<img height="1" width="1" style="display:none" src="https://www.facebook.com/tr?id=2253229985023706&amp;ev=PageView&amp;noscript=1">

back to HRMI

8 Modus Penipuan Online yang Lagi Marak di 2025 – Waspada!

Read Time 8 mins | 01 Jul 2025 | Written by: Nur Rachmi Latifa

Modus Penipuan Online

Tahun 2025 menjadi saksi semakin canggihnya modus penipuan online yang memanfaatkan kemajuan teknologi, kelengahan pengguna, serta celah keamanan digital yang sering luput dari perhatian. Tak sedikit orang yang menjadi korban, kehilangan data pribadi hingga uang dalam jumlah besar karena terjebak rayuan, tekanan, atau manipulasi psikologis yang dirancang dengan sangat meyakinkan oleh para pelaku. Di tengah arus digital yang makin deras dan cepat, penting bagi kita untuk mengenali berbagai taktik yang kerap digunakan agar bisa lebih waspada, mengambil langkah pencegahan yang tepat, dan tidak mudah menjadi sasaran kejahatan siber. Dalam artikel ini, Anda akan menemukan 8 modus penipuan online yang sedang marak di tahun 2025, lengkap dengan ciri-ciri dan tips praktis untuk menghindarinya.

Mengapa Modus Penipuan Online Semakin Marak di 2025

Di tahun 2025, perkembangan teknologi digital semakin pesat. Hampir semua aspek kehidupan kini terhubung dengan internet—mulai dari belanja online, layanan perbankan digital, hingga aktivitas sehari-hari seperti membayar tagihan atau memesan transportasi. Kemudahan ini memang membawa banyak manfaat, tetapi di sisi lain juga membuka celah bagi pelaku kejahatan siber untuk melancarkan aksinya. Akses yang semakin luas berarti semakin banyak pula pintu masuk bagi modus penipuan online untuk menjebak korban.

Sayangnya, masih banyak pengguna yang belum memiliki literasi digital yang memadai. Mereka belum memahami cara membedakan situs atau pesan yang sah dengan yang palsu, serta belum mengetahui pentingnya menjaga kerahasiaan data pribadi seperti OTP, PIN, dan informasi login. Ketiadaan edukasi dasar ini membuat masyarakat lebih rentan menjadi target empuk penipu, terlebih jika mereka tidak terbiasa memverifikasi informasi yang diterima secara kritis.

Selain celah teknis, pelaku penipuan juga sangat lihai memanfaatkan kelemahan psikologis manusia. Dengan cara membangun rasa takut, tergesa-gesa, atau bahkan harapan palsu, mereka mampu memanipulasi korban agar menyerahkan informasi sensitif atau mentransfer uang tanpa berpikir panjang. Karena itu, penting untuk mengenali lebih dalam bagaimana cara kerja para pelaku ini. Mari kita bahas satu per satu dalam daftar 8 modus penipuan online yang perlu diwaspadai.

Baca juga: AI Jadi Senjata Pemerasan Digital, Indonesia Harus Waspada

1.  Menggunakan Identitas Palsu

Salah satu modus penipuan online yang paling umum di tahun 2025 adalah penggunaan identitas palsu. Pelaku kerap menyamar sebagai pihak yang terlihat meyakinkan, seperti perwakilan instansi pemerintah, bank, layanan pelanggan, atau bahkan selebritas populer. Dengan memanfaatkan nama besar atau kredibilitas lembaga tertentu, penipu menciptakan ilusi kepercayaan agar calon korban tidak curiga saat diajak berinteraksi atau diminta memberikan informasi pribadi.

Tanda-tanda identitas palsu bisa dikenali dari beberapa hal, seperti nama akun yang terlihat janggal atau menggunakan ejaan mirip aslinya, foto profil yang tampak hasil edit atau dicomot dari internet, serta akun yang baru dibuat dan belum memiliki riwayat aktivitas yang jelas. Jika tidak teliti, korban bisa dengan mudah tertipu karena tampilan luar akun tampak sah. Karena itu, penting untuk selalu memverifikasi keaslian identitas pengirim sebelum memberikan respon apa pun.

