Human Risk Management Institute

7 Kebiasaan Penting untuk Membangun Budaya Keamanan Siber Perusahaan

Written by Nur Rachmi Latifa | 2025 Feb 12 08:15:00

Dalam lanskap teknologi yang terus berkembang pesat, keamanan siber menjadi aspek krusial dalam menjaga keberlangsungan bisnis, mengingat ancaman seperti phishing, ransomware, dan kebocoran data terus berkembang dengan metode yang semakin canggih. Banyak perusahaan berinvestasi dalam teknologi keamanan, namun tanpa keterlibatan aktif karyawan, perlindungan tersebut bisa menjadi sia-sia. Kesadaran dan kebiasaan karyawan dalam menerapkan praktik keamanan yang baik, seperti menggunakan password yang kuat, mengenali potensi ancaman, dan melaporkan insiden dengan cepat, merupakan faktor utama dalam membangun budaya keamanan siber yang solid. Dengan menanamkan kebiasaan ini dalam operasional sehari-hari, perusahaan dapat mengurangi risiko serangan siber secara signifikan dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman bagi data serta sistem yang dikelola.

Mengapa Budaya Keamanan Siber Penting Bagi Perusahaan?

Budaya keamanan siber adalah fondasi utama dalam melindungi perusahaan dari ancaman siber yang terus berkembang. Banyak serangan, seperti phishing, ransomware, dan kebocoran data, berhasil terjadi bukan hanya karena kelemahan teknologi, tetapi juga akibat kelalaian manusia. Dengan membangun kesadaran dan kebiasaan yang baik di seluruh organisasi, perusahaan dapat mengurangi risiko serangan yang disebabkan oleh kesalahan manusia, seperti menggunakan password yang lemah atau mengklik tautan berbahaya. 

Budaya keamanan siber yang kuat juga membantu memastikan bahwa setiap karyawan memahami tanggung jawabnya dalam menjaga keamanan informasi, bukan hanya tim IT. Selain itu, keamanan siber yang baik meningkatkan kepercayaan pelanggan dan kepatuhan terhadap regulasi. Perusahaan yang menerapkan standar keamanan dengan baik lebih mampu melindungi data pelanggan dan menghindari sanksi hukum akibat pelanggaran kepatuhan, seperti dalam UU Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) atau standar ISO 27001

Dengan menciptakan lingkungan kerja yang berorientasi pada keamanan siber, perusahaan dapat meminimalkan risiko serangan siber, melindungi data sensitif, serta menjaga reputasi dan kepercayaan pelanggan. Selain itu, penerapan budaya keamanan yang kuat membantu memastikan kelangsungan operasional tanpa gangguan akibat kebocoran data, serangan malware, atau akses tidak sah. Untuk mewujudkannya, berikut adalah 7 kebiasaan penting yang dapat diterapkan perusahaan dalam membangun budaya keamanan siber yang efektif.

Baca juga: Lindungi Data Pribadi dengan Pemantauan Risiko Secara Real-Time

1.  Gunakan Password yang Kuat dan Unik

Menggunakan password yang kuat dan unik adalah langkah pertama dalam menjaga keamanan akun dan sistem perusahaan dari akses tidak sah. Password yang lemah atau mudah ditebak, seperti kombinasi sederhana 123456 atau password, sangat rentan terhadap serangan brute-force maupun credential stuffing. Oleh karena itu, password yang baik harus memiliki panjang minimal 12 karakter dan mengandung kombinasi huruf besar, huruf kecil, angka, serta simbol. Selain itu, menghindari penggunaan informasi pribadi seperti nama, tanggal lahir, atau kata-kata umum juga penting untuk mengurangi risiko peretasan.

Salah satu kesalahan umum yang sering dilakukan adalah menggunakan password yang sama untuk berbagai akun, yang meningkatkan risiko jika salah satu akun diretas. Untuk mengelola banyak kredensial dengan lebih aman, perusahaan disarankan untuk menerapkan penggunaan password manager. Alat ini membantu menyimpan dan menghasilkan password yang kuat secara otomatis, sehingga karyawan tidak perlu mengingat atau mencatatnya secara manual. Dengan menggunakan password manager, risiko pencurian data akibat kebiasaan buruk dalam pengelolaan password dapat dikurangi secara signifikan, menjadikan keamanan siber perusahaan lebih terjaga.

2. Waspada terhadap Phishing dan Serangan Social Engineering

Serangan phishing dan social engineering merupakan metode paling umum yang digunakan oleh peretas untuk mencuri data sensitif, seperti kredensial login atau informasi keuangan. Serangan ini sering kali menyamar sebagai email, pesan teks, atau panggilan telepon dari pihak yang terlihat terpercaya, seperti bank, penyedia layanan IT, atau bahkan rekan kerja. Tanda-tanda umum dari phishing meliputi penggunaan bahasa yang mendesak, permintaan untuk mengklik tautan atau mengunduh lampiran, serta pengirim dengan alamat email yang tampak mencurigakan. Oleh karena itu, karyawan harus selalu berhati-hati dan memverifikasi keabsahan pesan sebelum mengambil tindakan, seperti menghubungi langsung pihak terkait melalui jalur komunikasi resmi.

