Human Risk Management Institute

Bukan Cuma Orang Tua, Sekarang Gen Z Juga Diincar Hacker

Written by Nur Rachmi Latifa | 24 Jun 2025

Gen Z, atau generasi yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, sering disebut sebagai digital native karena sejak kecil mereka sudah akrab dengan internet, media sosial, game online, dan layanan streaming. Berbeda dengan generasi sebelumnya yang harus beradaptasi dengan teknologi, Gen Z tumbuh bersamanya—menjadikan kehidupan digital sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas mereka. Namun, kedekatan ini juga membawa risiko baru. Tanpa disadari, Gen Z diincar hacker yang memanfaatkan kecintaan mereka terhadap dunia digital untuk melancarkan berbagai modus penipuan siber.

Kenapa Gen Z Jadi Target Hacker?

Gen Z memiliki kebiasaan digital yang sangat tinggi. Mereka menghabiskan banyak waktu untuk bermain game online, menonton streaming, hingga bersosialisasi di berbagai platform media sosial. Aktivitas ini membuat mereka terus terhubung dengan internet, membuka peluang lebih besar bagi hacker untuk mengincar celah keamanan yang mungkin muncul dalam setiap interaksi digital mereka.

Sayangnya, banyak dari Gen Z masih mengabaikan aspek keamanan siber demi kenyamanan. Mereka cenderung terburu-buru dalam mengklik tautan, mengunduh file, atau masuk ke akun tanpa memeriksa sumbernya terlebih dahulu. Keamanan sering dianggap sebagai sesuatu yang rumit atau merepotkan, padahal kebiasaan ini membuat mereka jauh lebih rentan terhadap serangan seperti phishing, malware, dan pencurian data pribadi.

Selain itu, Gen Z dikenal mudah tertarik dengan penawaran yang menggiurkan—seperti skin game gratis, akses premium, atau promo streaming palsu. Hacker memanfaatkan celah ini dengan menyamar sebagai platform populer dan menawarkan hadiah yang tampak menarik. Dalam banyak kasus, penipuan seperti ini berhasil karena tampilannya dibuat sangat mirip dengan situs resmi, sehingga tidak sedikit dari Gen Z yang menjadi korban tanpa menyadarinya.

Baca juga: Bahaya Homographic Phishing, Domain Palsu yang Sulit Dibedakan Mata

Serangan Melalui Dunia Game Favorit Gen Z

Dalam laporan Kaspersky, tercatat lebih dari 19 juta upaya serangan siber yang menargetkan game-game populer di kalangan Gen Z, seperti GTA, Minecraft, dan Call of Duty, hanya dalam kurun waktu satu tahun. Angka ini menunjukkan betapa besarnya minat sekaligus risiko yang dihadapi generasi muda saat bermain game online. Game-game ini sangat digemari karena sifatnya yang bisa dimainkan berulang kali dan memiliki komunitas yang aktif, menjadikannya lahan subur bagi hacker menyebar ancaman digital.

Salah satu modus yang paling sering digunakan adalah phishing, seperti kasus penipuan yang memanfaatkan skin Valorant–Arcane palsu. Dalam kampanye ini, pengguna diajak untuk mengikuti “spin the wheel” demi hadiah eksklusif. Namun, alih-alih mendapatkan skin, mereka justru memberikan akses ke akun game, data perbankan, dan nomor telepon kepada pihak yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, ada pula malware bernama Hexon yang kemudian dikenal dengan nama Leet, menyamar sebagai installer game dan diam-diam mencuri data dari berbagai platform seperti Steam, Discord, Telegram, hingga TikTok dan Instagram.

Hacker juga menyusup lewat mods, cheat tools, dan file installer bajakan yang beredar luas di forum game, grup Telegram, atau Discord. Banyak pemain muda yang tertarik mencari cara mudah untuk menang atau mendapatkan fitur tambahan tanpa membayar, sehingga mereka cenderung mengunduh file dari sumber yang tidak resmi. Di sinilah malware disisipkan. Begitu file dijalankan, sistem pengguna bisa langsung terinfeksi tanpa disadari, membuka pintu bagi pencurian data pribadi dan kendali atas akun digital mereka.

