<img height="1" width="1" style="display:none" src="https://www.facebook.com/tr?id=2253229985023706&amp;ev=PageView&amp;noscript=1">

back to HRMI

Bagaimana Algoritma Machine Learning Mengenali Trojan

Read Time 8 mins | 16 Okt 2025 | Written by: Nur Rachmi Latifa

Machine Learning Mengenali Trojan

Salah satu jenis malware yang paling berbahaya adalah Trojan horse—perangkat lunak berbahaya yang menyamar sebagai aplikasi sah, namun diam-diam mencuri data atau memberikan akses jarak jauh kepada penyerang. Trojan telah berkembang pesat, tidak hanya menyerang komputer pribadi tetapi juga sistem jaringan perusahaan, perangkat mobile, bahkan infrastruktur penting. Karena pola serangan yang terus berevolusi, metode konvensional seperti antivirus berbasis tanda tangan (signature-based detection) menjadi kurang efektif. Inilah mengapa machine learning (ML) kini memainkan peran penting dalam keamanan siber modern. Dengan kemampuannya mempelajari pola dari data dan mendeteksi anomali tanpa instruksi eksplisit, ML membuka jalan baru dalam identifikasi ancaman seperti Trojan dengan akurasi tinggi.

Apa Itu Trojan dan Mengapa Sulit Dideteksi

Trojan horse adalah jenis malware yang menyamar sebagai program sah, namun dibalik tampilannya menyimpan kode berbahaya yang dijalankan tanpa sepengetahuan pengguna. Tidak seperti virus yang mampu mereplikasi diri atau worm yang menyebar otomatis, Trojan membutuhkan campur tangan manusia—misalnya ketika seseorang mengunduh file dari sumber tidak terpercaya, membuka lampiran email mencurigakan, atau memasang aplikasi gratis yang sebenarnya sudah disusupi malware. Begitu terinstal, Trojan dapat memberikan akses jarak jauh kepada penyerang untuk mengontrol perangkat korban, mencuri data sensitif, atau merusak sistem secara diam-diam.

Penelitian berjudul Trojan Detection System Using Machine Learning Approach” oleh Jaya, Razak, Ismail, & Firdaus (2022) menjelaskan bahwa Trojan dapat menyebabkan pencurian kredensial, pengalihan lalu lintas jaringan, hingga perekaman aktivitas keyboard (keylogging) yang mengancam privasi pengguna. Lebih berbahaya lagi, infeksi Trojan sering kali tidak disadari karena tidak menunjukkan gejala mencurigakan—tidak ada notifikasi aneh, kinerja komputer tetap normal, dan file berbahaya tersembunyi di balik proses sistem yang sah. Hal ini membuat metode deteksi konvensional berbasis tanda tangan (signature-based detection) menjadi kurang efektif.

Pendekatan baru yang kini banyak digunakan adalah behavioral detection, yaitu mengamati perilaku aplikasi atau lalu lintas jaringan untuk mendeteksi pola aktivitas yang tidak wajar. Studi lain oleh Singh & Singh (2020) dalam “Assessment of Supervised Machine Learning Algorithms Using Dynamic API Calls for Malware Detection” menunjukkan bahwa dengan menganalisis pola panggilan API secara dinamis, sistem dapat membedakan antara program sah dan Trojan secara lebih akurat. Prinsip yang sama juga diuraikan oleh Hossain et al. (2020) dalam “An Optimized Decision Tree Based Android Malware Detection Approach Using Machine Learning”, yang menegaskan bahwa kombinasi analisis perilaku dan machine learning memberikan hasil deteksi yang jauh lebih andal dibanding metode tradisional.

Baca juga: Zero Click Exploit Ancaman Baru di Balik ChatGPT dan Gmail

Peran Machine Learning dalam Deteksi Malware

Machine learning adalah cabang dari kecerdasan buatan (AI) yang memungkinkan komputer untuk belajar dari data, mengenali pola tersembunyi, dan membuat keputusan secara mandiri tanpa harus diprogram secara eksplisit. Dalam konteks keamanan siber, machine learning berperan sebagai otak analitis yang mampu membedakan aktivitas normal dan aktivitas berbahaya dengan menganalisis ribuan parameter — mulai dari pola lalu lintas jaringan, frekuensi koneksi, hingga perilaku proses sistem operasi yang tidak lazim. 

