<img height="1" width="1" style="display:none" src="https://www.facebook.com/tr?id=2253229985023706&amp;ev=PageView&amp;noscript=1">

back to HRMI

Panduan Lengkap Backup dan Recovery Data untuk Kondisi Darurat

Read Time 8 mins | Written by: Nur Rachmi Latifa

Backup dan Recovery Data

Data telah menjadi aset vital yang menopang hampir seluruh aspek operasional bisnis, mulai dari layanan pelanggan hingga pengambilan keputusan strategis. Namun, data juga rentan terhadap berbagai risiko kehilangan, baik akibat bencana alam, kesalahan manusia, hingga serangan siber yang semakin canggih. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu dan organisasi untuk memahami konsep Backup Data—yaitu proses membuat salinan data penting—Backup dan Recovery Data, yang mencakup strategi pemulihan data agar tetap dapat diakses dan digunakan saat terjadi insiden. Artikel ini hadir untuk memberikan panduan lengkap dan praktis tentang cara membangun sistem backup dan recovery yang tangguh, sehingga Anda dapat menghadapi kondisi darurat tanpa kehilangan kendali atas data penting.

Backup vs Recovery: Apa Bedanya dan Mengapa Penting?

Backup dan recovery data adalah dua konsep yang saling berkaitan namun memiliki peran yang berbeda dalam menjaga keberlangsungan data. Backup data adalah proses membuat salinan cadangan dari data penting, yang disimpan di lokasi terpisah untuk melindungi informasi dari risiko kehilangan atau kerusakan. Salinan ini bisa berupa backup harian, mingguan, atau bahkan real-time, tergantung pada kebutuhan dan tingkat risiko organisasi. Backup harian biasanya digunakan untuk sistem yang aktif setiap hari, sedangkan backup mingguan lebih cocok untuk data yang tidak sering berubah. Real-time backup, di sisi lain, secara otomatis mencadangkan data setiap kali ada perubahan, memberikan tingkat perlindungan yang sangat tinggi.

Sementara itu, recovery data adalah proses mengembalikan data ke kondisi semula setelah terjadi insiden, seperti kegagalan sistem, bencana alam, atau serangan siber. Recovery yang efektif bergantung pada kualitas dan ketersediaan backup yang sudah dibuat sebelumnya. Inilah mengapa backup dan recovery harus direncanakan secara bersamaan—backup tanpa strategi recovery yang jelas hanya akan memperlambat proses pemulihan dan memperbesar potensi kerugian. Pemulihan data yang cepat dan tepat sasaran sangat krusial, terutama untuk sistem bisnis yang tidak bisa berhenti beroperasi terlalu lama.

Untuk merancang strategi backup dan recovery yang baik, penting memahami dua konsep utama: Recovery Time Objective (RTO) dan Recovery Point Objective (RPO). RTO mengacu pada seberapa cepat sistem dan data harus dipulihkan agar tidak mengganggu operasional, sedangkan RPO menunjukkan seberapa banyak data yang bisa ditoleransi untuk hilang sebelum berdampak signifikan. Misalnya, jika RTO Anda adalah 4 jam dan RPO Anda adalah 1 jam, maka Anda harus mampu mengembalikan sistem dalam waktu 4 jam setelah gangguan, dengan data yang paling baru minimal 1 jam sebelum insiden. Kedua metrik ini membantu organisasi menentukan frekuensi backup, jenis teknologi yang digunakan, dan sumber daya yang diperlukan untuk menjaga keamanan dan ketersediaan data secara optimal.