Ancaman Lewat Film, Series, dan Anime Populer

Tak hanya dari dunia game, ancaman terhadap Gen Z juga datang dari kecintaan mereka terhadap film, series, dan anime. Menurut laporan Kaspersky, terdapat lebih dari 85.000 serangan siber yang menggunakan nama Netflix sebagai umpan, dan total kebocoran akun dari berbagai platform streaming seperti Netflix, Disney+, Amazon Prime Video, Apple TV+, hingga HBO Max mencapai lebih dari 7 juta akun. Ini menunjukkan bahwa layanan hiburan yang menjadi bagian dari keseharian Gen Z juga menjadi sasaran empuk para pelaku kejahatan digital.

Salah satu modus utama yang digunakan adalah phishing melalui email palsu. Email ini sering kali tampil dengan desain yang sangat mirip dengan email resmi dari platform streaming—lengkap dengan logo, warna, dan tata letak khas masing-masing layanan. Korban diminta untuk memperbarui detail pembayaran atau memperpanjang langganan melalui tautan tertentu. Tanpa curiga, banyak pengguna yang memasukkan data pribadi dan informasi keuangan ke situs palsu tersebut, membuka jalan bagi pencurian data dan akses ilegal ke akun mereka.

Anime pun tak luput dari incaran. Dengan lebih dari 250.000 serangan yang tercatat terkait anime populer seperti Naruto, One Piece, Attack on Titan, hingga Jujutsu Kaisen, para penjahat siber tahu betul betapa besarnya minat Gen Z terhadap konten Jepang ini. Mereka memanfaatkan rasa penasaran pengguna dengan membagikan tautan episode “bocoran”, subtitle eksklusif, atau wallpaper gratis yang ternyata berisi malware tersembunyi. Kombinasi antara emosi fandom dan kelengahan digital inilah yang sering kali membuat Gen Z jatuh ke dalam perangkap.

Apa Saja yang Dicuri Hacker dari Gen Z?

Hacker yang mengincar Gen Z tidak hanya menyasar satu jenis data saja. Dengan berbagai modus penipuan yang menyamar sebagai game populer, situs streaming, atau konten eksklusif, mereka mampu mengumpulkan beragam informasi berharga. Berikut ini tiga jenis aset digital yang paling sering dicuri dari Gen Z:

Akun Game dan Streaming

Banyak Gen Z memiliki akun game dan layanan streaming yang telah dikustomisasi, diisi saldo, atau bahkan terhubung ke kartu pembayaran. Akun seperti Steam, Netflix, dan Spotify menjadi incaran karena mudah dijual kembali atau digunakan untuk melakukan penipuan lanjutan. Begitu akun ini diretas, korban bisa kehilangan akses, histori pembelian, dan berbagai item digital berharga yang telah dikumpulkan bertahun-tahun.

Data Pribadi

Melalui phishing dan malware, hacker dapat mengumpulkan data pribadi pengguna seperti alamat email, nomor telepon, dan bahkan informasi sensitif seperti data kartu kredit atau rekening bank. Data ini bisa dijual di pasar gelap, digunakan untuk pembobolan akun lain, atau menjadi pintu masuk ke berbagai layanan digital lainnya. Gen Z yang cenderung menyambungkan akun mereka antar platform sering tidak menyadari bahwa satu celah bisa membuka semuanya.

Akses ke Media Sosial untuk Penyebaran Lebih Lanjut

Setelah mendapatkan kendali atas akun media sosial seperti Instagram, TikTok, atau Discord, hacker sering menggunakannya untuk menyebarkan link berbahaya ke kontak korban. Karena berasal dari akun teman atau orang yang dikenal, banyak orang yang percaya dan ikut menjadi korban. Dalam skenario ini, satu akun yang diretas bisa memicu rantai penipuan yang lebih besar dan sulit dihentikan.