Sistem ini bekerja secara dinamis dengan terus memperbarui pemahamannya terhadap pola serangan baru, menjadikannya jauh lebih adaptif dibandingkan mekanisme deteksi tradisional yang bergantung pada tanda tangan statis. Metode ini sangat unggul karena:

  • Adaptif terhadap ancaman baru – model dapat diperbarui dengan dataset terbaru tanpa perlu menulis ulang kode, sehingga mampu mengenali varian Trojan yang sebelumnya tidak dikenal.
  • Cepat dalam analisis data besarmachine learning mampu memproses ribuan log atau paket jaringan dalam hitungan detik, mempercepat waktu respons terhadap potensi serangan.
  • Efisien untuk otomatisasi keamanan – sistem dapat mendeteksi dan menandai ancaman secara otomatis tanpa campur tangan manusia, mengurangi risiko kesalahan manual dan meningkatkan efisiensi operasional tim keamanan.

Selain itu, model machine learning juga dapat diintegrasikan dengan platform threat intelligence untuk memperkaya analisis ancaman. Integrasi ini memungkinkan deteksi lintas sumber—misalnya mengaitkan perilaku mencurigakan dari jaringan internal dengan basis data serangan globa (Jaya et al., 2022). Dengan cara ini, machine learning tidak hanya mendeteksi Trojan yang telah dikenal, tetapi juga mampu memprediksi dan mengenali varian baru yang bahkan belum pernah muncul di sistem antivirus tradisional.

Tahapan Sistem Deteksi Trojan Berbasis Machine Learning

Dalam penelitian Jaya et al. (2022), sistem deteksi Trojan berbasis machine learning dikembangkan melalui empat tahap utama yang saling berkaitan. Setiap tahap memiliki peran penting dalam memastikan model dapat mengenali aktivitas berbahaya secara akurat dan efisien. Berikut penjelasan lengkap keempat tahap tersebut:

Pengumpulan Data

Tahap pertama adalah mengumpulkan dataset yang akan digunakan untuk melatih model. Peneliti menggunakan Trojan Detection Dataset dari Kaggle, yang berisi lebih dari 177.000 catatan lalu lintas jaringan dengan total 85 atribut. Atribut-atribut tersebut meliputi jumlah paket, ukuran data, durasi aliran, hingga jenis protokol yang digunakan.

Dataset ini memuat dua jenis perilaku jaringan — Trojan dan benign (normal) yang menjadi dasar pembelajaran bagi model untuk membedakan pola serangan dari aktivitas jaringan wajar. Karena berasal dari Canadian Institute for Cybersecurity, dataset ini memiliki kualitas tinggi dan merepresentasikan berbagai variasi serangan Trojan yang realistis.

Pra-Pemrosesan Data

Setelah data dikumpulkan, langkah berikutnya adalah melakukan pra-pemrosesan (data preprocessing) agar model dapat bekerja secara optimal. Peneliti melakukan reduksi data (data reduction) dari 177.482 baris menjadi 2.001 sampel seimbang, terdiri atas 1.041 data Trojan dan 960 data benign.

Tahap ini juga mencakup pembersihan data, penghapusan nilai kosong, serta standarisasi skala atribut agar sistem dapat memproses informasi secara konsisten. Tujuannya adalah menghindari bias akibat ketidakseimbangan data dan menghemat sumber daya komputasi. Dengan cara ini, model dapat belajar mengenali pola Trojan secara lebih efisien tanpa kehilangan representasi penting dari data asli.

Seleksi Fitur

Tahap ketiga berfokus pada pemilihan fitur paling relevan yang berpengaruh terhadap keberhasilan deteksi Trojan. Dari total 85 atribut awal, hanya 35 fitur yang dipilih berdasarkan kontribusinya terhadap akurasi model. Beberapa di antaranya adalah Flow Duration (durasi aliran data), Packet Length Mean (rata-rata ukuran paket), ACK Flag Count dan SYN Flag Count (indikator komunikasi TCP), serta Flow Bytes/s dan Packets/s (intensitas lalu lintas data per detik).

Menurut Jaya et al. (2022), fitur-fitur tersebut merupakan indikator utama untuk membedakan aktivitas jaringan normal dan berbahaya. Proses seleksi fitur ini juga membantu meningkatkan performa model dengan mengurangi kompleksitas dan waktu komputasi.

Klasifikasi Model

Tahap terakhir adalah klasifikasi model, yaitu proses pelatihan algoritma machine learning untuk mengenali dan memprediksi data Trojan. Peneliti menggunakan platform WEKA, yang menyediakan berbagai algoritma klasifikasi populer. Empat algoritma utama yang diuji adalah Naïve Bayes, Random Forest, J48 (C4.5), dan Decision Table.

