5 Kelompok Masyarakat yang Paling Mudah Diserang Hacker
Read Time 6 mins | 05 Agu 2025 | Written by: Nur Rachmi Latifa

Di era digital saat ini, serangan hacker bukan lagi ancaman yang hanya menghantui perusahaan besar atau institusi pemerintah. Siapa pun bisa menjadi target, termasuk individu dalam kehidupan sehari-hari. Namun, tak semua orang memiliki tingkat perlindungan dan kewaspadaan yang sama. Beberapa kelompok masyarakat justru lebih rentan terhadap kejahatan siber karena keterbatasan pengetahuan, akses, atau kebiasaan daring yang kurang aman. Oleh karena itu, edukasi dan perlindungan siber menjadi sangat penting, terutama bagi kelompok-kelompok yang rawan agar mereka tidak menjadi korban berikutnya dalam serangan digital yang semakin canggih.
Mengapa Beberapa Kelompok Lebih Rentan terhadap Serangan Hacker
Beberapa kelompok masyarakat terbukti lebih rentan terhadap serangan hacker karena beberapa faktor mendasar seperti rendahnya literasi digital, kebiasaan online yang kurang aman, serta minimnya penggunaan teknologi pelindung. Menurut hasil riset dari LLDIKTI Wilayah V, Indonesia masih memiliki tingkat literasi siber yang lemah, sehingga masyarakat mudah menjadi korban kejahatan digital, termasuk penipuan online dan pencurian data. Banyak orang belum memahami pentingnya perlindungan seperti penggunaan kata sandi yang kuat atau verifikasi dua langkah, yang sebenarnya merupakan langkah awal untuk menjaga keamanan digital.
Kebiasaan digital juga turut memperbesar risiko. Misalnya, generasi muda seperti remaja memang aktif menggunakan internet dan media sosial, namun kesadarannya terhadap keamanan masih rendah. Berdasarkan penelitian yang dipublikasikan oleh STISIPOL Dharma Wacana, sekitar 54% remaja belum memahami pentingnya penggunaan autentikasi dua faktor (2FA), dan hanya sekitar 38–42% yang benar-benar menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini memperlihatkan adanya kesenjangan antara pengetahuan dan tindakan nyata dalam menjaga keamanan digital.
Lebih jauh lagi, Indonesia juga menghadapi tingginya angka kejahatan siber. Menurut data dari jurnal STIA Yappim Makassar, Indonesia mencatat lebih dari 86.000 kasus phishing hanya dalam satu tahun dan menjadi negara dengan kasus tertinggi kedua di Asia Tenggara. Hal ini menunjukkan bahwa banyak masyarakat masih belum siap menghadapi serangan digital yang semakin kompleks. Oleh karena itu, penting untuk mengenali siapa saja yang termasuk dalam kelompok masyarakat paling rentan terhadap serangan ini. Selanjutnya, mari kita bahas satu per satu dalam bagian berikut: Inilah 5 Kelompok Masyarakat yang Paling Mudah Diserang Hacker.
Baca juga: Social Engineering: Hacker Tak Perlu Retas Sistem, Cukup Pikiranmu
1. Anak-anak dan Remaja
Anak-anak dan remaja merupakan kelompok yang sangat aktif di dunia digital, terutama di media sosial. Mereka menghabiskan banyak waktu untuk berinteraksi di platform seperti TikTok, Instagram, dan YouTube, namun sering kali tanpa pemahaman yang memadai tentang risiko keamanan yang mengintai. Kurangnya kesadaran terhadap pentingnya menjaga informasi pribadi membuat mereka lebih mudah terjebak dalam jebakan hacker, seperti membagikan data sensitif tanpa sadar atau mengklik tautan berbahaya.
Data dari UNICEF 2016 menunjukkan bahwa sekitar 41–50% remaja Indonesia pernah mengalami perundungan siber, sementara laporan KPAI mencatat ribuan kasus cyberbullying yang menimpa pelajar sekolah setiap tahunnya. Ini membuktikan bahwa kelompok usia muda sangat rentan terhadap berbagai bentuk ancaman digital, mulai dari penipuan online hingga pencurian identitas. Tanpa edukasi dan pendampingan dari orang tua atau pihak sekolah, anak-anak dan remaja akan terus menjadi target empuk dalam dunia siber yang semakin kompleks.
2. Lansia
Kelompok lansia termasuk salah satu yang paling rentan terhadap serangan hacker dan penipuan digital karena keterbatasan pemahaman terhadap teknologi. Banyak dari mereka tidak terbiasa menggunakan perangkat digital secara aktif, sehingga belum memiliki pengetahuan dasar mengenai keamanan siber, seperti mengenali situs palsu, email mencurigakan, atau pentingnya menjaga informasi pribadi. Dalam banyak kasus, lansia juga tidak terbiasa menggunakan pengamanan tambahan seperti verifikasi dua langkah atau aplikasi pengelola kata sandi.
