Human Risk Management Institute

Apa Jadinya Jika Lembaga Keuangan Abaikan Keamanan Siber?

Written by Nur Rachmi Latifa | 10 Jun 2025

Lembaga keuangan memainkan peran krusial sebagai penjaga stabilitas ekonomi sekaligus pengelola data finansial masyarakat. Setiap hari, jutaan transaksi digital diproses oleh bank, asuransi, fintech, dan institusi keuangan lainnya—membuat mereka menjadi target empuk bagi para pelaku kejahatan siber. Dalam konteks ini, keamanan siber bukan lagi sekadar aspek teknis tambahan, melainkan fondasi utama yang harus melekat dalam setiap proses dan layanan. Tanpa sistem perlindungan yang kuat, celah sekecil apa pun bisa dimanfaatkan untuk mencuri data, merusak reputasi, bahkan melumpuhkan operasional. Lalu, apa jadinya jika lembaga keuangan mengabaikan keamanan siber?

Kenapa Lembaga Keuangan Jadi Target Empuk Serangan Siber?

Lembaga keuangan menyimpan dan mengelola sejumlah besar data sensitif—mulai dari informasi pribadi nasabah, nomor rekening, hingga detail transaksi harian. Nilai ekonomi dari data-data ini sangat tinggi, menjadikannya incaran utama para pelaku kejahatan siber. Ketika data tersebut bocor atau jatuh ke tangan yang salah, dampaknya bisa sangat merugikan, baik bagi individu maupun institusi. Tak heran jika sektor ini menjadi salah satu target paling menggiurkan dalam peta serangan siber global.

Selain itu, infrastruktur digital di lembaga keuangan sangat kompleks dan saling terhubung—antara cabang, pusat data, lembaga regulator, hingga mitra pihak ketiga seperti fintech dan payment gateway. Koneksi yang luas ini membuka lebih banyak titik masuk (entry point) yang bisa dimanfaatkan oleh peretas untuk menyusup ke dalam sistem. Bahkan satu titik lemah saja, misalnya pada vendor atau koneksi API yang kurang aman, bisa membuka celah besar bagi serangan yang lebih luas.

Yang membuat situasinya semakin rumit, lembaga keuangan kini sangat bergantung pada teknologi untuk semua aspek operasional—dari layanan perbankan mobile, internet banking, hingga sistem core banking yang berjalan 24/7. Ketergantungan ini membuat waktu henti (downtime) akibat serangan siber bukan hanya mengganggu, tetapi bisa langsung berdampak pada kepercayaan publik dan kestabilan finansial. Di tengah lanskap digital yang terus berkembang, keamanan siber bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak.

Baca juga: Rekayasa AI: Tren Kejahatan Siber yang Mengancam Perbankan

Risiko Jika Keamanan Data Diabaikan

Ketika lembaga keuangan mengabaikan keamanan siber, konsekuensinya tidak hanya berdampak pada operasional internal, tetapi juga dapat menimbulkan krisis kepercayaan dan kerugian sistemik yang lebih luas. Berikut adalah empat risiko utama yang harus diwaspadai jika keamanan siber tidak menjadi prioritas utama.

Kehilangan data nasabah dan kebocoran informasi sensitif

Lembaga keuangan menyimpan berbagai informasi krusial, mulai dari identitas pribadi, detail rekening, riwayat transaksi, hingga dokumen pinjaman. Jika sistem keamanan lemah, data ini sangat mudah diakses oleh pihak yang tidak berwenang. Kebocoran data bukan hanya berdampak pada kerugian individu, tetapi juga membuka peluang kejahatan lanjutan seperti pemalsuan identitas, penipuan, dan pemerasan. Selain itu, regulasi seperti UU PDP mewajibkan perlindungan data, sehingga kebocoran bisa berujung pada sanksi hukum.

Kerugian finansial akibat penipuan, ransomware, dan pencurian

Serangan siber sering kali berujung pada kerugian finansial langsung. Dalam kasus ransomware, misalnya, pelaku bisa mengunci sistem kritikal dan menuntut tebusan dalam jumlah besar. Di sisi lain, serangan seperti Business Email Compromise (BEC) dan social engineering bisa menipu karyawan untuk mentransfer dana ke rekening penjahat. Dampak finansial ini bisa menguras dana operasional dan merusak struktur keuangan lembaga dalam waktu singkat.

Kehilangan kepercayaan publik dan reputasi lembaga

Di industri keuangan, kepercayaan adalah segalanya. Ketika nasabah mengetahui bahwa data mereka tidak aman atau dana mereka bisa hilang karena sistem yang rentan, mereka tidak akan ragu untuk berpindah ke lembaga lain yang lebih terpercaya. Reputasi yang rusak sangat sulit untuk diperbaiki, dan dampaknya bisa berlangsung lama. Bahkan satu insiden bisa mencoreng citra institusi secara nasional, terutama jika kasus tersebut mendapat sorotan media.