Langkah Cerdas Gen Z Hadapi Ancaman Hacker

Untuk menghadapi maraknya serangan siber yang semakin canggih dan menyasar gaya hidup digital anak muda, Gen Z perlu menerapkan langkah-langkah perlindungan yang tidak sekadar reaktif, tapi juga proaktif. Dengan memahami ancaman dan membiasakan perilaku digital yang aman, generasi ini bisa tetap menikmati dunia online tanpa menjadi korban. Berikut lima langkah cerdas yang bisa diterapkan:

Unduh dari Sumber Resmi

Mengunduh aplikasi, game, atau film hanya dari situs dan toko resmi seperti App Store, Google Play, Steam, atau situs pengembang terpercaya adalah langkah awal yang sangat penting. File dari situs pihak ketiga, forum, atau tautan tidak dikenal bisa saja mengandung malware berbahaya yang dirancang untuk mencuri data pribadi. Meskipun godaan konten gratis seringkali tinggi, Gen Z harus belajar membedakan mana yang aman dan mana yang berisiko.

Waspadai Promosi yang Terkesan "Too Good To Be True"

Penawaran yang terlalu bagus untuk jadi kenyataan seringkali menjadi umpan favorit para hacker. Contohnya, hadiah skin game eksklusif, saldo e-wallet gratis, atau akses streaming tanpa bayar yang diklaim tersedia melalui tautan tertentu. Gen Z perlu membangun kebiasaan berpikir kritis setiap kali menerima tawaran semacam ini, terutama jika sumbernya tidak jelas atau mengharuskan mereka mengisi data pribadi.

Aktifkan 2FA di Semua Akun

Autentikasi dua faktor (2FA) memberikan perlindungan tambahan yang sangat efektif. Dengan 2FA, akun tidak bisa diakses hanya dengan password saja—hacker juga akan membutuhkan kode verifikasi yang dikirim langsung ke perangkat pengguna. Mengaktifkan 2FA di akun email, media sosial, platform game, dan layanan keuangan dapat secara signifikan mengurangi risiko pembobolan akun pribadi.

Gunakan Kartu Virtual

Saat melakukan pembayaran atau transaksi online, gunakan kartu virtual yang memiliki limit pengeluaran. Kartu jenis ini biasanya tidak terhubung langsung ke rekening utama dan bisa dibatasi sesuai kebutuhan. Jika terjadi kebocoran data, potensi kerugian dapat ditekan seminimal mungkin. Layanan kartu virtual ini saat ini sudah disediakan oleh banyak aplikasi perbankan dan dompet digital yang populer di kalangan Gen Z.

Instal Proteksi Keamanan

Menginstal software keamanan seperti antivirus dan anti-phishing bukan hanya langkah pelengkap, tapi kebutuhan utama. Program semacam ini mampu mendeteksi file berbahaya, memperingatkan saat Anda membuka situs palsu, dan secara otomatis memblokir aktivitas mencurigakan. Dengan perlindungan real-time ini, Gen Z bisa lebih tenang saat menjelajah internet tanpa takut kecolongan.

Baca juga: Di Balik Film Gratis, Ada Ancaman Malware yang Siap Menyusup

Kesimpulan

Kesadaran akan keamanan siber bukan lagi tanggung jawab eksklusif orang tua, sekolah, atau perusahaan—ini adalah tanggung jawab pribadi, terutama bagi Gen Z yang hidup sepenuhnya di era digital. Di tengah derasnya arus informasi, hiburan, dan interaksi online, Gen Z perlu menjadi garda terdepan dalam menjaga privasi dan identitas digital mereka sendiri. Mulai dari kebiasaan kecil seperti berhati-hati saat mengklik tautan hingga menerapkan langkah keamanan berlapis, setiap tindakan cerdas dapat membuat perbedaan besar. Saatnya Gen Z lebih waspada, lebih peduli, dan lebih #CyberAware.