Baca juga: BYOD Policy: Menjaga Produktivitas Tanpa Mengorbankan Keamanan

Jenis-Jenis Metode Backup Data

Dalam menyusun strategi perlindungan data yang efektif, penting untuk memahami berbagai metode backup yang tersedia. Setiap metode memiliki cara kerja, kelebihan, dan kekurangan masing-masing. Dengan memilih metode yang tepat, organisasi dapat menyeimbangkan antara efisiensi penyimpanan, kecepatan backup, dan kemudahan pemulihan saat terjadi insiden. Berikut penjelasan lengkap mengenai empat metode backup data yang umum digunakan:

Full Backup

Full backup adalah metode yang mencadangkan seluruh data setiap kali proses backup dilakukan. Ini merupakan metode paling sederhana dan mudah untuk proses pemulihan karena semua data sudah terkumpul dalam satu set backup.
Kelebihan: Proses recovery sangat cepat dan mudah karena semua data ada dalam satu tempat.
Kekurangan: Membutuhkan ruang penyimpanan yang besar dan proses backup memakan waktu lama, terutama jika dilakukan secara rutin.

Incremental Backup

Incremental backup hanya mencadangkan data yang berubah sejak backup terakhir, baik itu full atau incremental. Artinya, setiap backup berikutnya akan menjadi lebih ringan dan cepat.
Kelebihan: Hemat ruang penyimpanan dan waktu saat proses backup berlangsung.
Kekurangan: Proses recovery bisa menjadi lebih kompleks dan memakan waktu karena membutuhkan file dari full backup serta semua incremental backup setelahnya.

Differential Backup

Differential backup mencadangkan semua data yang berubah sejak full backup terakhir, tanpa memperhatikan backup differential sebelumnya.
Kelebihan: Proses recovery lebih cepat daripada incremental karena hanya membutuhkan dua file: full backup dan satu differential backup terakhir.
Kekurangan: Semakin lama dari full backup terakhir, ukuran backup differential akan semakin besar dan prosesnya lebih lambat.

Snapshot Backup

Snapshot backup menangkap keadaan sistem atau file pada momen tertentu, sering digunakan dalam virtual machine dan sistem berbasis cloud. Snapshot bekerja secara instan dan sangat ringan.
Kelebihan: Cepat, efisien, dan sangat cocok untuk lingkungan virtual atau sistem dinamis.
Kekurangan: Biasanya tidak dimaksudkan untuk backup jangka panjang karena tergantung pada sistem penyimpanan tempat snapshot dibuat.

Dengan memahami perbedaan keempat metode ini, organisasi dapat merancang strategi backup yang sesuai dengan kebutuhan bisnis, kapasitas penyimpanan, dan kemampuan recovery saat krisis.

Media dan Lokasi Penyimpanan Backup

Memilih media dan lokasi penyimpanan backup yang tepat merupakan langkah krusial dalam memastikan keamanan dan ketersediaan data saat dibutuhkan. Tidak hanya memengaruhi kecepatan akses dan kemudahan pemulihan, pilihan media juga berdampak pada biaya operasional dan perlindungan terhadap risiko seperti pencurian, kerusakan perangkat, atau bencana alam. Secara umum, ada tiga jenis pendekatan penyimpanan backup yang umum digunakan: on-premise backup, cloud backup, dan hybrid backup. Berikut penjelasan lengkapnya beserta perbandingan dari sisi keamanan dan biaya:

On-Premise Backup

On-premise backup adalah metode penyimpanan data cadangan yang dilakukan di lokasi fisik perusahaan, menggunakan perangkat seperti NAS (Network-Attached Storage), tape backup, atau external hard drive. Solusi ini memberi kontrol penuh terhadap data dan perangkat keras.
Keamanan: Cukup aman jika dikombinasikan dengan enkripsi dan pembatasan akses, namun rentan terhadap bencana fisik seperti kebakaran atau banjir.
Biaya: Biaya awal tinggi untuk pembelian perangkat dan pemeliharaannya, tetapi tanpa biaya langganan bulanan.

