<img height="1" width="1" style="display:none" src="https://www.facebook.com/tr?id=2253229985023706&amp;ev=PageView&amp;noscript=1">

back to HRMI

10 Kejahatan Siber yang Paling Sering Menyerang Perusahaan

Read Time 10 mins | 22 Des 2025 | Written by: Nur Rachmi Latifa

Kejahatan Siber

Di tengah pesatnya transformasi digital, kejahatan siber telah menjadi ancaman nyata bagi setiap perusahaan, tak peduli besar atau kecil. Dari pencurian data hingga pemerasan digital, pelaku siber kini menggunakan taktik yang semakin canggih untuk mengecoh karyawan dan membobol sistem keamanan. Dampaknya tidak hanya pada kerugian finansial, tetapi juga pada reputasi dan kepercayaan pelanggan. Karena itu, memahami jenis-jenis serangan siber yang paling sering menargetkan perusahaan menjadi langkah awal yang penting untuk membangun pertahanan yang lebih kuat.

Ancaman Kejahatan Siber yang Mengintai Perusahaan di Era Digital

Di era digital, hampir setiap perusahaan bergantung pada sistem informasi untuk menjalankan operasional bisnisnya. Namun, di balik kemudahan ini, terdapat ancaman serius yang terus mengintai yaitu kejahatan siber. Serangan siber kini tidak hanya dilakukan oleh individu iseng, tetapi juga oleh kelompok terorganisir dengan tujuan finansial, politik, bahkan sabotase bisnis. Mereka menggunakan berbagai metode untuk mengecoh karyawan, membobol sistem keamanan, dan mencuri data berharga yang menjadi aset penting bagi perusahaan.

Berdasarkan laporan Kaspersky Asia Pacific Cyber Insights 2024, lebih dari 70% organisasi di Asia Tenggara telah mengalami kebocoran data atau serangan siber, menunjukkan bahwa sektor perusahaan menjadi salah satu target paling rentan di kawasan ini. Selain itu, data dari Kominfo mencatat lebih dari 29 juta upaya serangan siber terjadi di Indonesia sepanjang 2023, dengan sebagian besar menargetkan sektor bisnis dan layanan publik — menunjukkan betapa seriusnya ancaman digital terhadap perusahaan. Dampaknya bisa sangat merugikan, mulai dari kehilangan data pelanggan, gangguan operasional, hingga rusaknya reputasi perusahaan di mata publik. Untuk itu, memahami bentuk-bentuk serangan yang umum terjadi menjadi langkah awal penting dalam memperkuat pertahanan digital bisnis. Berikut adalah 10 kejahatan siber yang paling sering menyerang perusahaan, lengkap dengan penjelasan dan langkah pencegahannya.

Baca juga: Human Vulnerabilities: Celah Terbesar dalam Serangan Malware Modern

1. Phishing: Penipuan Digital yang Menargetkan Karyawan

Phishing merupakan salah satu bentuk kejahatan siber paling sering menyerang perusahaan, karena memanfaatkan kelemahan manusia, bukan sistem. Penyerang biasanya mengirimkan email atau pesan yang tampak sah seolah berasal dari bank, vendor, atau bahkan rekan kerja untuk memancing korban agar mengklik tautan atau memberikan data pribadi. Begitu korban lengah dan mengisi data di situs palsu, kredensial penting seperti kata sandi atau informasi keuangan bisa dicuri dalam hitungan detik.

Serangan ini kerap tampak meyakinkan karena menggunakan logo, gaya bahasa, atau alamat email yang menyerupai sumber asli. Bahkan satu klik pada lampiran atau tautan palsu dapat membuka celah bagi peretas untuk mengakses jaringan internal perusahaan.
Contoh nyata:
Karyawan menerima email seolah dari HRD yang meminta login ulang ke portal gaji. Setelah memasukkan kredensial di situs palsu, data langsung disalahgunakan oleh penyerang.

Cara mencegah phishing:

  • Latih karyawan untuk mengenali tanda-tanda email mencurigakan.
  • Gunakan otentikasi multi-faktor (MFA) untuk semua akun penting.
  • Pastikan domain email perusahaan aman dan tidak mudah dipalsukan.

2. Ransomware: Data Perusahaan Disandera

Ransomware merupakan bentuk serangan siber yang sangat merugikan karena menyandera data perusahaan dengan cara mengenkripsinya, lalu meminta tebusan (ransom) agar data bisa dibuka kembali. Begitu sistem terinfeksi, seluruh file penting bisa terkunci, membuat aktivitas operasional berhenti total. Banyak pelaku ransomware menargetkan perusahaan karena mereka tahu data bisnis bernilai tinggi dan waktu henti operasional berarti kerugian besar.