Untuk melindungi diri dari serangan ini, perusahaan harus mendorong kebiasaan tidak sembarangan mengklik tautan atau membagikan informasi sensitif, terutama jika permintaan tersebut terasa tidak biasa. Mengaktifkan autentikasi dua faktor (2FA) juga dapat memberikan lapisan perlindungan tambahan jika kredensial akun berhasil dicuri. Selain itu, program simulasi phishing seperti yang ditawarkan oleh SiberMate dapat secara efektif meningkatkan kesadaran karyawan dengan memberikan pengalaman langsung dalam mengenali berbagai teknik serangan phishing yang semakin canggih. Dengan menjalankan simulasi ini secara rutin, perusahaan dapat mengidentifikasi karyawan yang rentan terhadap ancaman siber dan memberikan pelatihan lanjutan yang ditargetkan, sehingga memperkuat pertahanan organisasi secara keseluruhan.

3. Selalu Mengupdate Perangkat Lunak dan Sistem Keamanan

Melakukan pembaruan perangkat lunak dan sistem keamanan secara rutin adalah langkah krusial dalam mencegah eksploitasi kerentanan yang dapat dimanfaatkan oleh peretas. Setiap sistem, aplikasi, dan perangkat lunak yang digunakan dalam operasional perusahaan memiliki celah keamanan yang dapat ditemukan dan diperbaiki oleh pengembang melalui patch dan update keamanan. Namun, jika pembaruan ini diabaikan, sistem akan tetap rentan terhadap serangan, memungkinkan malware, ransomware, atau eksploitasi zero-day untuk menyusup ke dalam jaringan perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan harus menjadikan update perangkat lunak sebagai prioritas utama dalam strategi keamanan siber mereka.

Untuk meminimalkan risiko akibat kelalaian dalam melakukan update, perusahaan dapat mengaktifkan pembaruan otomatis atau mengelola update melalui kebijakan patch management yang terstruktur. Banyak serangan siber besar terjadi akibat sistem yang tidak diperbarui tepat waktu, seperti serangan WannaCry pada tahun 2017, di mana ransomware ini menyebar dengan cepat karena banyak organisasi masih menggunakan sistem operasi Windows yang belum diperbarui dengan patch keamanan terbaru. Kasus ini menjadi pelajaran bahwa menunda pembaruan perangkat lunak dapat berakibat fatal, tidak hanya bagi keamanan data tetapi juga operasional bisnis secara keseluruhan.

4. Batasi Akses ke Data dan Sistem

Membatasi akses ke data dan sistem merupakan langkah krusial dalam menjaga keamanan perusahaan dari ancaman siber. Prinsip Hak Istimewa Minimum (PoLP) memastikan bahwa setiap karyawan hanya memiliki akses yang diperlukan sesuai dengan tugasnya, sehingga mengurangi potensi penyalahgunaan atau eksploitasi. Jika seorang karyawan dengan hak akses berlebih menjadi korban phishing atau malware, peretas dapat dengan mudah menyusup ke sistem, mencuri data, atau menyebarkan ancaman lebih luas. Dengan menerapkan PoLP, perusahaan dapat memperkecil risiko serangan siber yang memanfaatkan akses berlebihan sebagai titik masuk.

Selain PoLP, perusahaan dapat menerapkan Role-Based Access Control (RBAC) yaitu sistem pengelolaan akses berbasis peran, yang membatasi hak akses berdasarkan tanggung jawab karyawan dalam organisasi. Dengan pendekatan ini, informasi sensitif hanya dapat diakses oleh pihak yang membutuhkannya, mengurangi risiko kebocoran data dan mempermudah deteksi insiden. Akses yang tidak terkendali sering kali menjadi celah bagi serangan siber dan insider threat, sehingga menerapkan kebijakan yang ketat dalam kontrol akses menjadi kunci dalam melindungi perusahaan dari ancaman serangan siber dan insider threat.

5. Terapkan Kebijakan Keamanan Siber yang Jelas dan Konsisten

Memiliki kebijakan keamanan siber yang terdokumentasi membantu perusahaan menetapkan standar yang jelas dalam melindungi data dan sistem dari ancaman siber. Kebijakan ini memberikan panduan bagi karyawan tentang cara menangani informasi sensitif, menggunakan perangkat kerja dengan aman, dan melaporkan insiden keamanan. Dengan aturan yang jelas, risiko kesalahan manusia dapat diminimalkan, terutama dalam tindakan berisiko seperti berbagi kredensial atau menggunakan jaringan tidak aman. Tanpa kebijakan yang terstruktur, banyak karyawan mungkin tidak menyadari pentingnya langkah-langkah keamanan yang harus diterapkan dalam pekerjaan mereka.

