<img height="1" width="1" style="display:none" src="https://www.facebook.com/tr?id=2253229985023706&amp;ev=PageView&amp;noscript=1">

back to HRMI

AI Facebook Minta Unggah Foto: Inovasi atau Ancaman Privasi?

Read Time 6 mins | 23 Jul 2025 | Written by: Nur Rachmi Latifa

AI Facebook

Facebook memperkenalkan fitur baru berbasis kecerdasan buatan (AI) yang meminta pengguna untuk memberikan izin mengunggah foto dari kamera ponsel mereka ke cloud, dengan tujuan memberikan saran kolase, rekap momen, dan ide konten lainnya secara otomatis. Meskipun fitur ini terdengar inovatif dan praktis, muncul pertanyaan besar yang tidak bisa diabaikan: apakah ini murni bentuk kemajuan teknologi untuk meningkatkan pengalaman pengguna, atau justru langkah yang berpotensi mengancam privasi dan kendali atas data pribadi?

Apa Itu Fitur AI Facebook yang Baru?

Fitur AI terbaru dari Facebook muncul saat pengguna ingin membuat Story, di mana platform menampilkan pop-up yang meminta izin untuk melakukan “cloud processing.” Jika pengguna menyetujuinya, Facebook akan secara otomatis mengunggah sebagian media dari galeri ponsel ke cloud—bukan hanya foto atau video yang sebelumnya pernah diunggah ke Facebook. Proses ini diklaim dilakukan untuk membantu AI dalam membuat saran konten, seperti kolase otomatis, rekap momen penting, atau ide Story yang relevan berdasarkan waktu, lokasi, dan tema dari foto.

Yang membedakan fitur ini adalah sumber datanya: bukan dari unggahan pengguna di Facebook, melainkan langsung dari kamera ponsel, termasuk file yang belum pernah dipublikasikan. Meskipun Meta menegaskan bahwa hanya pengguna yang dapat melihat saran-saran tersebut dan bahwa data tidak digunakan untuk iklan, permintaan akses semacam ini memicu pertanyaan penting tentang sejauh mana perusahaan teknologi boleh menyentuh data pribadi demi alasan “kenyamanan.”

Baca juga: Deepfake Tanpa Delay: Tren AI yang Menakutkan

Bagaimana AI Facebook Mengolah Data?

Saat pengguna memberikan izin, Facebook akan mengunggah sebagian media dari galeri ponsel ke cloud untuk diproses oleh sistem AI mereka. Proses ini tidak hanya melibatkan gambar atau video itu sendiri, tetapi juga mencakup metadata penting seperti waktu pengambilan, lokasi, hingga tema visual dari foto. AI kemudian menganalisis informasi ini untuk menyusun saran konten yang dianggap relevan, misalnya momen liburan, ulang tahun, atau aktivitas harian, yang bisa dibentuk menjadi kolase atau recap otomatis.

Meta menyatakan bahwa data yang dikumpulkan melalui fitur ini tidak akan digunakan untuk tujuan iklan atau penargetan komersial. Mereka juga menekankan bahwa semua saran yang muncul hanya bisa dilihat oleh pengguna itu sendiri. Namun, banyak pihak tetap menyimpan kekhawatiran, karena walaupun tidak digunakan secara langsung untuk iklan, data semacam ini tetap berpotensi dimanfaatkan dalam pengembangan model AI yang lebih besar, terutama jika tidak ada transparansi penuh mengenai masa penyimpanan atau akses internal.

Yang patut dicatat, fitur ini bersifat opsional. Pengguna diberi kebebasan untuk tidak menyetujui pop-upallow cloud processing” dan masih bisa menggunakan fitur Story seperti biasa. Bahkan setelah menyetujui, pengguna tetap dapat menonaktifkan fitur kapan saja melalui pengaturan. Meski begitu, dalam praktiknya banyak pengguna mungkin melewatkan detail penting ini karena tampilan antarmuka yang mendorong persetujuan cepat tanpa penjelasan rinci, sebuah pola yang kerap ditemui dalam desain privasi platform digital.

Inovasi: Manfaat dan Kemudahan yang Ditawarkan

Fitur AI Facebook yang meminta izin untuk mengakses foto pengguna tentu tidak hanya menimbulkan kekhawatiran, tetapi juga menawarkan sejumlah manfaat yang patut dipertimbangkan. Dari sisi inovasi, Facebook berupaya memberikan pengalaman yang lebih personal, praktis, dan relevan melalui pemanfaatan kecerdasan buatan. Berikut adalah beberapa kemudahan yang ditawarkan oleh fitur ini:

Personalisasi Konten Otomatis

Dengan AI yang mampu membaca metadata seperti waktu, lokasi, dan tema, Facebook dapat menyarankan konten yang terasa lebih personal dan sesuai dengan kebiasaan pengguna. Misalnya, foto-foto dari akhir pekan akan dikenali sebagai momen khusus dan bisa diproses menjadi cerita singkat atau highlight otomatis. Ini memungkinkan pengguna untuk tetap aktif berbagi tanpa harus menyusun konten satu per satu secara manual.