Serangan jenis ini terus berkembang dengan varian seperti WannaCry, LockBit, dan Conti, yang pernah melumpuhkan rumah sakit, lembaga pemerintahan, hingga institusi keuangan di seluruh dunia. Dalam banyak kasus, korban yang membayar tebusan pun tidak selalu mendapatkan datanya kembali, karena penyerang bisa tetap menyimpan salinan data tersebut.
Contoh kasus:
Serangan ransomware WannaCry dan LockBit pernah mematikan sistem rumah sakit dan institusi keuangan di berbagai negara.

Dampak bagi perusahaan:

  • Gangguan operasional selama berhari-hari.
  • Kehilangan data penting yang tidak dapat dipulihkan.
  • Kerugian finansial dan reputasi yang signifikan.

Langkah pencegahan:

  • Lakukan backup data rutin di lokasi dan server terpisah.
  • Gunakan endpoint protection serta lakukan patch software secara berkala.
  • Edukasi karyawan agar tidak sembarangan membuka lampiran atau tautan mencurigakan.

3. Malware: Ancaman di Balik File dan Aplikasi

Malware atau malicious software merupakan salah satu bentuk kejahatan siber paling umum dan berbahaya bagi perusahaan. Jenisnya beragam mulai dari virus, trojan, hingga spyware yang dirancang untuk menyusup ke sistem, merusak data, mencuri informasi, atau bahkan mengambil kendali penuh atas perangkat korban. Banyak serangan malware dimulai dari hal sederhana seperti membuka lampiran email, mengklik tautan tidak aman, atau menggunakan perangkat USB yang sudah terinfeksi tanpa disadari.

Ketika malware berhasil masuk, dampaknya bisa sangat luas. Sistem komputer bisa melambat, data sensitif bocor tanpa jejak, dan jaringan internal perusahaan bisa sepenuhnya dikendalikan oleh penyerang. Serangan semacam ini sering kali berlangsung diam-diam selama berbulan-bulan sebelum terdeteksi, sehingga kerugiannya sulit diukur secara langsung.
Cara penyebaran:
Melalui file lampiran email, tautan tidak aman, atau perangkat USB yang terinfeksi.

Dampaknya:

  • Sistem komputer melambat atau crash.
  • Data sensitif dicuri secara diam-diam.
  • Sistem keamanan internal dapat diambil alih oleh penyerang.

Langkah pencegahan:

  • Gunakan antivirus dan EDR yang selalu diperbarui.
  • Batasi hak akses pengguna hanya sesuai kebutuhan pekerjaan.
  • Edukasi karyawan untuk tidak menginstal software dari sumber tidak resmi.

4. DDoS: Serangan yang Melumpuhkan Layanan Online

Serangan Distributed Denial of Service (DDoS) menjadi salah satu ancaman paling mengganggu bagi perusahaan yang bergantung pada layanan digital. Dalam serangan ini, penyerang membanjiri server atau jaringan dengan lalu lintas palsu dari ribuan perangkat yang dikendalikan secara bersamaan, hingga sistem tak mampu merespons permintaan normal pengguna. Akibatnya, situs web, aplikasi, atau layanan online perusahaan menjadi lambat, bahkan tidak bisa diakses sama sekali.

DDoS sering digunakan bukan hanya untuk mengacaukan operasional, tetapi juga sebagai bentuk pemerasan digital. Beberapa pelaku menuntut pembayaran agar serangan dihentikan, sementara yang lain melakukannya untuk menjatuhkan reputasi kompetitor atau melancarkan gangguan politik. Perusahaan yang tidak memiliki sistem perlindungan memadai bisa kehilangan pelanggan dalam hitungan jam.
Tujuan utama:
Mengganggu operasional, menjatuhkan reputasi, atau memeras perusahaan agar membayar supaya sistem kembali normal.

Cara mengatasinya:

  • Gunakan Content Delivery Network (CDN) untuk menyerap trafik berlebih.
  • Terapkan firewall dan sistem deteksi anomali jaringan untuk mengenali serangan sejak dini.
  • Siapkan incident response plan khusus DDoS agar tim bisa merespons cepat tanpa menghentikan layanan.

5. Man-in-the-Middle (MitM): Penyadapan Komunikasi Rahasia

Serangan Man-in-the-Middle (MitM) adalah bentuk kejahatan siber di mana penyerang menyusup di antara dua pihak yang sedang berkomunikasi tanpa disadari oleh keduanya. Dalam konteks perusahaan, serangan ini dapat terjadi ketika karyawan mengakses sistem internal melalui jaringan yang tidak aman, seperti Wi-Fi publik di kafe atau bandara. Penyerang kemudian dapat menyadap, memodifikasi, atau bahkan mengarahkan ulang data yang dikirim, termasuk informasi login, data pelanggan, atau transaksi keuangan.