2. Iming-Iming Hadiah Menggiurkan

Modus penipuan dengan iming-iming hadiah menggiurkan masih menjadi salah satu taktik favorit para pelaku di tahun 2025. Penipu biasanya mengirimkan pesan berisi kabar bahwa Anda memenangkan undian, mendapatkan transfer uang hadiah, atau terpilih sebagai pemenang dari sebuah program promosi yang terdengar meyakinkan. Tujuannya jelas: memancing rasa senang dan penasaran agar korban tanpa pikir panjang mengikuti instruksi selanjutnya—mulai dari mengisi data pribadi hingga mentransfer sejumlah uang sebagai “biaya administrasi”.

Ciri utama dari modus ini adalah tawaran yang terlalu bagus untuk jadi kenyataan. Hadiah bernilai fantastis datang tanpa sebab yang logis, sering kali disertai dengan tautan atau situs yang tidak resmi dan tampak mencurigakan. Beberapa bahkan menggunakan domain palsu yang menyerupai nama merek terkenal. Karena itu, penting untuk selalu skeptis terhadap tawaran yang datang tiba-tiba dan terlalu muluk, apalagi jika diminta memberikan data pribadi atau melakukan pembayaran terlebih dahulu.

3. Tekanan Bertindak Cepat (Urgency)

Modus penipuan dengan tekanan untuk bertindak cepat atau urgency—sering dimanfaatkan pelaku untuk membuat korban panik dan bertindak tanpa berpikir panjang. Biasanya penipu mengirim pesan yang berisi ancaman, seperti pemblokiran akun bank, akun media sosial, atau layanan digital lainnya jika tidak segera mengambil tindakan. Dalam beberapa kasus, mereka juga menciptakan situasi darurat palsu, misalnya denda yang harus dibayar dalam waktu sangat singkat, agar korban merasa terdesak dan langsung mengikuti instruksi.

Ciri khas dari modus ini adalah penggunaan elemen waktu yang menekan, seperti hitung mundur, batas waktu dalam beberapa menit, atau pernyataan bahwa "ini kesempatan terakhir." Dalam kondisi panik, banyak orang cenderung mengabaikan logika dan langsung merespons, padahal inilah celah yang diincar oleh pelaku. Karena itu, saat menerima pesan yang terkesan mendesak, penting untuk berhenti sejenak, memverifikasi sumbernya, dan tidak langsung mengambil tindakan apa pun sebelum benar-benar yakin.

4. Meminta Informasi Pribadi Sensitif

Salah satu ciri utama modus penipuan online adalah permintaan informasi pribadi yang sangat sensitif, seperti OTP (One Time Password), PIN, password akun, atau nomor rekening bank. Biasanya, pelaku berpura-pura sebagai pihak resmi seperti customer service dari bank, e-commerce, atau layanan digital tertentu. Mereka akan menyusun narasi yang tampak meyakinkan, misalnya untuk keperluan verifikasi data, pengembalian dana, atau pembekuan akun, lalu secara halus maupun agresif meminta korban memberikan data tersebut.

Taktik ini sangat berbahaya karena begitu korban memberikan informasi yang diminta, pelaku bisa langsung mengambil alih akun, mencuri dana, atau menyalahgunakan akses tersebut untuk aksi lanjutan. Penipu sering memanfaatkan tekanan emosional atau berpura-pura bersikap membantu agar korban merasa nyaman dan menurunkan kewaspadaan. Perlu diingat: institusi resmi tidak pernah meminta data rahasia melalui pesan atau telepon, jadi setiap permintaan semacam itu sebaiknya langsung dicurigai dan diabaikan.

5. Bahasa Tidak Profesional

Salah satu tanda paling mudah dikenali dari modus penipuan online adalah penggunaan bahasa yang tidak profesional. Pesan yang dikirim pelaku sering kali penuh dengan kesalahan ketik (typo), susunan kalimat yang membingungkan, atau terjemahan yang terasa janggal karena menggunakan alat penerjemah otomatis. Meskipun isi pesannya terlihat penting, gaya bahasanya justru menjadi petunjuk bahwa pesan tersebut tidak berasal dari sumber resmi.

Instansi atau perusahaan resmi umumnya sangat menjaga kredibilitas komunikasi mereka, termasuk dalam hal penggunaan tata bahasa yang baik dan benar. Jadi, jika Anda menerima pesan yang mengaku dari bank, marketplace, atau institusi besar namun bahasanya amburadul dan terlihat asal-asalan, besar kemungkinan itu adalah upaya penipuan. Ketelitian dalam membaca dan mengenali kualitas komunikasi bisa menjadi langkah awal untuk melindungi diri dari jebakan siber.