Rekomendasi Kolase, Recap Perjalanan, dan Lainnya

AI Facebook mampu menyarankan pembuatan kolase foto atau video recap dari sebuah perjalanan atau acara tertentu, meski pengguna belum mengunggah konten tersebut secara langsung ke platform. Proses ini membuat pengguna bisa lebih cepat mengabadikan dan membagikan momen spesial secara estetis dan ringkas, tanpa memerlukan aplikasi tambahan untuk mengedit atau menyusun ulang konten mereka.

Ringkasan Pesan

Inovasi ini tidak berdiri sendiri. Meta juga mulai menerapkan fitur serupa di WhatsApp, di mana AI digunakan untuk meringkas pesan yang belum dibaca dalam satu chat. Dengan pendekatan yang mereka sebut sebagai "Private Processing", pengguna bisa memahami konteks percakapan lebih cepat tanpa harus menggulir satu per satu. Ini mencerminkan tren besar di Meta dalam memanfaatkan AI untuk efisiensi sambil tetap berusaha menjaga privasi sebagai prioritas.

Ancaman: Di Mana Letak Risiko Privasi?

Di balik kemudahan yang ditawarkan fitur AI Facebook, tersimpan sejumlah risiko privasi yang perlu dicermati pengguna secara kritis. Inovasi berbasis kecerdasan buatan memang menjanjikan efisiensi, tetapi proses di baliknya melibatkan data pribadi yang sangat sensitif. Berikut adalah beberapa potensi ancaman yang perlu diperhatikan:

Digunakan untuk Pelatihan AI

Meskipun Meta mengklaim bahwa foto yang diunggah melalui fitur ini tidak akan digunakan untuk iklan, banyak pihak khawatir bahwa data tersebut tetap bisa dimanfaatkan untuk melatih model AI di masa depan. Ini berarti sistem bisa belajar dari kebiasaan pengguna, wajah mereka, hingga konteks situasional dalam foto, tanpa transparansi penuh soal bagaimana data tersebut diproses atau disimpan. Ketika data pribadi digunakan untuk kepentingan pengembangan teknologi tanpa kendali pengguna, batas antara inovasi dan eksploitasi menjadi kabur.

Risiko Penyimpanan & Akses Tidak Sah

Karena seluruh proses berlangsung di cloud, ada potensi risiko terkait penyimpanan jangka panjang dan kemungkinan akses oleh pihak-pihak yang tidak berwenang. Meski Meta menjanjikan keamanan dan integritas data, riwayat insiden kebocoran data di berbagai platform menunjukkan bahwa sistem penyimpanan cloud tetap rentan terhadap pelanggaran keamanan, baik dari luar maupun dalam. Tanpa informasi yang jelas mengenai berapa lama data disimpan dan siapa yang memiliki akses, pengguna sulit merasa sepenuhnya aman.

Pengenalan Wajah & Profiling Perilaku

Fitur ini juga membuka potensi AI untuk mengenali wajah dalam foto dan mempelajari pola perilaku pengguna dari waktu ke waktu. Misalnya, seberapa sering seseorang bepergian, dengan siapa mereka biasa bersama, dan jenis aktivitas yang mereka lakukan. Informasi ini, jika dianalisis secara terus-menerus, bisa membentuk profil digital yang sangat rinci tentang seseorang. Profil semacam ini dapat disalahgunakan jika jatuh ke tangan yang salah atau digunakan untuk kepentingan yang tidak diungkapkan kepada pengguna secara terbuka.

Transparansi dan Batasan: Cukupkah Meta Menjaga Privasi?

Meta menyatakan bahwa foto-foto yang diunggah melalui fitur cloud processing ini tidak digunakan untuk melatih model AI mereka. Pernyataan ini seolah ingin meredam kekhawatiran publik tentang penyalahgunaan data pribadi. Selain itu, Meta menegaskan bahwa fitur ini masih dalam tahap awal dan hanya tersedia untuk pengguna di Amerika Serikat dan Kanada. Pengguna juga diberikan pilihan untuk menonaktifkan fitur kapan saja, sehingga secara teknis, kontrol tetap berada di tangan pengguna.

Namun, pernyataan ini belum menjawab pertanyaan yang lebih dalam yaitu “berapa lama data pengguna disimpan di cloud dan siapa saja yang memiliki akses terhadapnya?” Tidak ada informasi yang cukup rinci tentang sistem pengelolaan data di balik fitur ini. Kurangnya transparansi ini membuka ruang kekhawatiran bahwa meskipun tidak digunakan untuk pelatihan AI, data tetap bisa tersimpan dalam waktu yang tidak ditentukan atau digunakan untuk keperluan lain yang tidak sepenuhnya dijelaskan kepada pengguna. Transparansi yang lebih mendalam seharusnya menjadi bagian dari komitmen perusahaan terhadap perlindungan privasi.

