<img height="1" width="1" style="display:none" src="https://www.facebook.com/tr?id=2253229985023706&amp;ev=PageView&amp;noscript=1">

back to HRMI

Bagaimana Red Team Menggunakan AI untuk Menguji Ketahanan Sistem Anda

Read Time 10 mins | 27 Okt 2025 | Written by: Nur Rachmi Latifa

Red Team

Dalam dunia siber modern, ancaman tidak lagi datang dari manusia semata. Kecerdasan buatan (AI) kini mampu meniru cara berpikir, bereaksi, bahkan menyerang seperti peretas sungguhan. Fenomena ini telah mengubah cara organisasi memandang keamanan digital dari sekadar “memasang pertahanan”, menjadi “mengantisipasi serangan yang bahkan belum terjadi”. Di sinilah Red Team berperan, tim ini bertugas meniru tindakan musuh untuk menguji ketahanan sistem organisasi. Dan kini, dengan bantuan AI, kemampuan mereka meningkat drastis menjadi lebih cepat, lebih cerdas, dan jauh lebih realistis. Artikel ini akan membahas bagaimana AI membantu Red Team menguji dan menilai kekuatan pertahanan siber Anda, serta apa yang bisa dipelajari perusahaan dari pendekatan ini.

Definisi Red Team dan Mengapa Penting untuk Keamanan Siber

Konsep Red Team berakar dari dunia militer, di mana istilah “red” digunakan untuk melambangkan pihak lawan dalam simulasi pertempuran, sedangkan “blue” mewakili pihak pertahanan. Pendekatan ini kemudian diadaptasi ke dunia siber untuk tujuan serupa — mensimulasikan serangan dari sudut pandang musuh agar organisasi dapat memahami celah keamanannya secara lebih nyata. Menurut jurnal “Red Teaming with Artificial Intelligence-Driven Cyberattacks: A Scoping Review” oleh Al-Azzawi et al. (2025), konsep Red Team dalam konteks siber membantu organisasi berlatih menghadapi ancaman dengan skenario yang sangat menyerupai serangan sebenarnya.

Tujuan utama Red Team adalah meniru pola pikir dan strategi musuh (adversarial mindset) untuk menguji efektivitas pertahanan yang dijalankan oleh Blue Team — tim internal yang bertugas mendeteksi dan merespons serangan. Hubungan keduanya bersifat dinamis dan saling melengkapi: Red Team mencoba menembus pertahanan, sementara Blue Team berusaha mempertahankan sistem dan memperbaiki celah yang ditemukan. Seperti dijelaskan dalam jurnal “A Case Study of Software Security Red Teams at Microsoft” oleh Smith et al. (2020), Red Teaming jauh melampaui sekadar penetration testing karena menilai kombinasi aspek teknis, prosedural, dan manusia dalam keamanan siber.

Bagi perusahaan modern, penerapan Red Team memiliki nilai strategis yang besar. Melalui simulasi realistis, organisasi dapat menemukan kelemahan tersembunyi, memperkuat respons insiden, serta membangun budaya keamanan yang lebih adaptif terhadap ancaman baru. Menurut Zhou & Sun (2020) dalam jurnal “Red Teaming Strategy: Huawei’s Organizational Learning and Resilience,” pendekatan Red Team terbukti efektif meningkatkan ketahanan organisasi dan mempercepat proses pembelajaran keamanan internal. Dengan kata lain, Red Team bukan sekadar “penyerang etis,” tetapi mitra strategis dalam menciptakan sistem keamanan yang tangguh dan berkelanjutan.

Baca juga: Evolusi Cybercrime di Era GenAI dan Dampaknya pada Keamanan Data

Evolusi Red Team di Era AI

Dulu, Red Team mengandalkan keahlian manual: pemeriksaan log secara mendetail, rekayasa sosial yang dirancang per-korban, dan eksploitasi sistem yang sering membutuhkan penelitian dan pengujian berulang. Kini, AI membawa revolusi besar: bukan hanya mempercepat pekerjaan yang sebelumnya memakan waktu berminggu-minggu, tetapi juga memungkinkan tingkat kompleksitas dan personalisasi serangan yang sebelumnya sulit dicapai secara manual. Dampaknya dua arah — bagi tim penguji ini memperbesar kapabilitas simulasi serta bagi organisasi, ancamannya menjadi lebih adaptif dan sulit diprediksi jika teknologi ini disalahgunakan.

AI memungkinkan otomatisasi dalam tahap-tahap yang dulunya memakan waktu berhari-hari seperti pemetaan jaringan, pemilihan target bernilai tinggi, pengumpulan intelijen open-source (OSINT), atau pembuatan pesan phishing yang sangat meyakinkan dan disesuaikan per individu. Teknologi seperti machine learning, deep learning, dan natural language processing (NLP) telah menjadikan simulasi Red Team jauh lebih efektif—mampu menjalankan ratusan varian serangan sekaligus dan karenanya berpotensi jauh lebih berbahaya jika jatuh ke tangan yang salah. Menurut penelitian Al-Azzawi et al. (2025), AI telah digunakan untuk menciptakan model serangan baru seperti:

  • DeepPhish: menghasilkan URL phishing otomatis yang meniru pola URL sukses sebelumnya
  • PassGAN: memprediksi kombinasi kata sandi realistis berdasarkan pola kebocoran data
  • Deeptcha: teknik otomatis yang berupaya menembus atau mensolusikan CAPTCHA secara cerdas

Dengan kemampuan learning from history, AI dapat menemukan pola serangan yang paling efektif, mengoptimalkan vektor serangan, dan menjalankannya dalam skala besar dengan presisi tinggi—membuat latihan Red Team lebih realistis sekaligus menegaskan kebutuhan organisasi untuk menyesuaikan strategi pertahanan mereka secara cepat.