6. Permintaan Pembayaran Tidak Wajar

Modus penipuan online yang melibatkan permintaan pembayaran tidak wajar sering kali muncul dalam konteks transaksi e-commerce palsu, donasi fiktif, atau program yang mengatasnamakan lembaga sosial. Pelaku biasanya meminta korban untuk mentransfer sejumlah uang ke rekening pribadi, bukan atas nama perusahaan resmi, atau melalui platform pembayaran yang tidak kredibel dan sulit dilacak. Hal ini sengaja dilakukan agar uang yang sudah ditransfer tidak bisa ditelusuri kembali jika terjadi penipuan.

Tanda-tanda lainnya adalah tekanan untuk segera membayar sebelum informasi lebih lanjut diberikan, atau janji bahwa pembayaran akan "dikembalikan" setelah proses selesai. Dalam banyak kasus, penipu juga menyebutkan bahwa metode pembayaran resmi sedang bermasalah, dan menyarankan cara alternatif yang mencurigakan. Jika Anda diminta mentransfer dana ke rekening pribadi dalam transaksi yang seharusnya profesional, itu sebaiknya menjadi alarm peringatan untuk menghentikan komunikasi dan melakukan verifikasi langsung ke sumber resmi.

7. Informasi Kontak Tidak Jelas

Salah satu indikator kuat bahwa Anda sedang berhadapan dengan modus penipuan online adalah ketika informasi kontak yang disediakan terlihat tidak jelas atau meragukan. Pelaku sering kali mencantumkan alamat email yang menggunakan domain gratisan seperti @gmail.com, alih-alih domain resmi perusahaan. Dalam beberapa kasus, mereka bahkan tidak mencantumkan alamat fisik atau nomor telepon yang bisa diverifikasi. Link yang disertakan juga sering mengarah ke situs tiruan dengan tampilan mirip aslinya, namun alamat domainnya aneh dan mudah terlewatkan jika tidak diperiksa dengan saksama.

Untuk menghindari jebakan semacam ini, selalu lakukan verifikasi langsung ke situs atau kontak resmi dari instansi yang bersangkutan. Misalnya, jika seseorang mengaku dari sebuah bank atau e-commerce, Anda bisa mengecek informasi kontak resmi mereka di website atau akun media sosial yang sudah terverifikasi. Jangan mudah percaya hanya karena logo atau nama brand digunakan—penipu sangat mahir meniru tampilan untuk meyakinkan korban. Kewaspadaan terhadap detail kecil seperti alamat email atau tautan situs bisa menjadi penyelamat dari potensi penipuan.

8. Manipulasi Psikologis (Social Engineering)

Manipulasi psikologis atau social engineering adalah teknik penipuan yang mengandalkan pendekatan emosional untuk mendapatkan kepercayaan korban. Pelaku biasanya menyamar sebagai orang yang familiar—seperti atasan di kantor, teman lama, atau petugas customer service dari institusi resmi. Mereka akan membangun narasi yang masuk akal dan menyentuh sisi emosional korban, seperti meminta bantuan mendesak, berbagi kabar penting, atau menawarkan solusi atas masalah yang tidak pernah ada sebelumnya.

Tujuan utama dari taktik ini adalah membuat korban merasa nyaman dan percaya, sehingga bersedia memberikan informasi pribadi atau mengikuti instruksi tertentu tanpa curiga. Karena korban merasa mengenal atau menghormati sosok yang menyamar tersebut, kewaspadaan pun menurun drastis. Inilah mengapa social engineering sangat efektif dan berbahaya—penipuan terjadi bukan karena korban lengah secara teknis, tetapi karena berhasil dimanipulasi secara emosional. Kuncinya adalah jangan langsung percaya, dan selalu validasi identitas pengirim lewat jalur komunikasi yang bisa dipastikan keasliannya.

