Human Risk Management Institute

5 Alasan Kenapa Pemerintah Rentan Bocor Data dan Cara Mencegahnya

Written by Nur Rachmi Latifa | 02 Jun 2025

Dalam beberapa tahun terakhir, tren kebocoran data di instansi pemerintah menunjukkan peningkatan yang mengkhawatirkan. Mulai dari data kependudukan hingga informasi kesehatan dan keuangan, berbagai jenis data sensitif yang dikelola oleh lembaga negara telah terekspos ke publik atau bahkan dijual di forum-forum ilegal. Kebocoran semacam ini tidak hanya merusak kepercayaan masyarakat, tetapi juga dapat mengancam stabilitas sosial dan keamanan nasional. Di tengah tingginya harapan publik terhadap perlindungan data pribadi, muncul pertanyaan besar: mengapa justru institusi pemerintah yang seharusnya menjadi penjaga utama data warganya justru kerap menjadi sasaran empuk serangan siber dan kebocoran informasi?

Skala Ancaman: Realitas Kebocoran Data Pemerintah

Kebocoran data di lingkungan pemerintah bukan lagi isu yang bersifat spekulatif—ini adalah kenyataan yang sudah berulang kali terjadi. Dalam beberapa insiden besar di Indonesia, data jutaan warga seperti nomor identitas, informasi kesehatan, hingga riwayat pendidikan sempat beredar bebas di internet atau diperdagangkan di forum gelap. Meskipun tidak semua insiden diakui secara terbuka, masyarakat mulai kehilangan kepercayaan karena lemahnya perlindungan data di institusi yang seharusnya menjadi penjaga utama informasi sensitif.

Fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Di berbagai negara, pemerintah juga menghadapi tantangan serupa. Serangan ransomware ke lembaga pemerintah kota, eksploitasi celah keamanan di sistem layanan publik, hingga kebocoran data intelijen adalah contoh nyata bahwa tak ada institusi yang benar-benar kebal. Faktor-faktor seperti sistem lama yang belum diperbarui, kurangnya awareness di kalangan pegawai, dan keterbatasan anggaran keamanan siber kerap menjadi penyebab utama lemahnya pertahanan data.

Dampak dari kebocoran data tidak hanya berupa kerugian finansial atau reputasi, tetapi juga bisa merusak stabilitas sosial dan politik. Data yang bocor bisa disalahgunakan untuk manipulasi identitas, penipuan, bahkan propaganda. Dalam konteks ini, penting untuk memahami akar persoalan secara lebih mendalam. Berikut 5 alasan kenapa pemerintah rentan bocor data.

Baca juga: Solusi HRM Penting untuk Memenuhi Regulasi UU PDP dan ISO 27001

1.  Infrastruktur Teknologi yang Usang

Banyak instansi pemerintah masih bergantung pada sistem teknologi lama (legacy system) yang dibangun bertahun-tahun lalu tanpa pembaruan berarti. Sistem ini sering kali tidak dirancang dengan mempertimbangkan ancaman siber modern, sehingga celah keamanannya mudah dieksploitasi oleh peretas. Selain itu, kompatibilitasnya dengan teknologi keamanan terbaru pun terbatas, membuat proses integrasi menjadi sulit dan mahal. Minimnya alokasi anggaran untuk modernisasi infrastruktur menjadi salah satu penyebab utama lambatnya pembaruan sistem ini. 

Akibatnya, berbagai aplikasi dan database penting tetap berjalan di atas fondasi teknologi yang rentan, tidak efisien, dan sulit diaudit. Ketika sistem dasar sudah tidak mampu menahan tekanan ancaman siber masa kini, risiko kebocoran data hanya tinggal menunggu waktu.

2. Kurangnya Kesadaran Keamanan Siber di Kalangan Pegawai

Salah satu titik lemah terbesar dalam sistem keamanan data pemerintah justru berasal dari dalam: perilaku pegawai. Banyak insiden kebocoran data yang berakar dari kesalahan manusia (human error), seperti mengklik tautan phishing, menggunakan password yang mudah ditebak, atau membagikan informasi sensitif tanpa verifikasi yang tepat. Kesalahan-kesalahan ini sering kali bukan disebabkan oleh niat buruk, tetapi karena kurangnya pemahaman tentang bagaimana serangan siber bekerja dan dampaknya terhadap keamanan data.