Selain itu, lansia cenderung lebih mudah mempercayai informasi yang diterima secara online, terutama jika dikemas secara meyakinkan. Hal ini dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan digital untuk menjalankan skema penipuan seperti investasi bodong, undian palsu, hingga pinjaman online ilegal. Dengan pendekatan yang persuasif dan iming-iming keuntungan cepat, para pelaku berhasil menjerat banyak korban dari kelompok ini. Tanpa adanya pendampingan dari keluarga dan edukasi yang tepat, lansia berisiko besar mengalami kerugian finansial yang signifikan akibat kejahatan siber.
3. Individu dengan Literasi Digital Rendah
Individu dengan literasi digital rendah merupakan sasaran empuk bagi para hacker karena sering kali tidak memiliki pemahaman dasar mengenai keamanan dunia maya. Mereka mungkin tidak tahu cara membuat kata sandi yang kuat dan unik, atau bahkan menggunakan kata sandi yang sama untuk semua akun. Hal ini membuat akun mereka sangat mudah dibobol. Selain itu, mereka jarang memperbarui sistem keamanan perangkat, tidak menggunakan antivirus, dan sering kali tidak menyadari pentingnya pengamanan tambahan seperti autentikasi dua faktor.
Sikap kurang waspada ini juga terlihat dari kebiasaan mereka yang sering mengklik tautan mencurigakan yang diterima melalui email, WhatsApp, atau media sosial. Tanpa kemampuan untuk mengenali potensi penipuan, mereka rentan menjadi korban serangan phishing, penyebaran malware, hingga pencurian data pribadi. Dalam banyak kasus, serangan semacam ini tidak hanya merugikan secara pribadi, tetapi juga dapat membahayakan data tempat kerja atau organisasi jika individu tersebut terhubung dengan sistem internal. Edukasi keamanan digital yang berkelanjutan menjadi sangat penting untuk melindungi kelompok ini.
4. Pelaku UMKM
Pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sering kali beroperasi dengan anggaran terbatas, sehingga aspek keamanan IT jarang menjadi prioritas utama. Banyak UMKM belum memiliki tim khusus atau infrastruktur teknologi yang cukup untuk mendeteksi dan menangkal ancaman siber. Padahal, di era digital saat ini, pelaku UMKM juga mengandalkan sistem online seperti e-commerce, aplikasi kasir, atau penyimpanan data pelanggan yang semuanya rentan diserang jika tidak dilindungi dengan baik.
Tanpa sistem pertahanan siber yang memadai, UMKM sangat rentan menjadi korban serangan seperti ransomware yang dapat mengunci seluruh data bisnis hingga pelaku membayar tebusan. Selain itu, serangan DDoS juga bisa melumpuhkan situs usaha secara tiba-tiba, membuat pelanggan kehilangan kepercayaan. Yang paling berbahaya adalah pencurian data pelanggan, karena selain berdampak hukum, hal ini juga bisa merusak reputasi bisnis secara permanen. Maka dari itu, pelaku UMKM perlu mulai mengalokasikan sebagian anggaran untuk edukasi dan perlindungan keamanan siber, sekecil apa pun skalanya.
5. Pekerja Remote
Pekerja remote atau yang bekerja dari jarak jauh sering kali mengandalkan jaringan Wi-Fi rumah atau bahkan Wi-Fi publik saat bekerja, tanpa dilengkapi dengan perlindungan tambahan seperti VPN. Ini membuka celah besar bagi peretas untuk menyusup ke dalam koneksi dan mengakses data sensitif yang sedang dikirim atau diterima. Ditambah lagi, banyak pekerja remote yang menggunakan perangkat pribadi untuk keperluan pekerjaan tanpa standar keamanan yang memadai, seperti sistem enkripsi, firewall, atau pembaruan keamanan terbaru.
Kurangnya kontrol keamanan pada perangkat kerja juga menjadi titik lemah utama. Tidak adanya kebijakan keamanan dari perusahaan yang secara ketat mengatur penggunaan perangkat atau akses ke sistem internal membuat pekerja remote lebih mudah menjadi pintu masuk bagi hacker. Akibatnya, bukan hanya data pribadi yang terancam, tapi juga informasi penting milik perusahaan, seperti dokumen internal, data pelanggan, atau akses sistem operasional. Jika tidak dikelola dengan baik, risiko ini dapat menyebabkan kebocoran data berskala besar yang merugikan banyak pihak.