Jenis serangan ini berbahaya karena sering kali tidak menimbulkan gejala mencurigakan di awal—semua komunikasi tampak berjalan normal, padahal data sedang disadap di tengah jalan. Serangan MitM kerap digunakan untuk mencuri kredensial, mengubah instruksi pembayaran, atau melakukan spoofing terhadap situs perusahaan.
Tujuannya:
Mencuri data seperti kredensial login, informasi kartu, atau mengubah pesan yang dikirim.

Contoh:
Serangan di Wi-Fi publik yang tidak terenkripsi, di mana hacker dapat memantau dan memanipulasi lalu lintas data pengguna.

Pencegahan:

  • Gunakan VPN saat mengakses jaringan publik.
  • Terapkan SSL/TLS encryption untuk semua komunikasi perusahaan.
  • Gunakan otentikasi ganda (MFA) untuk setiap akses sensitif agar data tetap aman.

6. SQL Injection: Celah di Aplikasi Web

SQL Injection adalah jenis serangan yang memanfaatkan celah keamanan pada aplikasi web untuk menyisipkan perintah atau kode SQL berbahaya. Ketika input dari pengguna (seperti kolom login atau formulir pencarian) tidak divalidasi dengan baik, penyerang dapat memanipulasi kueri database dan mendapatkan akses ke data sensitif milik perusahaan. Dengan teknik ini, peretas bisa membaca, mengubah, bahkan menghapus seluruh isi database — mulai dari data pelanggan hingga catatan transaksi penting.

Serangan ini sering terjadi pada sistem yang tidak memiliki lapisan keamanan input atau masih menggunakan kode lama yang rentan. Bagi perusahaan, dampaknya bisa fatal: data pelanggan bocor, catatan transaksi diubah, dan reputasi merek rusak di mata publik. Karena itu, keamanan aplikasi web harus menjadi prioritas utama dalam setiap pengembangan sistem.
Dampaknya:

  • Pencurian data pelanggan.
  • Pengubahan data transaksi.
  • Potensi kehilangan kepercayaan dari pengguna.

Cara mencegah:

  • Gunakan parameterized query dan lakukan validasi input secara ketat.
  • Rutin lakukan penetration testing untuk mengidentifikasi celah.
  • Terapkan patch keamanan terbaru pada aplikasi web secara berkala.

7. Zero-Day Exploit: Serangan Sebelum Patch Dirilis

Zero-day exploit adalah salah satu jenis serangan paling berbahaya di dunia siber. Serangan ini terjadi ketika penyerang menemukan dan memanfaatkan celah keamanan (vulnerability) pada perangkat lunak sebelum pengembang menyadarinya atau merilis patch perbaikan. Karena belum ada solusi resmi, serangan ini sering kali tidak terdeteksi oleh antivirus atau sistem keamanan tradisional, sehingga pelaku memiliki kesempatan besar untuk menyusup dan menguasai sistem target.

Serangan zero-day umumnya digunakan dalam Advanced Persistent Threat (APT) — serangan siber tingkat lanjut yang menargetkan lembaga penting seperti bank, pemerintahan, atau perusahaan besar. Dampaknya bisa meluas, mulai dari pencurian data rahasia hingga sabotase sistem operasional.
Risiko tinggi:
Zero-day sering digunakan dalam serangan tingkat lanjut (APT) yang menargetkan institusi besar seperti bank atau pemerintahan.

Langkah mitigasi:

  • Gunakan sistem deteksi ancaman berbasis AI untuk mengenali pola anomali.
  • Lakukan update otomatis dan pemantauan sistem secara terus-menerus.
  • Terapkan kebijakan least privilege access agar dampak serangan tetap terbatas jika terjadi pelanggaran.

8. Identity Theft & Impersonation: Pencurian Identitas Digital

Identity theft atau pencurian identitas digital terjadi ketika penyerang mengambil alih identitas seseorang, baik karyawan maupun pimpinan perusahaan untuk melakukan penipuan atau mengakses sistem secara tidak sah. Bentuk serangan ini sering kali melibatkan impersonation, yaitu upaya meniru gaya komunikasi, email, atau profil media sosial seseorang agar terlihat meyakinkan. Tujuannya bisa beragam seperti mencuri dana, mendapatkan akses ke informasi rahasia, atau merusak reputasi perusahaan.

Serangan ini sangat berbahaya karena memanfaatkan unsur kepercayaan antar individu dalam organisasi. Banyak kasus di mana karyawan tertipu karena yakin sedang berkomunikasi dengan atasan atau mitra resmi. Karena itu, perusahaan perlu menanamkan budaya verifikasi ganda sebelum mengambil keputusan penting, terutama terkait keuangan atau data sensitif.
Contoh:
Peretas berpura-pura menjadi direktur keuangan dan meminta staf melakukan transfer dana mendesak melalui email atau pesan instan.

