Human Risk Management Institute

Standar Keamanan Penting untuk Mitra Kerja, Ini Alasannya

Written by Nur Rachmi Latifa | 28 Apr 2025

Dalam lanskap bisnis yang semakin terhubung secara teknologi, kolaborasi dengan mitra kerja atau vendor menjadi bagian yang tak terpisahkan dari operasional perusahaan modern. Baik dalam bentuk penyedia layanan TI, platform cloud, atau jasa logistik, keterlibatan pihak ketiga membantu perusahaan bergerak lebih gesit dan efisien. Namun, di balik kemudahan ini, tersimpan risiko besar jika mitra kerja tidak memiliki sistem keamanan yang memadai. Serangan siber yang menyusup melalui celah keamanan vendor bukan lagi skenario langka, dan bisa berdampak langsung pada data, reputasi, serta keberlangsungan bisnis. Oleh karena itu, menetapkan standar keamanan bagi mitra kerja adalah langkah penting untuk melindungi organisasi dari risiko siber.

Standar Keamanan: Dasar Perlindungan dalam Hubungan dengan Mitra

Standar keamanan merupakan serangkaian pedoman, kebijakan, dan kontrol teknis maupun non-teknis yang dirancang untuk melindungi informasi dan sistem dari akses yang tidak sah, manipulasi, atau kerusakan. Dalam konteks kerja sama bisnis, terutama dengan pihak ketiga seperti vendor atau mitra layanan, standar keamanan menjadi fondasi penting agar semua pihak memiliki komitmen yang sama dalam menjaga integritas dan kerahasiaan data.

Dalam ranah third party cyber security, standar keamanan berfungsi sebagai tolok ukur untuk memastikan bahwa mitra kerja yang terlibat memiliki sistem proteksi yang sebanding dengan organisasi utama. Hal ini penting karena seringkali serangan siber menyasar jalur lemah melalui vendor yang tidak memiliki pengamanan memadai. Tanpa adanya kesamaan standar, organisasi rentan terhadap kebocoran data, gangguan operasional, dan pelanggaran regulasi karena kelalaian mitra.

Beberapa framework internasional yang umum digunakan untuk menetapkan standar keamanan antara lain ISO 27001 (standar sistem manajemen keamanan informasi), NIST Cybersecurity Framework (panduan keamanan dari Amerika Serikat), dan SOC 2 (standar kontrol untuk penyedia layanan cloud). Di Indonesia, organisasi juga perlu memperhatikan regulasi lokal seperti PP PSTE dan UU PDP, yang memberikan arahan perlindungan data pribadi dan tata kelola teknologi informasi, termasuk untuk pihak ketiga. Mengacu pada standar-standar ini membantu perusahaan membangun kepercayaan dan memperkuat ketahanan digital secara menyeluruh.

Baca juga: Panduan Lengkap Backup dan Recovery Data untuk Kondisi Darurat

Mengapa Standar Keamanan untuk Mitra Kerja Itu Penting?

Ketika perusahaan bekerja sama dengan mitra eksternal, mereka secara tidak langsung memperluas permukaan serangan yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan siber. Banyak kasus kebocoran data yang terjadi bukan karena kelemahan internal, tetapi karena celah keamanan dari vendor yang terhubung dengan sistem organisasi. Misalnya, akses yang terlalu luas tanpa kontrol atau enkripsi data yang tidak diterapkan dengan baik dapat menjadi pintu masuk bagi penyerang.

Salah satu bentuk serangan yang kini semakin sering terjadi adalah Supply Chain Attack, di mana penjahat siber menyusup melalui sistem pihak ketiga yang dipercaya oleh organisasi. Serangan semacam ini bisa sangat sulit dideteksi dan memiliki dampak luas, seperti yang terjadi pada kasus SolarWinds yang mengguncang banyak institusi global. Tanpa sistem pengawasan dan kontrol yang mengacu pada standar keamanan tertentu, organisasi cenderung tidak siap menghadapi ancaman dari jalur yang seharusnya aman.