Sayangnya, masih banyak lembaga pemerintah yang belum menjadikan pelatihan keamanan siber sebagai prioritas. Program edukasi seperti simulasi phishing, workshop perlindungan data, atau kampanye kesadaran digital sering kali absen dari agenda rutin. Tanpa pembekalan yang memadai, pegawai tetap menjadi sasaran empuk bagi pelaku kejahatan siber. Padahal, dengan meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan digital, risiko kebocoran data bisa ditekan secara signifikan.

3. Kelemahan pada Tata Kelola dan Regulasi Internal

Tata kelola keamanan informasi yang lemah menjadi penyebab lain mengapa instansi pemerintah rentan mengalami kebocoran data. Banyak lembaga belum memiliki standar operasional prosedur (SOP) yang jelas dan terdokumentasi dengan baik dalam menangani insiden data. Akibatnya, ketika terjadi serangan siber atau kebocoran informasi, respon yang diberikan sering terlambat, tidak terkoordinasi, dan bahkan membingungkan antar unit kerja. Tanpa prosedur yang baku, sulit bagi organisasi untuk bertindak cepat dan meminimalkan dampak dari insiden keamanan.

Selain itu, kepatuhan terhadap standar keamanan informasi seperti ISO 27001 atau NIST masih belum merata di lingkungan pemerintah. Beberapa instansi mungkin sudah mengadopsi kerangka kerja tersebut, namun penerapannya sering kali belum menyeluruh atau hanya bersifat administratif. Kurangnya audit internal, pemantauan berkala, dan pembaruan kebijakan membuat celah keamanan tetap terbuka. Tanpa fondasi tata kelola yang kuat dan regulasi internal yang ditegakkan secara konsisten, upaya menjaga keamanan data akan selalu tertinggal dari kecepatan ancaman yang terus berkembang.

4. Terbatasnya Anggaran untuk Keamanan Siber

Di banyak instansi pemerintah, alokasi anggaran masih cenderung berat ke arah pembangunan fisik atau program-program yang terlihat secara kasat mata, sementara aspek keamanan digital sering kali dianggap sebagai beban tambahan. Padahal, di era digital seperti sekarang, investasi pada keamanan siber seharusnya menjadi prioritas yang setara. Ketika anggaran untuk infrastruktur digital ditekan, otomatis kemampuan lembaga dalam membangun sistem yang aman, memperbarui perangkat lunak, dan merekrut tenaga ahli keamanan juga ikut terhambat.

Akibat dari keterbatasan ini adalah ketergantungan pada solusi murah yang sifatnya sementara atau hanya menambal masalah di permukaan. Beberapa instansi memilih vendor yang menawarkan harga rendah tanpa mempertimbangkan kualitas dan ketahanan solusi jangka panjangnya. Hal ini justru membuka lebih banyak risiko karena teknologi yang digunakan tidak mampu menghadapi serangan siber yang semakin kompleks. Tanpa komitmen anggaran yang cukup dan strategi jangka panjang, upaya pelindungan data di lingkungan pemerintah akan selalu tertinggal satu langkah dari para peretas.

5. Target Prioritas Serangan oleh Hacker

Instansi pemerintah menyimpan berbagai jenis data yang sangat sensitif dan bernilai tinggi—mulai dari informasi kependudukan, catatan pajak, data kesehatan, hingga dokumen kebijakan negara. Data-data ini bukan hanya penting bagi operasional pemerintahan, tetapi juga dapat dimanfaatkan oleh pihak luar untuk kepentingan yang merugikan, seperti manipulasi informasi atau pemetaan kelemahan negara. Karena itu, lembaga pemerintah menjadi target prioritas bagi para pelaku serangan siber yang ingin mendapatkan akses ke informasi strategis.

Motif di balik serangan terhadap sistem pemerintah pun beragam. Ada yang didorong oleh alasan ekonomi—mencuri data untuk dijual atau digunakan dalam penipuan—namun tak jarang pula motifnya bersifat politis atau ideologis. Serangan bisa dilakukan untuk mengganggu kestabilan pemerintahan, menyebarkan propaganda, atau bahkan memberikan tekanan dalam konflik antar negara. Dengan besarnya nilai data yang dikelola dan tingginya kepentingan yang terlibat, tak heran jika pemerintah menjadi sasaran utama di dunia siber.