Selain memiliki kebijakan yang terdokumentasi, perusahaan perlu mengadakan pelatihan keamanan siber secara berkala agar seluruh karyawan memahami dan menerapkan praktik terbaik. Pelatihan ini bisa mencakup simulasi phishing, manajemen password yang aman, serta prosedur pelaporan insiden. Beberapa kebijakan yang wajib diterapkan mencakup penggunaan kata sandi yang kuat, enkripsi data, pembatasan akses berbasis peran (RBAC), dan kebijakan pelaporan insiden. Dengan kombinasi kebijakan yang jelas dan pelatihan yang konsisten, perusahaan dapat membangun budaya keamanan siber yang lebih kuat dan mengurangi risiko serangan siber.

6. Menggunakan Jaringan yang Aman dan Terenkripsi

Menggunakan jaringan yang aman dan terenkripsi adalah langkah penting dalam melindungi data perusahaan dari ancaman peretasan. Salah satu risiko terbesar adalah penggunaan WiFi publik tanpa VPN, yang memungkinkan peretas menyadap lalu lintas data melalui teknik man-in-the-middle attack. Saat karyawan mengakses sistem perusahaan dari jaringan yang tidak aman, kredensial login, email, atau dokumen sensitif bisa dengan mudah dicuri. Oleh karena itu, setiap akses ke jaringan eksternal harus dilindungi dengan Virtual Private Network (VPN) untuk mengenkripsi data yang dikirim dan diterima, sehingga mengurangi risiko penyadapan atau kebocoran informasi.

Selain penggunaan VPN, perusahaan harus menerapkan enkripsi data dalam komunikasi dan penyimpanan untuk memastikan informasi tetap aman meskipun terjadi kebocoran. Email, file, dan database yang mengandung data sensitif harus dienkripsi dengan standar keamanan yang kuat agar tidak bisa diakses oleh pihak yang tidak berwenang. Untuk menjaga keamanan jaringan internal, perusahaan juga perlu menerapkan firewall, segmentasi jaringan, serta autentikasi dua faktor (2FA) bagi karyawan yang mengakses sistem dari luar. Dengan langkah-langkah ini, risiko serangan siber dapat diminimalkan, dan perusahaan dapat memastikan bahwa data serta komunikasi internal tetap terlindungi dari ancaman eksternal.

7. Terapkan Kebijakan Keamanan Siber yang Jelas dan Konsisten

Mendorong pelaporan insiden keamanan siber secara aktif sangat penting dalam membangun sistem pertahanan yang efektif bagi perusahaan. Karyawan harus merasa nyaman dan tidak takut untuk melaporkan setiap kejadian mencurigakan, baik itu percobaan phishing, akses tidak sah, maupun kebocoran data. Budaya transparansi dalam keamanan siber membantu perusahaan merespons ancaman lebih cepat dan mencegah dampak yang lebih luas. Tanpa sistem pelaporan yang jelas, banyak insiden bisa tidak terdeteksi hingga sudah terlambat, menyebabkan kerugian besar bagi perusahaan.

Beberapa insiden yang harus segera dilaporkan meliputi email phishing mencurigakan, perangkat kerja yang hilang, percobaan akses tidak sah, atau aktivitas aneh dalam sistem perusahaan. Untuk meningkatkan kesiapan karyawan, perusahaan perlu mengadakan Security Awareness Training secara berkala agar setiap individu memahami tanda-tanda serangan siber dan langkah yang harus diambil saat menghadapi potensi ancaman. Dengan pelatihan yang tepat, karyawan dapat menjadi lapisan pertahanan pertama dalam melindungi perusahaan dari risiko siber yang terus berkembang.

Baca juga: Keuntungan Cybersecurity Awareness Training Bagi Karyawan Perusahaan

Kesimpulan

Membangun budaya keamanan siber yang kuat di perusahaan adalah langkah penting dalam melindungi data dan sistem dari ancaman yang semakin kompleks. Dengan mengadopsi kebiasaan seperti menggunakan password yang kuat, waspada terhadap phishing, membatasi akses, dan melaporkan insiden secara aktif, perusahaan dapat mengurangi risiko serangan siber yang disebabkan oleh kesalahan manusia. SiberMate menawarkan solusi komprehensif melalui Security Awareness Training dan simulasi phishing yang membantu meningkatkan kesadaran dan keterampilan karyawan dalam menghadapi ancaman siber. Dengan investasi pada keamanan siber berbasis budaya ini, perusahaan tidak hanya melindungi aset digital tetapi juga memperkuat kepercayaan pelanggan dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi seperti UU PDP dan ISO 27001.