Lebih jauh lagi, kegagalan mitra kerja dalam menjaga keamanan informasi juga bisa menimbulkan konsekuensi hukum dan kerusakan reputasi. Dalam era regulasi data seperti UU PDP di Indonesia atau GDPR di Eropa, perusahaan tetap bertanggung jawab atas pelanggaran yang terjadi, meskipun sumbernya adalah pihak ketiga. Tanpa standar keamanan yang jelas, organisasi berisiko tinggi mengalami insiden siber dari titik-titik eksternal seperti vendor atau penyedia layanan cloud, yang pada akhirnya bisa merugikan bisnis secara jangka panjang.

Komponen Penting dalam Standar Keamanan untuk Mitra

Agar hubungan dengan mitra kerja tetap aman dan selaras dengan kebijakan keamanan siber organisasi, diperlukan sejumlah komponen penting dalam penerapan standar keamanan. Setiap komponen ini bertujuan untuk meminimalkan potensi risiko yang berasal dari pihak ketiga dan memastikan bahwa mereka mematuhi prinsip keamanan yang sama dengan organisasi utama.

Evaluasi Risiko Pihak Ketiga (Third Party Risk Assessment)

Sebelum menjalin kerja sama, organisasi perlu melakukan evaluasi risiko terhadap calon mitra. Proses ini mencakup penilaian terhadap sistem keamanan yang digunakan vendor, jenis data yang akan diakses, dan seberapa besar potensi dampak jika terjadi insiden. Dengan melakukan third party risk assessment secara menyeluruh, organisasi bisa menentukan tingkat kewaspadaan dan jenis kontrol yang harus diterapkan terhadap mitra tersebut.

Perjanjian Keamanan Data (Data Processing Agreement, NDA)

Untuk memastikan perlindungan data yang diolah atau diakses oleh pihak ketiga, perlu adanya perjanjian tertulis seperti Data Processing Agreement (DPA) atau Non-Disclosure Agreement (NDA). Dokumen ini mengikat secara hukum dan mencantumkan tanggung jawab mitra kerja dalam menjaga kerahasiaan, integritas, dan keamanan informasi, sekaligus menjadi dasar untuk tindakan jika terjadi pelanggaran.

Pengujian dan Audit Berkala

Standar keamanan tidak cukup hanya diterapkan di awal kerja sama. Organisasi perlu melakukan audit berkala dan pengujian keamanan untuk memastikan bahwa mitra tetap konsisten menjalankan kontrol yang telah disepakati. Audit ini bisa mencakup penilaian teknis, review dokumentasi kebijakan keamanan, serta simulasi insiden untuk mengukur kesiapan mitra dalam merespons serangan.

Kebijakan Akses Terbatas dan Prinsip Zero Trust untuk Vendor

Prinsip zero trust menekankan bahwa tidak ada entitas, termasuk mitra kerja, yang boleh dipercaya begitu saja. Organisasi perlu menerapkan kebijakan akses terbatas berbasis kebutuhan (least privilege), di mana vendor hanya diberi hak akses pada sistem atau data yang relevan dengan tugasnya. Pendekatan ini membantu mengurangi risiko penyalahgunaan atau eksploitasi akses oleh pihak ketiga.

Monitoring Aktivitas Mitra dalam Sistem Internal

Setelah akses diberikan, organisasi harus tetap memantau aktivitas mitra secara real-time. Monitoring ini mencakup pencatatan log akses, analisis perilaku mencurigakan, dan deteksi dini terhadap potensi pelanggaran. Dengan pengawasan yang aktif, organisasi dapat dengan cepat mengambil tindakan jika teridentifikasi aktivitas yang berisiko atau tidak sesuai dengan perjanjian kerja sama.

Langkah-Langkah Menerapkan Standar Keamanan bagi Mitra Kerja

Untuk menjaga agar kerja sama dengan mitra tidak menjadi titik lemah dalam sistem keamanan organisasi, penting bagi perusahaan untuk menerapkan langkah-langkah strategis yang dapat memastikan pihak ketiga mematuhi standar keamanan yang sama. Berikut adalah lima langkah kunci yang bisa diterapkan secara bertahap.