Cloud Backup

Cloud backup menyimpan data cadangan secara online melalui penyedia layanan seperti Google Drive, AWS S3, atau Microsoft Azure. Data dikirim melalui internet dan disimpan di server pihak ketiga yang tersebar di berbagai lokasi.
Keamanan: Sangat tinggi jika menggunakan penyedia tepercaya dengan enkripsi end-to-end dan otentikasi multi-faktor. Namun, tetap bergantung pada kestabilan koneksi internet.
Biaya: Umumnya berbasis langganan atau pay-as-you-go, sehingga lebih fleksibel, namun dapat menjadi mahal jika volume data sangat besar.

Hybrid Backup

Hybrid backup menggabungkan keunggulan on-premise dan cloud backup, dengan menyimpan satu salinan data secara lokal dan satu lagi di cloud. Pendekatan ini menawarkan keseimbangan antara kecepatan akses lokal dan perlindungan off-site.
Keamanan: Sangat kuat karena memiliki redundansi di dua lokasi yang berbeda. Jika satu rusak, salinan lainnya tetap tersedia.
Biaya: Lebih tinggi karena melibatkan biaya perangkat lokal dan langganan cloud, namun sepadan dengan manfaat perlindungan yang lebih lengkap.

Memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing jenis media ini akan membantu organisasi dalam menentukan solusi backup yang tidak hanya aman, tetapi juga efisien secara biaya dan sesuai dengan kebutuhan bisnis jangka panjang.

Strategi Backup dan Recovery Data yang Efektif

Memiliki backup saja tidak cukup jika strategi pelaksanaannya tidak tepat. Untuk memastikan data benar-benar dapat dipulihkan saat dibutuhkan, diperlukan pendekatan sistematis yang mencakup teknik pencadangan, perlindungan data, dan proses uji pemulihan secara berkala. Strategi backup dan recovery yang efektif bertujuan untuk meminimalkan downtime, menghindari kehilangan data kritis, dan memastikan kontinuitas operasional bisnis. Berikut adalah empat elemen penting yang harus diterapkan:

Aturan 3-2-1 Backup Rule

Ini adalah prinsip dasar dalam dunia backup yang terbukti efektif: simpan 3 salinan data, gunakan 2 jenis media penyimpanan yang berbeda, dan pastikan 1 salinan disimpan di lokasi terpisah (off-site). Misalnya, satu salinan di laptop, satu di hard drive eksternal, dan satu lagi di cloud. Strategi ini memberikan lapisan perlindungan berlapis terhadap kerusakan perangkat, kesalahan manusia, atau bencana fisik.

Penjadwalan Backup Otomatis

Agar proses backup berjalan konsisten tanpa tergantung pada manusia, penjadwalan otomatis sangat penting. Backup otomatis dapat dikonfigurasi harian, mingguan, atau real-time, tergantung kebutuhan bisnis. Dengan sistem otomatis, risiko lupa backup atau backup tidak lengkap dapat diminimalkan, serta membantu memenuhi standar kepatuhan dan audit data.

Enkripsi dan Proteksi Akses

Backup harus dilindungi dengan enkripsi, baik saat data ditransfer (in transit) maupun saat disimpan (at rest), untuk mencegah penyalahgunaan oleh pihak tidak berwenang. Selain itu, akses ke file backup sebaiknya dibatasi hanya untuk pengguna yang memiliki otorisasi. Penggunaan multi-factor authentication (MFA) dan audit log juga disarankan untuk menjaga integritas dan keamanan backup.

Uji Coba Recovery Secara Berkala (Disaster Drill)

Backup tidak berarti apa-apa jika proses pemulihannya gagal. Karena itu, organisasi perlu secara rutin melakukan simulasi recovery (disaster drill) untuk menguji kecepatan dan keandalan proses pemulihan data. Ini juga membantu mengidentifikasi potensi celah atau kesalahan konfigurasi sebelum terjadi insiden sebenarnya.