Tips Mencegah Jadi Korban Modus Penipuan Online

Untuk melindungi diri dari modus penipuan online yang makin marak di tahun 2025, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menjaga kerahasiaan informasi penting. Jangan pernah membagikan OTP, PIN, password, atau detail akun ke siapa pun, bahkan jika mereka mengaku dari pihak resmi. Lembaga yang sah tidak akan pernah meminta informasi tersebut melalui pesan teks, telepon, atau email. Menjaga informasi pribadi seperti ini adalah benteng pertama dalam mencegah penyalahgunaan akses.

Selain itu, biasakan untuk selalu memverifikasi informasi sebelum mengambil keputusan apa pun. Jika Anda menerima pesan yang tampak mencurigakan—baik dalam bentuk undangan, peringatan, atau tawaran hadiah—luangkan waktu untuk mengecek ke sumber resmi terlebih dahulu. Jangan terburu-buru menanggapi, terutama jika ada tekanan waktu. Banyak penipuan terjadi karena korban merasa tergesa-gesa dan tidak sempat berpikir jernih. Kejelian dalam mengecek nomor pengirim, domain situs, atau gaya bahasa yang digunakan bisa menjadi kunci untuk mendeteksi kejanggalan.

Langkah teknis lainnya yang tak kalah penting adalah mengaktifkan fitur keamanan tambahan seperti two-factor authentication (2FA), notifikasi login, dan alert transaksi pada akun penting Anda. Dengan fitur-fitur ini, Anda akan segera mengetahui jika ada aktivitas mencurigakan. Selain itu, hindari membuka tautan dari sumber tidak dikenal atau mengunduh file sembarangan yang bisa saja mengandung malware. Kesadaran digital dan kehati-hatian dalam setiap klik adalah senjata utama agar tetap aman di dunia maya yang penuh jebakan.

Apa yang Harus Dilakukan Jika Sudah Terlanjur Jadi Korban?

Jika Anda sudah terlanjur menjadi korban modus penipuan online, jangan panik. Ada beberapa langkah penting yang harus segera dilakukan untuk meminimalkan kerugian dan mencegah penipuan lanjutan. Berikut adalah tindakan yang perlu Anda ambil:

  • Segera hubungi pihak bank atau platform terkait.
    Laporkan penipuan secepat mungkin agar akun atau transaksi bisa dibekukan sebelum kerugian makin besar. Semakin cepat Anda bertindak, semakin besar peluang dana bisa diamankan.
  • Blokir akses ke akun atau perangkat.
    Ganti semua password penting, aktifkan fitur keamanan tambahan seperti 2FA, dan keluarkan sesi login dari semua perangkat. Jika perlu, gunakan antivirus untuk memeriksa perangkat Anda.
  • Laporkan ke pihak berwenang (Kominfo, BSSN).
    Buat laporan resmi lengkap dengan bukti seperti tangkapan layar, nomor penipu, dan kronologi kejadian. Ini penting untuk membantu investigasi dan mempersempit ruang gerak pelaku.
  • Edukasi orang sekitar.
    Bagikan pengalaman Anda kepada keluarga, teman, atau rekan kerja agar mereka tidak ikut menjadi korban. Pencegahan bisa dimulai dari kesadaran bersama akan pola penipuan yang sama.

Dengan mengambil langkah cepat dan tepat, Anda bisa meminimalkan kerugian dan mencegah penipuan lanjutan. Ingat, kewaspadaan dan edukasi adalah kunci utama dalam menghadapi maraknya modus penipuan online di era digital ini.

Baca juga: Social Engineering: Hacker Tak Perlu Retas Sistem, Cukup Pikiranmu

Kesimpulan

Modus penipuan online terus berkembang dan bisa menargetkan siapa saja, tanpa memandang usia, profesi, atau tingkat pendidikan. Dengan mengenali pola-pola umum yang sering digunakan pelaku dan meningkatkan kewaspadaan dalam setiap aktivitas digital, kita bisa mengurangi risiko menjadi korban dan menjaga keamanan data pribadi. Jangan ragu untuk membagikan artikel ini kepada orang-orang di sekitar Anda, agar semakin banyak yang terlindungi dari ancaman penipuan online yang semakin canggih.

Satu Solusi Kelola Keamanan Siber Karyawan Secara Simple & Otomatis

Nur Rachmi Latifa

Penulis yang berfokus memproduksi konten seputar Cybersecurity, Privacy dan Human Cyber Risk Management.

Floating WhatsApp Button - Final Code (Text Box Smaller All)
WhatsApp Icon Mira