Identifikasi mitra yang memiliki akses ke sistem penting

Langkah awal yang krusial adalah mengidentifikasi semua mitra kerja atau vendor yang memiliki akses, baik langsung maupun tidak langsung, ke sistem internal atau data sensitif perusahaan. Tanpa pemetaan yang jelas, organisasi berisiko memberikan hak akses terlalu luas pada pihak yang tidak seharusnya, yang pada akhirnya bisa dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan siber.

Terapkan checklist standar keamanan sebelum kontrak kerja

Sebelum menandatangani kontrak kerja sama, pastikan setiap mitra telah melalui proses evaluasi menggunakan checklist standar keamanan yang telah ditentukan. Checklist ini dapat mencakup aspek seperti kebijakan enkripsi, kontrol akses internal, penggunaan antivirus, hingga riwayat insiden keamanan sebelumnya. Ini menjadi dasar untuk menentukan apakah mitra layak untuk diajak bekerja sama. 

Edukasi dan pelatihan mitra kerja terkait cybersecurity

Tidak semua mitra memiliki tingkat pemahaman keamanan siber yang memadai. Oleh karena itu, organisasi sebaiknya menyediakan sesi edukasi atau pelatihan khusus, terutama bagi mitra yang menangani data sensitif. Edukasi ini dapat mencakup topik seperti phishing, penggunaan password yang aman, dan prosedur pelaporan insiden.

Gunakan tools untuk monitoring dan kontrol akses

Setelah akses diberikan, organisasi harus tetap menjaga pengawasan melalui berbagai tools keamanan. Penggunaan sistem monitoring, seperti SIEM (Security Information and Event Management), serta kontrol akses berbasis identitas (IAM), memungkinkan perusahaan melacak aktivitas mitra secara real-time dan membatasi akses sesuai kebutuhan yang spesifik.

Tantangan dan Solusi Implementasi

Dalam penerapan standar keamanan untuk mitra kerja, organisasi seringkali menghadapi berbagai hambatan. Beberapa mitra mungkin menunjukkan resistensi karena merasa persyaratan keamanan terlalu rumit atau membebani operasional mereka. Biaya tambahan untuk memenuhi standar juga kerap menjadi alasan penolakan, apalagi jika mitra merupakan perusahaan kecil dengan keterbatasan sumber daya. Di sisi lain, kurangnya pemahaman tentang pentingnya keamanan siber sering kali membuat mitra menganggap langkah-langkah tersebut berlebihan atau tidak relevan.

Untuk mengatasi tantangan ini, pendekatan kolaboratif menjadi solusi utama. Organisasi dapat membangun komunikasi yang transparan dan menjelaskan bahwa standar keamanan bukan sekadar formalitas, tetapi upaya bersama melindungi data dan keberlangsungan bisnis. Penerapan kebijakan secara bertahap, disertai panduan teknis dan pelatihan, dapat membantu mitra beradaptasi secara lebih nyaman. Memberikan insentif keamanan, seperti akses ke proyek tambahan atau sertifikasi kerja sama, juga bisa menjadi dorongan positif. Selain itu, penggunaan platform manajemen risiko pihak ketiga dapat membantu perusahaan memonitor, mengevaluasi, dan mengelola keamanan mitra secara efisien dan terukur.

Baca juga: Cara Implementasi ISO 27001 Memastikan Keamanan Data di Perusahaan

Kesimpulan

Menerapkan standar keamanan bagi mitra kerja bukan hanya langkah preventif, tetapi investasi strategis untuk menjaga integritas sistem dan reputasi bisnis di tengah meningkatnya ancaman siber. Dengan memastikan setiap pihak ketiga yang terlibat telah memenuhi standar yang ditetapkan, organisasi dapat meminimalkan risiko kebocoran data, gangguan operasional, hingga konsekuensi hukum. Dalam ekosistem digital yang saling terhubung, rantai suplai yang aman adalah bagian tak terpisahkan dari ketahanan siber perusahaan. Sudahkah mitra kerja Anda memenuhi standar keamanan yang sesuai? Saatnya evaluasi dan bertindak.