Ancaman pada stabilitas sistem keuangan nasional

Lembaga keuangan bukan hanya entitas bisnis, tetapi juga bagian dari sistem keuangan nasional. Jika satu bank besar mengalami serangan siber yang signifikan, efek domino bisa terjadi—mengganggu transaksi lintas lembaga, menurunkan kepercayaan investor, dan memicu kekhawatiran publik. Dalam skala besar, ini bisa mempengaruhi stabilitas ekonomi dan memerlukan intervensi dari otoritas moneter atau pemerintah. Oleh karena itu, keamanan siber bukan hanya tanggung jawab internal, tetapi juga bagian dari ketahanan nasional.

Studi Kasus: Serangan Siber terhadap Lembaga Keuangan

Beberapa tahun terakhir, industri keuangan global diguncang oleh berbagai serangan siber yang menunjukkan betapa rapuhnya sistem digital, bahkan di institusi yang tampak kuat dan memiliki infrastruktur canggih. Salah satu insiden yang mencolok terjadi pada tahun 2024, ketika sebuah bank di Arkansas, Amerika Serikat, mengalami pelanggaran data besar yang mengakibatkan 7,6 juta informasi pribadi nasabah terekspos di dark web. Serangan ini dilakukan oleh kelompok ransomware LockBit 3.0 yang menargetkan data sensitif seperti nama, nomor Jaminan Sosial, rekening bank, tanggal lahir, dan kontak pribadi. Kasus ini tidak hanya memicu kepanikan publik, tetapi juga memaksa bank tersebut untuk memberikan layanan pemantauan kredit dan perlindungan identitas sebagai upaya pemulihan kepercayaan.

Di tingkat nasional, serangan siber juga terjadi pada salah satu bank syariah besar di Indonesia pada Mei 2023, yang menyebabkan gangguan signifikan pada layanan mobile banking dan ATM selama beberapa hari. Serangan ini diduga dilakukan oleh kelompok ransomware yang berhasil mengenkripsi sistem internal dan mencuri data nasabah, termasuk informasi pribadi dan riwayat transaksi. Para pelaku bahkan mengancam akan membocorkan data tersebut ke publik jika tuntutan tebusan tidak dipenuhi. Meskipun pihak bank telah melakukan langkah pemulihan sistem dan memperkuat keamanan pasca insiden, peristiwa ini menyoroti kerentanan sistem digital di sektor keuangan serta pentingnya peningkatan kesadaran dan kesiapsiagaan terhadap serangan siber. Kasus ini juga menegaskan peran krusial regulator dalam memastikan perlindungan konsumen dan penegakan standar keamanan data di industri perbankan.

Dari berbagai kasus tersebut, kita dapat menarik pelajaran penting bahwa ancaman siber di sektor keuangan bukan lagi risiko yang bersifat teoritis, melainkan realitas yang bisa terjadi kapan saja dan pada siapa saja. Sistem yang kompleks dan bergantung pada teknologi harus dibarengi dengan pendekatan holistik—meliputi pembaruan sistem, pelatihan sumber daya manusia, serta budaya sadar risiko yang kuat. Lembaga keuangan tidak hanya perlu menanggapi insiden setelah terjadi, tetapi juga membangun ketahanan sejak dini sebagai bentuk investasi jangka panjang demi melindungi kepercayaan nasabah dan stabilitas institusi.

Peran Regulasi dan Standar dalam Meningkatkan Keamanan Siber

Dalam menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks, regulasi dan standar keamanan informasi memainkan peran penting sebagai fondasi perlindungan yang terukur dan konsisten. Standar internasional seperti ISO 27001 memberikan kerangka kerja sistematis untuk mengelola risiko keamanan informasi secara menyeluruh—mulai dari kebijakan, proses, hingga tanggung jawab personel. Di tingkat nasional, Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) mengatur kewajiban lembaga dalam menjaga data pribadi masyarakat, termasuk mekanisme pelaporan insiden, persetujuan pemrosesan data, dan sanksi atas pelanggaran. Regulasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) juga turut mengatur keamanan sistem TI dan tata kelola risiko siber sebagai bagian dari manajemen risiko operasional lembaga keuangan.