Cara mencegah:

  • Gunakan verifikasi dua langkah (2FA) untuk semua transaksi penting.
  • Terapkan kebijakan verify-before-action sebelum menindaklanjuti instruksi finansial.
  • Lindungi identitas digital perusahaan, termasuk domain, akun email, dan media sosial resmi.

9. Insider Threats: Ancaman dari Dalam Organisasi

Tidak semua ancaman siber datang dari luar karena sebagian justru berasal dari dalam organisasi sendiri. Insider threats terjadi ketika karyawan, kontraktor, atau mantan pegawai menyalahgunakan akses yang mereka miliki untuk mencuri data, membocorkan informasi rahasia, atau bahkan merusak sistem internal. Serangan semacam ini sulit dideteksi karena pelakunya memiliki legitimasi akses dan memahami cara kerja sistem perusahaan dengan baik.

Ancaman dari dalam tidak selalu bermotif jahat; beberapa kasus terjadi karena kelalaian atau kurangnya kesadaran keamanan. Namun, akibatnya tetap bisa fatal — mulai dari kebocoran data pelanggan hingga gangguan operasional besar. Oleh karena itu, perusahaan perlu membangun budaya keamanan yang kuat dan menggabungkan pendekatan teknologi serta edukasi perilaku.
Motif umum:

  • Balas dendam terhadap perusahaan.
  • Faktor keuangan atau tekanan eksternal.
  • Kelalaian akibat human error atau kurangnya awareness.

Langkah pencegahan:

  • Terapkan kontrol akses berbasis peran (RBAC) agar hak akses sesuai kebutuhan.
  • Lakukan monitoring aktivitas pengguna internal secara rutin dan transparan.
  • Edukasi karyawan tentang tanggung jawab keamanan informasi dan etika penggunaan data.

10. Serangan Berbasis AI dan Deepfake: Manipulasi Generasi Baru

Kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI) tidak hanya membawa manfaat bagi bisnis, tetapi juga membuka peluang baru bagi pelaku kejahatan siber. Saat ini, AI digunakan untuk menciptakan serangan yang lebih halus, canggih, dan sulit dideteksi, salah satunya melalui deepfake — teknologi yang mampu memanipulasi video, foto, atau suara agar menyerupai seseorang secara sangat meyakinkan. Dalam konteks perusahaan, deepfake dapat digunakan untuk menipu karyawan, mengelabui sistem keamanan, atau bahkan memanipulasi opini publik.

Ancaman berbasis AI ini termasuk kategori baru dalam dunia siber karena menargetkan aspek kepercayaan manusia. Serangan bisa berupa video palsu dari eksekutif perusahaan, panggilan suara tiruan yang memerintahkan transaksi, atau email dengan gaya komunikasi yang identik dengan pimpinan. Kesadaran dan verifikasi menjadi kunci utama untuk melindungi perusahaan dari manipulasi digital semacam ini.
Contoh kasus:
Seorang CEO palsu menelepon staf keuangan menggunakan suara deepfake untuk meminta transfer dana dalam jumlah besar.

Cara mengantisipasi:

  • Verifikasi ulang semua perintah penting melalui kanal komunikasi resmi.
  • Gunakan teknologi deteksi deepfake dan sistem validasi identitas berbasis AI.
  • Lakukan edukasi berkala agar karyawan mampu mengenali tanda-tanda konten digital palsu.

Baca juga: 7 Bias Psikologis yang Membuat Korban Mudah Terjebak Online Scam

Kesimpulan

Kejahatan siber terhadap perusahaan kini berkembang semakin kompleks, mulai dari phishing sederhana hingga serangan berbasis AI yang mampu menipu dengan sangat meyakinkan. Namun, ancaman ini dapat diminimalkan jika perusahaan membangun budaya keamanan yang kuat melalui edukasi karyawan, penerapan kebijakan yang disiplin, serta penggunaan teknologi proteksi yang andal. Keamanan siber bukan hanya tanggung jawab tim IT, melainkan seluruh karyawan di setiap lini organisasi. Dengan menjalankan pelatihan keamanan siber dan simulasi phishing secara berkala, perusahaan dapat meningkatkan kesadaran, memperkuat pertahanan digital, dan menjaga keberlangsungan bisnis di tengah lanskap ancaman yang terus berubah.

Satu Solusi Kelola Keamanan Siber Karyawan Secara Simple & Otomatis

Nur Rachmi Latifa

Penulis yang berfokus memproduksi konten seputar Cybersecurity, Privacy dan Human Cyber Risk Management.

WhatsApp Icon Mira