Cara Mencegah Kebocoran Data di Instansi Pemerintah

Untuk mengurangi risiko kebocoran data di lingkungan pemerintah, dibutuhkan pendekatan menyeluruh yang mencakup aspek teknologi, manusia, dan tata kelola. Berikut adalah beberapa langkah strategis yang dapat diterapkan oleh instansi pemerintah untuk meningkatkan ketahanan sibernya—langkah-langkah ini juga dapat didukung secara praktis melalui solusi dari SiberMate, yang berfokus pada manajemen risiko siber berbasis manusia:

Audit dan Modernisasi Infrastruktur IT

Pemerintah perlu melakukan audit menyeluruh terhadap sistem IT yang digunakan untuk mengidentifikasi komponen yang sudah tidak relevan atau berisiko tinggi. Sistem lama (legacy) harus segera dimigrasikan ke solusi modern yang lebih aman dan efisien. Langkah ini bukan hanya soal pembaruan teknologi, tapi juga tentang membangun fondasi digital yang lebih kuat dan tahan terhadap serangan siber yang semakin kompleks.

Pelatihan & Program Keamanan Siber untuk Pegawai

Sebanyak apapun investasi teknologi dilakukan, tanpa sumber daya manusia yang sadar risiko, sistem tetap rentan. Oleh karena itu, edukasi berkelanjutan untuk pegawai sangat penting. Program seperti simulasi phishing, kampanye kesadaran berbasis perilaku, dan pelatihan rutin dapat secara signifikan menurunkan risiko kebocoran akibat human error. SiberMate menyediakan platform dan materi edukatif yang dirancang khusus untuk membentuk budaya keamanan di lingkungan kerja.

Penerapan Standar Keamanan Informasi (ISO 27001, NIST, dll.)

Mengadopsi standar keamanan informasi internasional seperti ISO 27001 atau NIST membantu pemerintah dalam membangun struktur pengelolaan risiko yang terukur dan berkelanjutan. Ini mencakup penetapan kebijakan keamanan, kontrol teknis dan organisasi, serta evaluasi berkala. SiberMate juga membantu organisasi dalam mendukung kepatuhan terhadap standar-standar ini melalui solusi kebijakan, pelatihan, dan pelaporan risiko.

Pengawasan dan Pemantauan Keamanan Secara Real-Time

Ancaman siber dapat muncul kapan saja, dan untuk itu instansi pemerintah memerlukan sistem pemantauan real-time seperti SOC (Security Operations Center), SIEM (Security Information and Event Management), atau sistem breach monitoring. Dengan adanya pemantauan aktif, anomali bisa dideteksi dan direspons lebih cepat. Fitur breach monitoring dari SiberMate dapat membantu mendeteksi potensi kebocoran dari sisi perilaku dan kredensial pegawai.

Kolaborasi dengan Pihak Ketiga yang Kompeten

Tidak semua instansi memiliki sumber daya atau keahlian untuk menangani seluruh aspek keamanan secara internal. Oleh karena itu, bermitra dengan penyedia layanan keamanan siber yang andal adalah strategi cerdas. Melibatkan pihak ketiga dalam audit, pelatihan, pengujian kerentanan (vulnerability assessment), bahkan program bug bounty akan meningkatkan ketahanan sistem. SiberMate dapat menjadi mitra strategis pemerintah dalam menyusun dan menjalankan program mitigasi risiko yang terukur dan berbasis praktik terbaik.

Baca juga: Cara HRM Dapat Membantu Mencegah Kebocoran Data Perusahaan

Kesimpulan

Perlindungan data di sektor publik bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak yang menyangkut kepercayaan masyarakat dan stabilitas negara. Dengan ancaman siber yang terus berkembang, pemerintah harus bergerak cepat memperkuat sistem pertahanan data—bukan hanya dari sisi teknologi, tapi juga dari perilaku manusia di dalamnya. Risiko kebocoran data memang tidak bisa dihilangkan sepenuhnya, namun dengan langkah strategis yang tepat, potensi ancaman ini dapat ditekan secara signifikan.

Di sinilah SiberMate hadir sebagai mitra yang mendukung instansi pemerintah membangun ketahanan siber berbasis manusia melalui program keamanan informasi yang komprehensif dan terukur. Sudah saatnya pemerintah mengambil langkah nyata untuk membangun sistem pertahanan data yang lebih cerdas dan tangguh.