistem berbasis quantum yang digunakan dalam navigasi satelit, sistem keuangan, atau jaringan komunikasi militer menjadi target empuk bagi kelompok kriminal dan aktor negara. Serangan pada sistem ini dapat memicu gangguan besar, seperti salah arah navigasi, ketidakakuratan waktu global, atau manipulasi transaksi finansial lintas negara.
  3. Kebutuhan Regulasi Baru
    Pemerintah perlu mulai mengembangkan standar keamanan quantum, termasuk sertifikasi untuk perangkat keras, audit rantai pasok, dan pedoman mitigasi risiko bagi institusi yang mengadopsi teknologi quantum. Tanpa regulasi yang jelas, potensi penyalahgunaan teknologi quantum dapat meningkat secara signifikan.
  4. Pergeseran Peran Human Intelligence
    Meski sistem quantum semakin otomatis, manusia tetap harus menjadi lapisan pertahanan terakhir. Diperlukan pemahaman mendalam tentang konteks, niat, dan dampak etis dari setiap teknologi yang dikembangkan. Kesadaran ini penting agar inovasi quantum tidak menjadi bumerang yang justru membahayakan keamanan global.

Dengan demikian, Era Quantum menuntut perubahan menyeluruh dalam cara dunia memandang keamanan siber. Kolaborasi lintas sektor, edukasi, dan kebijakan adaptif menjadi fondasi penting untuk memastikan bahwa kemajuan teknologi quantum membawa manfaat bagi umat manusia, bukan justru membuka pintu bagi ancaman baru yang lebih berbahaya.

Tantangan Etis dan Sosial

Kemampuan komputasi quantum yang semakin maju tidak hanya menimbulkan tantangan teknis, tetapi juga pertanyaan etis yang mendalam. Ketika teknologi ini mampu memecahkan sistem enkripsi dan mensimulasikan proses rumit di dunia nyata, muncul dilema: apakah etis bagi peneliti untuk mengembangkan “quantum virus” demi tujuan penelitian, atau bagi negara untuk memiliki senjata quantum ofensif sebagai alat pertahanan? Tanpa adanya pedoman moral dan etika yang jelas, perlombaan menuju supremasi quantum bisa berubah menjadi perlombaan senjata digital, di mana batas antara riset dan ancaman menjadi semakin kabur.

Seperti yang dijelaskan oleh Molade et al. (2025) dalam jurnal “A Systematic Review of Malware Ontologies and Taxonomies and Implications for the Quantum Era”, inti dari keamanan bukan hanya pada teknologi, tetapi juga pada niat dan tanggung jawab manusia di baliknya. Human factor — mencakup etika, perilaku, dan kesadaran risiko — menjadi sama pentingnya dengan kecanggihan sistem. Tanpa kontrol moral, bahkan inovasi terbaik dapat berbalik menjadi ancaman besar bagi kemanusiaan. Karena itu, setiap langkah menuju kemajuan quantum harus dibarengi dengan kebijakan dan kesadaran etis yang kuat, agar teknologi ini tetap menjadi alat untuk kemajuan, bukan senjata untuk kehancuran.

Baca juga: Human Vulnerabilities: Celah Terbesar dalam Serangan Malware Modern

Kesimpulan

Era Quantum membuka peluang besar bagi kemajuan sains dan teknologi, tetapi juga menciptakan medan baru bagi ancaman siber. Konsep SoK Malware membantu kita memahami lanskap ancaman ini dengan pendekatan yang sistematis dan ilmiah — menghubungkan antara perilaku, ontologi, dan taksonomi malware klasik untuk memprediksi bentuk serangan di masa depan. Persiapan bukan hanya soal teknologi, melainkan juga pengetahuan, kolaborasi, dan kesadaran. Dengan memahami SoK Malware di Era Quantum, kita dapat membangun pertahanan yang bukan hanya reaktif, tetapi proaktif — melindungi bukan hanya data, tetapi juga masa depan keamanan digital manusia.