Studi Kasus Global: Ketika Privasi Jadi Taruhan

Kasus di Brasil menunjukkan bagaimana kekhawatiran terhadap privasi bisa langsung berdampak pada operasional teknologi besar. Pada Juli 2024, Meta terpaksa menangguhkan penggunaan alat generatif AI mereka di negara tersebut setelah pemerintah Brasil menyoroti potensi pelanggaran privasi. Meskipun fitur yang ditawarkan serupa dengan yang ada di negara lain, otoritas lokal menilai bahwa pengguna belum sepenuhnya memahami konsekuensi dari izin data yang mereka berikan. Kejadian ini menegaskan bahwa tidak semua negara menerima pendekatan “opt-in” Meta tanpa kritik.

Di Eropa, perhatian terhadap privasi bahkan lebih ketat. Pemerintah Jerman menyerukan agar aplikasi buatan DeepSeek, perusahaan AI asal Tiongkok, dihapus dari App Store dan Google Play karena mentransfer data pengguna—termasuk teks, lokasi, dan file pribadi ke server di China. Uni Eropa menilai hal ini melanggar prinsip GDPR karena tidak ada jaminan perlindungan data setara di luar wilayah mereka. Kasus ini memperlihatkan betapa seriusnya negara-negara dalam menjaga kedaulatan data warga mereka, terlebih saat informasi sensitif berpotensi diakses lintas negara.

Sementara itu, di Amerika Serikat, keterlibatan OpenAI dalam proyek pertahanan dengan Departemen Pertahanan (DoD) menunjukkan sisi lain dari pemanfaatan AI dalam keamanan nasional. OpenAI diberikan dana sebesar $200 juta untuk membantu DoD mengembangkan prototipe AI yang digunakan dalam pertahanan, kesehatan militer, dan keamanan siber. Meski proyek ini bersifat resmi dan domestik, tetap muncul pertanyaan tentang seberapa besar kontrol data yang harus diberikan pada teknologi AI—baik dalam konteks komersial seperti Facebook, maupun strategis seperti pertahanan negara. Ini mencerminkan tantangan global dalam menyeimbangkan kemajuan AI dengan perlindungan data dan privasi.

AI dan Tren Baru: Kenyamanan vs. Pelacakan

Tren penggunaan AI dalam aplikasi sehari-hari, termasuk Facebook, menunjukkan pergeseran dari sekadar alat bantu menjadi sistem yang secara aktif mempelajari perilaku pengguna. Fitur seperti kolase otomatis, rekap perjalanan, atau ringkasan pesan tampak praktis, namun di baliknya ada proses pemantauan diam-diam terhadap pola aktivitas, kebiasaan, dan bahkan hubungan sosial pengguna. AI mengandalkan data historis dan konteks visual seperti waktu, lokasi, serta isi media untuk menghasilkan saran yang “relevan”, yang berarti sistem harus terlebih dahulu memahami siapa Anda dan apa yang biasa Anda lakukan.

Karena itulah penting bagi setiap pengguna untuk benar-benar memahami apa yang mereka setujui saat memberikan izin akses data. Kebijakan opt-in yang jelas dan pengumpulan data yang seminimal mungkin harus menjadi standar, bukan pengecualian. Tidak semua orang menyadari bahwa dengan satu klik persetujuan, mereka mungkin sudah membuka pintu bagi sistem yang terus mengamati aktivitas mereka, bahkan tanpa disengaja. Kesadaran dan kontrol penuh atas data pribadi bukan hanya soal teknis, tapi juga soal hak atas privasi di era digital yang semakin kompleks.

Baca juga: Eksploitasi ChatGPT: Bagaimana AI Bisa Disalahgunakan untuk Kejahatan?

Kesimpulan

Fitur AI Facebook yang menawarkan kemudahan dalam menyusun konten memang menarik, namun tetap harus disikapi dengan kewaspadaan. Di tengah perkembangan teknologi yang semakin mengandalkan data pribadi, pengguna perlu lebih bijak dalam memberi izin, terutama ketika menyangkut akses terhadap galeri foto pribadi yang belum pernah dipublikasikan. Apakah fitur ini benar-benar layak digunakan atau justru perlu dicurigai? Jawabannya kembali kepada seberapa besar kontrol yang kita miliki atas data kita sendiri. Membaca dengan saksama syarat dan ketentuan sebelum menyetujui fitur baru bukan lagi sekadar formalitas, melainkan langkah penting untuk menjaga privasi dan hak digital kita di era AI yang kian invasif.

Satu Solusi Kelola Keamanan Siber Karyawan Secara Simple & Otomatis

Nur Rachmi Latifa

Penulis yang berfokus memproduksi konten seputar Cybersecurity, Privacy dan Human Cyber Risk Management.

WhatsApp Icon Mira