Cara Menyusun Rencana Recovery Data Darurat

Menyusun rencana recovery data darurat dimulai dengan mengidentifikasi aset dan data penting yang memiliki dampak besar terhadap operasional bisnis, seperti database pelanggan, sistem keuangan, atau dokumen hukum. Setelah itu, dilakukan penilaian risiko untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan dan dampak dari kehilangan data tersebut, baik karena serangan siber, kerusakan sistem, maupun bencana fisik. Proses ini membantu menentukan prioritas pemulihan dan alokasi sumber daya saat krisis terjadi.

Langkah berikutnya adalah menyusun prosedur pemulihan secara rinci, mulai dari deteksi insiden, isolasi sistem terdampak, pemulihan dari backup, hingga pelaporan pasca-insiden. Semua tahapan ini harus terdokumentasi dengan baik agar bisa dijalankan dengan cepat dan konsisten. Selain itu, penting untuk menunjuk tim tanggap darurat IT yang bertanggung jawab atas koordinasi pemulihan, komunikasi internal, dan pengambilan keputusan kritis. Dengan adanya rencana yang matang dan tim yang siap, risiko gangguan bisnis akibat kehilangan data dapat ditekan secara signifikan.

Tips Backup Aman untuk Data Pribadi dan Kesalahan yang Harus Diwaspadai

Melindungi data pribadi memerlukan langkah proaktif, terutama karena banyak aktivitas harian kini bergantung pada perangkat digital. Salah satu langkah penting adalah mengaktifkan backup otomatis pada smartphone, sehingga data seperti kontak, foto, dan aplikasi penting tetap aman meskipun perangkat hilang atau rusak. Selain itu, pastikan untuk mencadangkan foto dan dokumen penting secara rutin, baik ke komputer maupun ke layanan cloud. Pilihlah cloud storage yang memiliki enkripsi end-to-end agar data tidak bisa diakses oleh pihak yang tidak berwenang. Terakhir, hindari kebiasaan hanya menyimpan backup di satu perangkat saja—selalu miliki salinan cadangan di lokasi lain untuk mengurangi risiko kehilangan total.

Namun, banyak orang tanpa sadar melakukan kesalahan yang justru membuat backup menjadi sia-sia. Salah satu yang paling umum adalah melakukan backup hanya satu kali dan tidak memperbaruinya secara rutin. Ini bisa berakibat fatal karena versi data yang dicadangkan bisa jadi sudah usang saat dibutuhkan. Menyimpan backup di lokasi yang sama dengan data asli juga merupakan kesalahan besar—jika terjadi bencana fisik seperti kebakaran atau banjir, keduanya bisa hilang sekaligus.

Selain itu, tidak menguji proses recovery secara berkala adalah kesalahan yang sering diabaikan. Banyak orang baru menyadari backup tidak berguna saat mereka gagal memulihkannya di saat krisis. Terakhir, tidak mengenkripsi data cadangan membuat backup rentan dibaca atau disalahgunakan jika jatuh ke tangan yang salah. Dengan menghindari kesalahan-kesalahan ini dan menerapkan tips backup yang tepat, Anda dapat memastikan data pribadi Anda tetap terlindungi kapanpun dibutuhkan.

Baca juga: Panduan Kebijakan Share File yang Aman untuk Perusahaan

Kesimpulan

Backup dan recovery data bukan sekadar langkah teknis, tetapi merupakan pondasi penting dalam menjaga kelangsungan bisnis dan perlindungan data pribadi di tengah risiko digital yang terus berkembang. Dengan menyusun strategi backup yang terencana dan recovery yang teruji, organisasi maupun individu dapat merespons insiden dengan cepat dan meminimalkan kerugian. Kini saatnya mengambil langkah proaktif—evaluasi sistem yang ada, identifikasi celah perlindungan, dan segera buat rencana backup yang andal sebelum terlambat.

Satu Solusi Kelola Keamanan Siber Karyawan Secara Simple & Otomatis

Nur Rachmi Latifa

Penulis yang berfokus memproduksi konten seputar Cybersecurity, Privacy dan Human Cyber Risk Management.