Bagi lembaga keuangan di Indonesia, kepatuhan terhadap regulasi ini bukan sekadar formalitas administratif, melainkan kewajiban hukum dan reputasional. Kegagalan memenuhi standar dapat berujung pada sanksi, kerugian finansial, bahkan hilangnya kepercayaan publik. Lebih dari itu, compliance yang kuat menciptakan sistem pertahanan berlapis yang dapat mencegah insiden siber sebelum terjadi dan mempercepat respons saat insiden benar-benar terjadi. Dengan mengikuti regulasi dan standar secara konsisten, lembaga keuangan tidak hanya melindungi aset dan data nasabah, tetapi juga memperkuat posisi mereka sebagai institusi yang profesional dan bertanggung jawab dalam ekosistem digital.

Upaya Proaktif Lembaga Keuangan dalam Menghadapi Serangan Siber

Dalam menghadapi ancaman siber yang terus berkembang, lembaga keuangan tidak bisa lagi bersikap reaktif. Diperlukan langkah proaktif dan menyeluruh untuk membangun sistem pertahanan yang tangguh—baik dari sisi teknologi maupun sumber daya manusia. Berikut empat langkah utama yang dapat diambil oleh lembaga keuangan, lengkap dengan dukungan solusi yang ditawarkan oleh SiberMate untuk memperkuat keamanan siber secara berkelanjutan:

Membangun Budaya Kesadaran Siber (cyber awareness)

Langkah pertama dan paling mendasar adalah membentuk budaya sadar risiko di seluruh tingkatan organisasi. Karyawan—dari level operasional hingga eksekutif—harus memahami peran mereka dalam menjaga keamanan data dan mengenali potensi ancaman seperti phishing, social engineering, atau kebocoran data internal. SiberMate menyediakan program security awareness yang dirancang khusus untuk industri keuangan, dengan materi yang disesuaikan berdasarkan tingkat risiko dan jabatan, termasuk konten interaktif, video edukatif, dan kuis berbasis kasus nyata.

Implementasi Teknologi Keamanan

Perlindungan teknis yang kuat adalah fondasi dari sistem keamanan siber. Lembaga keuangan wajib mengimplementasikan firewall yang diperbarui, sistem deteksi dan pencegahan intrusi (IDS/IPS), serta enkripsi data yang sesuai standar industri. Namun, teknologi saja tidak cukup jika tidak dibarengi dengan pengelolaan dan pengawasan yang tepat. Di sinilah SiberMate membantu dengan integrasi kebijakan keamanan (policy management) serta sistem pemantauan ancaman melalui fitur breach monitoring yang dapat mendeteksi indikasi kebocoran data sejak dini.

Simulasi Serangan & Pelatihan Keamanan untuk Karyawan

Menghadapi serangan siber bukan hanya soal teori, tetapi juga kesiapan dalam praktik. Simulasi phishing dan pelatihan berbasis skenario nyata membantu karyawan mengenali taktik pelaku dan merespons dengan cepat. SiberMate menawarkan fitur automated phishing simulation yang dapat dikustomisasi, dilengkapi pelaporan performa per individu atau divisi, sehingga tim keamanan dapat secara aktif mengevaluasi dan meningkatkan ketahanan manusia sebagai garis pertahanan pertama.

Audit Keamanan dan Pemantauan secara Berkala

Langkah proaktif lainnya adalah melakukan audit sistem keamanan secara rutin, termasuk review konfigurasi TI, pengecekan akses, dan evaluasi kontrol internal. Selain itu, pemantauan risiko secara terus-menerus sangat penting untuk mengidentifikasi celah sebelum dieksploitasi. Melalui fitur human risk reporting, SiberMate memberikan data analitik terperinci terkait tingkat risiko per individu maupun organisasi, memungkinkan manajemen mengambil keputusan berbasis data untuk mengarahkan upaya mitigasi secara lebih efektif.

Baca juga: Kenapa Data Bank Bisa Bocor? Ini Penyebab Umumnya

Kesimpulan

Mengabaikan keamanan siber di lembaga keuangan bukanlah pilihan, terutama di tengah meningkatnya kompleksitas ancaman digital yang dapat menyerang kapan saja dan dari mana saja. Setiap celah yang dibiarkan terbuka bisa berujung pada kerugian besar—baik secara finansial, reputasi, maupun kepercayaan publik. Karena itu, membangun sistem keamanan yang kokoh dan berkelanjutan harus menjadi prioritas utama. SiberMate hadir sebagai solusi komprehensif untuk membantu lembaga keuangan meningkatkan kesiapan menghadapi serangan siber, mulai dari pelatihan kesadaran, simulasi phishing, hingga pemantauan risiko manusia secara real-time. Kini saatnya bertindak, bukan menunggu sampai insiden terjadi—karena investasi dalam keamanan hari ini adalah perlindungan bagi kelangsungan bisnis di masa depan.