Masing-masing algoritma memiliki karakteristik dan keunggulan tersendiri — Naïve Bayes unggul dalam kecepatan, Random Forest memberikan akurasi tinggi melalui metode ensemble, J48 efektif dalam menangani data tidak seimbang, dan Decision Table mudah diinterpretasikan. Melalui pengujian ini, peneliti menemukan bahwa Random Forest dan Decision Table menghasilkan akurasi tertinggi hingga 100%, menjadikannya algoritma paling andal untuk deteksi Trojan berbasis machine learning.

Bagaimana Algoritma Machine Learning Mengenali Trojan 

Empat algoritma utama dalam penelitian Jaya et al. (2022) memiliki cara kerja berbeda dalam mengenali pola serangan Trojan. Masing-masing algoritma menggunakan pendekatan unik—mulai dari perhitungan probabilitas sederhana hingga analisis berbasis kumpulan pohon keputusan—untuk membedakan lalu lintas jaringan normal dan berbahaya:

Naïve Bayes

Berdasarkan Teorema Bayes, algoritma ini menghitung peluang suatu data tergolong Trojan atau benign berdasarkan probabilitas kemunculan fitur tertentu. Misalnya, jika jumlah paket balik dan durasi aliran tinggi sering muncul pada lalu lintas berbahaya, sistem akan mengklasifikasikannya sebagai Trojan. Naïve Bayes unggul dalam kecepatan dan efisiensi, tetapi kurang akurat untuk data numerik kompleks atau ketika fitur saling bergantung. Meski begitu, metode ini tetap penting sebagai baseline untuk sistem deteksi ringan.

Random Forest

Random Forest bekerja dengan membangun banyak pohon keputusan (decision trees) yang masing-masing menganalisis subset data berbeda, kemudian menggabungkan hasilnya melalui voting. Pendekatan ini membuat model sangat stabil dan tahan terhadap overfitting. Dalam penelitian, Random Forest mencapai akurasi sempurna 100% dalam mendeteksi Trojan tanpa kesalahan prediksi, menjadikannya salah satu algoritma paling efektif untuk implementasi keamanan siber.

J48 (C4.5)

J48 merupakan pengembangan dari algoritma C4.5, yang membentuk pohon keputusan berdasarkan nilai informasi tertinggi dari tiap fitur. Model ini efektif menangani data tidak seimbang dan memberikan hasil sangat akurat dengan tingkat 99,95%. Kelemahannya hanya pada waktu pemrosesan yang lebih panjang karena memeriksa seluruh atribut sebelum menghasilkan keputusan akhir.

Decision Table

Algoritma Decision Table menyimpan kombinasi atribut dan hasil klasifikasi dalam bentuk tabel aturan. Saat data baru masuk, sistem mencocokkannya dengan pola yang sudah ada untuk menentukan kategori. Metode ini mudah dipahami, transparan, dan ideal untuk implementasi industri yang membutuhkan hasil cepat dan jelas. Dalam penelitian Jaya et al. (2022), Decision Table juga mencatat akurasi 100%, sejajar dengan Random Forest dalam mendeteksi Trojan secara sempurna.

Hasil dan Analisis

Setelah melalui proses pelatihan dan pengujian menggunakan dataset Trojan Detection, penelitian Jaya et al. (2022) menunjukkan bahwa setiap algoritma machine learning memiliki tingkat akurasi yang berbeda dalam mendeteksi Trojan. Secara umum, keempat algoritma — Naïve Bayes, Random Forest, J48 (C4.5), dan Decision Table — berhasil mengidentifikasi pola perilaku Trojan dengan tingkat ketepatan yang tinggi. Namun, dua algoritma yaitu Random Forest dan Decision Table menonjol secara signifikan karena mampu memberikan hasil deteksi sempurna tanpa kesalahan klasifikasi sama sekali.

Performa kedua algoritma tersebut tidak hanya unggul dari sisi akurasi, tetapi juga stabil dalam menangani data kompleks dan variatif. Random Forest mampu memanfaatkan kekuatan ensemble learning dengan menggabungkan hasil dari banyak pohon keputusan, sedangkan Decision Table unggul dalam kesederhanaan dan kecepatan interpretasi hasil. Di sisi lain, algoritma J48 (C4.5) tetap menunjukkan hasil luar biasa dengan tingkat akurasi 99,95%, sementara Naïve Bayes sedikit tertinggal dengan 88,21% akibat keterbatasannya dalam menangani atribut numerik yang saling bergantung.

Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menegaskan bahwa model berbasis ensemble seperti Random Forest dan metode berbasis aturan seperti Decision Table memberikan keseimbangan terbaik antara presisi, kecepatan, dan keandalan. Hal ini memperlihatkan bahwa pendekatan machine learning dapat diterapkan secara efektif dalam mendeteksi Trojan secara real-time, sekaligus mengurangi risiko false positive yang sering terjadi pada metode deteksi tradisional. Temuan ini menjadi dasar kuat bagi pengembangan sistem keamanan adaptif di masa depan, yang mampu belajar dan berevolusi seiring munculnya varian Trojan baru.

Tantangan dan Arah Pengembangan Selanjutnya

Meskipun hasil penelitian Jaya et al. (2022) menunjukkan performa yang sangat baik, ada beberapa tantangan penting yang perlu diperhatikan agar sistem deteksi Trojan berbasis machine learning dapat terus berkembang secara optimal. Tantangan ini berkaitan dengan kualitas data, efisiensi komputasi, serta kemampuan model untuk dijelaskan secara transparan — tiga aspek krusial dalam penerapan keamanan siber modern.

  • Ketergantungan pada Kualitas Data
    Model machine learning hanya sebaik data yang digunakan untuk melatihnya. Jika dataset tidak seimbang, mengandung noise, atau kurang representatif, maka hasil deteksi bisa bias dan akurasinya menurun. Karena itu, penting untuk memastikan data yang digunakan mencerminkan kondisi nyata jaringan serta mencakup berbagai jenis Trojan agar model dapat belajar dan beradaptasi dengan baik terhadap pola serangan baru.
  • Kebutuhan Komputasi Tinggi
    Pelatihan model dengan dataset besar memerlukan sumber daya CPU dan memori yang signifikan. Proses ini dapat dioptimalkan melalui feature selection, yaitu pemilihan fitur paling relevan untuk mengurangi beban komputasi tanpa menurunkan akurasi. Alternatif lain adalah memanfaatkan cloud computing atau pemrosesan paralel agar waktu pelatihan dapat dipersingkat dan efisiensi meningkat.
  • Kurangnya Interpretabilitas (Black-Box Issue)
    Beberapa model seperti Random Forest dan Neural Network mampu memberikan akurasi tinggi, tetapi sulit dijelaskan secara manusiawi. Dalam konteks forensik digital, transparansi sangat penting agar hasil deteksi bisa dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, pengembangan Explainable AI (XAI) menjadi arah riset penting untuk memastikan sistem tidak hanya akurat, tetapi juga dapat dijelaskan secara logis.

Ke depan, penelitian disarankan untuk menggabungkan machine learning dengan deep learning guna mengenali varian Trojan yang lebih kompleks, memanfaatkan automated feature extraction agar model dapat belajar langsung dari data mentah, dan mengintegrasikannya dengan sistem pemantauan jaringan real-time agar deteksi dilakukan secara preventif. Dengan langkah-langkah ini, sistem deteksi Trojan berbasis machine learning dapat menjadi lebih efisien, adaptif, dan siap menghadapi tantangan ancaman siber di masa depan.

Baca juga: Bagaimana AI Membuat Insider Threat Lebih Sulit Dideteksi

Kesimpulan

Penelitian ini membuktikan bahwa machine learning merupakan pendekatan yang sangat efektif dalam mendeteksi Trojan melalui analisis pola perilaku jaringan. Algoritma seperti Random Forest dan Decision Table menunjukkan performa paling akurat dan efisien, mampu mengenali aktivitas berbahaya dengan tingkat presisi yang hampir sempurna. Integrasi model-model ini ke dalam sistem keamanan organisasi dapat membantu mendeteksi potensi pencurian data sejak dini, meminimalkan kerugian, serta memperkuat postur keamanan siber secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting bagi lembaga dan individu untuk mulai mempertimbangkan penerapan sistem deteksi berbasis machine learning sebagai bagian dari strategi pertahanan digital yang adaptif dan berkelanjutan.

Satu Solusi Kelola Keamanan Siber Karyawan Secara Simple & Otomatis

Nur Rachmi Latifa

Penulis yang berfokus memproduksi konten seputar Cybersecurity, Privacy dan Human Cyber Risk Management.

WhatsApp Icon Mira