Dampak Serangan Siber terhadap Kelompok Rentan
Dampak serangan siber terhadap kelompok rentan bisa sangat merugikan, baik secara finansial, emosional, maupun reputasi. Misalnya, lansia yang tertipu investasi bodong bisa kehilangan tabungan pensiun dalam hitungan menit, atau UMKM yang terkena serangan ransomware bisa terpaksa menghentikan operasional karena data penting terkunci. Bagi individu, pencurian data pribadi dapat berujung pada penyalahgunaan identitas yang sulit dipulihkan, sementara bagi bisnis kecil, satu serangan siber saja bisa menggerus kepercayaan pelanggan secara permanen.
Selain kerugian materi, dampak emosional seperti stres, rasa malu, hingga kehilangan rasa aman juga sangat nyata. Contohnya, seorang remaja korban cyberbullying bisa mengalami tekanan psikologis yang serius dan berdampak pada kesehatannya. Atau pekerja remote yang tak sengaja membuka jalan masuk bagi hacker ke sistem kantor bisa merasa bersalah dan khawatir kehilangan pekerjaan. Serangan siber bukan hanya soal teknis, tapi juga soal dampak nyata yang bisa dirasakan langsung oleh korban, apalagi mereka yang memang tidak siap secara digital.
Cara Melindungi Diri dari Ancaman Hacker
Untuk menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks, setiap individu dan kelompok masyarakat perlu mengambil langkah nyata dalam melindungi diri dari serangan hacker. Berikut adalah beberapa cara efektif yang dapat diterapkan untuk meningkatkan keamanan digital sehari-hari:
Tingkatkan Edukasi Keamanan Digital
Langkah pertama dan paling mendasar adalah memahami dasar-dasar keamanan siber. Edukasi ini mencakup mengenali jenis-jenis serangan seperti phishing, malware, atau ransomware, serta bagaimana cara menghindarinya. Dengan pemahaman yang cukup, seseorang akan lebih waspada dalam beraktivitas online dan tidak mudah terjebak pada tautan mencurigakan atau permintaan informasi palsu. Edukasi ini sangat penting diterapkan secara berkelanjutan di lingkungan keluarga, sekolah, maupun tempat kerja.
Gunakan Perangkat Keamanan Sejak Dini
Mengaktifkan autentikasi dua faktor (2FA), menggunakan antivirus terpercaya, serta selalu mengakses internet melalui jaringan aman atau VPN, adalah langkah-langkah teknis yang sangat efektif dalam melindungi data pribadi maupun profesional. Penggunaan password yang kuat dan unik untuk setiap akun juga wajib dilakukan agar tidak mudah diretas. Kombinasi perlindungan teknis ini bisa menjadi lapisan pertahanan awal yang sangat krusial untuk mencegah serangan siber.
Terapkan Tips Khusus untuk Setiap Kelompok
Setiap kelompok memiliki kebutuhan perlindungan yang berbeda. Anak-anak dan remaja perlu didampingi orang tua saat online dan diajari untuk tidak mudah membagikan informasi pribadi. Lansia sebaiknya diberikan panduan sederhana tentang cara mengenali penipuan daring. UMKM harus mulai mengalokasikan dana meskipun kecil untuk sistem keamanan dasar, seperti backup data otomatis dan firewall. Pekerja remote harus dibekali dengan panduan keamanan kerja jarak jauh serta perangkat kerja yang sudah dikonfigurasi secara aman oleh perusahaan. Pendekatan yang sesuai konteks akan jauh lebih efektif dalam menciptakan perlindungan menyeluruh.
Dengan menerapkan langkah-langkah sederhana namun tepat sasaran, setiap kelompok masyarakat dapat memperkuat pertahanan digitalnya dan terhindar dari ancaman hacker yang semakin canggih.
Baca juga: Bukan Cuma Orang Tua, Sekarang Gen Z Juga Diincar Hacker
Kesimpulan
Lima kelompok masyarakat dalam artikel ini yang terdiri dari anak-anak dan remaja, lansia, individu dengan literasi digital rendah, pelaku UMKM, dan pekerja remote, merupakan pihak-pihak yang membutuhkan perhatian ekstra dalam menghadapi ancaman hacker. Kerentanan mereka bukan hanya soal teknis, tetapi juga menyangkut minimnya edukasi dan perlindungan yang memadai. Untuk membangun ketahanan siber yang kuat, diperlukan kolaborasi yang solid antara pemerintah, penyedia teknologi, dan masyarakat itu sendiri. Hanya dengan sinergi tersebut, kita bisa menciptakan lingkungan digital yang lebih aman dan inklusif bagi semua kalangan.