Kepatuhan terhadap UU PDP (Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi) bukan lagi sekadar tanggung jawab divisi IT atau legal, tetapi menjadi kewajiban seluruh elemen organisasi. Salah satu aspek yang paling krusial dalam implementasi UU PDP adalah bagaimana data pribadi disimpan dan dihapus dengan benar. Karyawan, sebagai pihak yang paling sering berinteraksi langsung dengan data, memiliki peran penting dalam memastikan bahwa setiap informasi pribadi yang dikelola perusahaan diperlakukan sesuai aturan. Kesalahan kecil dalam menyimpan atau gagal menghapus data dengan semestinya bisa menimbulkan konsekuensi hukum yang serius. Karena itu, membangun kesadaran dan pemahaman karyawan menjadi langkah awal untuk menciptakan budaya kerja yang patuh dan aman terhadap regulasi ini.
UU PDP atau Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi adalah regulasi nasional yang mengatur tata cara pengumpulan, penyimpanan, penggunaan, dan penghapusan data pribadi oleh organisasi maupun individu. Tujuannya adalah untuk melindungi hak-hak subjek data—yaitu orang yang datanya dikumpulkan—agar tidak disalahgunakan, dibocorkan, atau diproses tanpa persetujuan yang sah. UU ini memberikan kerangka hukum yang jelas mengenai apa yang disebut sebagai data pribadi dan bagaimana data tersebut seharusnya diperlakukan dengan adil dan aman.
UU PDP resmi disahkan pada 17 Oktober 2022 dan mulai berlaku efektif pada 17 Oktober 2024, setelah masa transisi dua tahun. Aturan ini berlaku untuk seluruh entitas, baik swasta maupun publik, yang melakukan pemrosesan data pribadi di wilayah Indonesia, atau bahkan di luar negeri selama aktivitasnya berdampak pada individu di Indonesia. Artinya, tidak hanya perusahaan teknologi besar yang wajib patuh, tetapi juga UMKM, institusi pendidikan, rumah sakit, hingga instansi pemerintahan.
Ketidakpatuhan terhadap UU PDP dapat menimbulkan risiko hukum yang serius. Sanksi administratif seperti denda hingga 2% dari pendapatan tahunan bisa dijatuhkan, belum termasuk potensi tuntutan pidana jika data disalahgunakan secara sengaja. Lebih dari itu, pelanggaran juga dapat merusak reputasi organisasi dan menurunkan kepercayaan pelanggan. Di tengah maraknya kebocoran data dan serangan siber, UU PDP hadir sebagai alat untuk memperkuat perlindungan hak individu atas data pribadinya dan mendorong budaya tanggung jawab dalam pengelolaan data di era digital.
Baca juga: Cara HRM Dapat Membantu Mencegah Kebocoran Data Perusahaan
Dalam kegiatan operasional sehari-hari, karyawan sering kali berinteraksi langsung dengan berbagai jenis data pribadi, baik yang berasal dari pelanggan, sesama karyawan, maupun pihak ketiga seperti vendor atau mitra bisnis. Data tersebut bisa berupa nama lengkap, nomor KTP, alamat, nomor telepon, riwayat transaksi, hingga informasi keuangan. Oleh karena itu, penting bagi setiap karyawan untuk memahami bahwa data pribadi bukan sekadar informasi biasa, melainkan aset yang harus dijaga sesuai ketentuan UU PDP.
Penyimpanan data pribadi yang benar mencakup beberapa prinsip utama yang diatur dalam UU PDP. Pertama, data harus disimpan di sistem yang aman dan terlindungi dari akses yang tidak sah—bukan di perangkat pribadi atau platform tidak resmi. Kedua, akses terhadap data harus dibatasi hanya kepada pihak yang benar-benar membutuhkan, agar risiko penyalahgunaan dapat diminimalkan. Ketiga, setiap data yang disimpan idealnya dienkripsi dan didukung dengan sistem backup untuk menghindari kehilangan akibat insiden teknis. Praktik-praktik ini menjadi dasar bagi organisasi dalam memastikan kepatuhan terhadap perlindungan data.
Sayangnya, masih banyak karyawan yang melakukan kesalahan umum dalam menyimpan data, seperti menyimpan file sensitif di desktop komputer pribadi, menggunakan password yang lemah, atau bahkan membagikan data melalui email tanpa perlindungan. Kesalahan seperti ini dapat membuka celah bagi kebocoran data dan berujung pada pelanggaran hukum. Oleh karena itu, penting untuk selalu memastikan bahwa data yang disimpan benar-benar relevan, memiliki dasar hukum yang sah, dan tidak disimpan lebih lama dari yang diperlukan. Dengan cara ini, karyawan ikut berperan aktif dalam membangun budaya perlindungan data yang bertanggung jawab dan sesuai dengan semangat UU PDP.
Menghapus data pribadi bukan sekadar menekan tombol "delete"—tindakan ini merupakan bagian penting dari kewajiban organisasi untuk mematuhi UU PDP. Karyawan memiliki peran besar dalam memastikan bahwa penghapusan data dilakukan secara tepat, aman, dan sesuai dengan hak subjek data. Berikut adalah hal-hal penting yang perlu dipahami:
UU PDP mengatur bahwa data pribadi harus dihapus ketika sudah tidak lagi diperlukan untuk tujuan awal pengumpulannya—prinsip ini dikenal sebagai retention limit. Selain itu, setiap individu memiliki hak untuk meminta penghapusan datanya dari sistem perusahaan, yang disebut right to erasure atau hak untuk dilupakan. Misalnya, jika pelanggan tidak lagi menggunakan layanan dan tidak ada kewajiban hukum untuk menyimpan datanya, maka informasi tersebut wajib dihapus secara permanen. Hal ini bertujuan untuk melindungi hak privasi subjek data dan mencegah penyimpanan data berlebihan yang rentan bocor.
Penghapusan data tidak boleh dilakukan secara asal. Karyawan perlu memastikan bahwa data benar-benar terhapus dari semua lokasi, termasuk cloud storage (seperti Google Drive atau OneDrive), email (termasuk folder trash atau archive), dan perangkat lokal. Bahkan jika diperlukan, penghapusan juga harus dilakukan dari backup data, selama data tersebut tidak lagi dibutuhkan. Proses ini sebaiknya menggunakan tools resmi perusahaan agar dapat didokumentasikan dan diaudit jika diperlukan. Dengan mengikuti prosedur ini, risiko data yang “tersisa” dan dapat diakses kembali bisa diminimalkan.
Menunda atau mengabaikan kewajiban menghapus data pribadi bisa berakibat fatal. Selain risiko sanksi administratif dari otoritas, seperti denda hingga 2% dari pendapatan tahunan perusahaan, data yang tidak dihapus tepat waktu juga bisa menjadi celah kebocoran jika sistem disusupi. Hal ini tidak hanya berdampak secara hukum, tetapi juga terhadap reputasi perusahaan. Konsumen dan klien akan kehilangan kepercayaan jika merasa datanya tidak diperlakukan dengan aman dan bertanggung jawab.
Agar proses penghapusan data berjalan aman dan sesuai regulasi, karyawan bisa mengikuti langkah-langkah praktis berikut: pastikan data yang akan dihapus tidak lagi dibutuhkan secara hukum atau operasional, periksa apakah ada salinan atau duplikat di lokasi lain, hapus data dari semua media penyimpanan (termasuk cloud dan backup), gunakan sistem atau prosedur resmi perusahaan, dokumentasikan proses penghapusan terutama jika berdasarkan permintaan subjek data, dan informasikan ke tim yang bertanggung jawab seperti IT atau Data Protection Officer. Checklist ini membantu menjaga kepatuhan sambil membentuk kebiasaan kerja yang aman.
Membangun budaya kepatuhan terhadap UU PDP di tempat kerja dimulai dari peningkatan kesadaran dan pemahaman seluruh karyawan mengenai pentingnya perlindungan data pribadi. Pelatihan yang terstruktur dan mudah dipahami menjadi kunci agar setiap individu memahami tanggung jawabnya, mulai dari cara menyimpan data hingga bagaimana merespons permintaan penghapusan. Kesadaran ini harus menjadi bagian dari budaya kerja, bukan sekadar formalitas pelatihan di awal masa kerja. Ketika semua karyawan memahami risiko pelanggaran data dan dampaknya terhadap perusahaan, mereka akan lebih proaktif dalam menjaga keamanan informasi.
Perusahaan pun perlu memberikan dukungan yang konkret, seperti menyediakan SOP yang jelas, kanal pelaporan insiden yang mudah diakses, serta pelatihan ulang secara berkala untuk memperbarui pengetahuan karyawan. Selain itu, membangun budaya kepatuhan tidak bisa hanya dibebankan pada satu divisi saja. Harus ada kolaborasi erat antara tim IT, legal, HR, dan setiap departemen lain untuk memastikan bahwa praktik pengelolaan data pribadi diterapkan secara konsisten. Ketika seluruh organisasi bergerak bersama dalam memahami dan menerapkan UU PDP, risiko pelanggaran dapat ditekan secara signifikan.
Dalam keseharian kerja, karyawan sering kali menangani data pribadi tanpa disadari. Agar tetap patuh terhadap UU PDP dan mencegah risiko kebocoran data, berikut adalah tips praktis yang bisa diterapkan oleh setiap karyawan saat menyimpan dan menghapus data pribadi:
Tips ini mungkin terlihat sederhana, tapi penerapan konsisten dari setiap karyawan akan sangat berpengaruh dalam menjaga kepatuhan dan kepercayaan pemilik data.
Baca juga: UU PDP dan Pelanggaran Data: Tindakan yang Harus Diambil Perusahaan
Peran karyawan dalam penerapan UU PDP sangatlah vital, karena merekalah yang berada di garis depan dalam mengelola data pribadi sehari-hari. Menyimpan dan menghapus data bukan sekadar tugas teknis, melainkan juga merupakan tanggung jawab etis dan hukum yang berdampak langsung pada reputasi dan keberlangsungan organisasi. Dengan memahami prinsip-prinsip dasar UU PDP dan menerapkannya dalam pekerjaan sehari-hari, setiap karyawan turut membangun lingkungan kerja yang lebih aman dan patuh terhadap regulasi. Mulailah dari langkah kecil hari ini—gunakan sistem penyimpanan yang tepat, hapus data dengan benar, dan selalu berpikir dua kali sebelum memproses informasi pribadi.