Jenis-Jenis AI yang Digunakan oleh Red Team

Berdasarkan scoping review terhadap 470 literatur yang dilakukan oleh Al-Azzawi et al. (2025), terdapat tiga kelompok utama metode kecerdasan buatan (AI) yang paling banyak dimanfaatkan untuk mendukung aktivitas Red Team. Setiap kelompok memiliki karakteristik dan tujuan yang berbeda, mulai dari mengklasifikasi pola serangan hingga memprediksi titik lemah dan mengelompokkan target potensial.

Metode Klasifikasi

Metode ini berfungsi untuk mengenali pola serangan, mendeteksi kelemahan, dan mengelompokkan jenis target berdasarkan data perilaku maupun jaringan. Model seperti Convolutional Neural Network (CNN) digunakan untuk mengidentifikasi pola visual dalam data, seperti deteksi anomali pada log atau citra sistem. Sementara Recurrent Neural Network (RNN) dan Long Short-Term Memory (LSTM) mempelajari urutan aktivitas pengguna untuk meniru perilaku sosial yang realistis dalam simulasi serangan. Selain itu, Support Vector Machine (SVM) membantu membedakan aktivitas normal dan berbahaya di lalu lintas jaringan, memberikan dasar bagi Red Team untuk menentukan vektor serangan paling efektif.

Metode Regresi

Pendekatan ini digunakan untuk melakukan forecasting atau estimasi terhadap titik lemah sistem. Model seperti Generative Adversarial Network (GAN) mampu menciptakan data palsu yang menyerupai data asli—misalnya identitas digital atau dokumen fiktif untuk menguji seberapa tangguh mekanisme verifikasi organisasi. Sementara Random Forest (RF) dan Gradient Boosting Regression Trees (GBRT) menganalisis korelasi antara konfigurasi sistem dan kemungkinan serangan berhasil, sehingga Red Team dapat memprioritaskan area dengan risiko tertinggi. Metode regresi ini menjadikan simulasi serangan lebih cerdas, adaptif, dan berbasis prediksi, bukan sekadar brute-force.

Metode Clustering

Berbeda dari dua metode sebelumnya, pendekatan clustering digunakan untuk mengelompokkan data atau target yang memiliki karakteristik serupa. K-Means dan Genetic Algorithm (GA) memungkinkan Red Team menemukan pola kerentanan di antara kelompok sistem atau pengguna dengan kelemahan yang sama. Sedangkan Restricted Boltzmann Machine (RBM) digunakan untuk mendeteksi anomali jaringan dengan mempelajari pola perilaku pengguna dari waktu ke waktu. Metode ini sangat berguna untuk mengidentifikasi area yang paling rentan diserang secara massal, seperti kelompok pengguna dengan perilaku akses berisiko tinggi.

Hasil studi menunjukkan bahwa LSTM menjadi metode paling dominan digunakan karena kemampuannya memahami urutan aktivitas yang kompleks dan berkelanjutan, menjadikannya pilihan utama dalam simulasi serangan yang meniru dinamika serangan siber.

Target Serangan yang di Simulasikan

AI tidak hanya mempercepat proses pengujian, tetapi juga memperluas jangkauan dan kedalaman vektor serangan yang bisa disimulasikan oleh Red Team. Menurut Al-Azzawi et al. (2025), ada lima kategori target utama yang sering diuji dalam skenario Red Team berbasis AI — masing-masing membawa implikasi berbeda bagi pertahanan organisasi.

  1. Data sensitif
    Data sensitif meliputi data pribadi karyawan atau pelanggan, informasi keuangan, dan dokumen rahasia institusi. Red Team berbasis AI dapat mensintesis skenario pencurian atau eksfiltrasi data yang sangat realistis — misalnya menyusun payload yang menargetkan database tertentu sehingga organisasi dapat menguji kemampuan deteksi dan enkripsi data serta prosedur respons kebocoran.
  2. URL dan Domain
    URL dan domain dimanfaatkan untuk membuat tautan phishing, mirror site, atau mekanisme distribusi malware. Dengan model seperti DeepPhish, Red Team dapat menghasilkan ribuan varian URL yang tampak sah untuk menguji efektivitas filter e-mail, sistem URL-filtering, dan prosedur verifikasi pengguna terhadap tautan mencurigakan.
  3. Profil Media Sosial
    Profil media sosial digunakan untuk uji rekayasa sosial—misalnya pembuatan akun palsu, impersonation, atau kampanye spear-phishing yang sangat terpersonalisasi. Simulasi ini menilai seberapa rentan organisasi terhadap manipulasi reputasi, pengumpulan intelijen melalui OSINT, dan kebocoran informasi yang berasal dari perilaku pengguna di platform publik.
  4. Password dan Kredensial
    Pengujian kredensial melibatkan serangan brute-force otomatis, tebakan berbasis pola, dan teknik yang menggunakan model generatif seperti PassGAN untuk membuat tebakan kata sandi yang realistis. Uji ini membantu menilai kekuatan kebijakan password, efektivitas mekanisme lockout, serta penerapan autentikasi multi-faktor di lingkungan produksi.
  5. Konfigurasi Sistem
    Target ini mencakup informasi teknis seperti arsitektur jaringan, konfigurasi API, dan mekanisme autentikasi. Red Team AI dapat memindai dan mengurutkan konfigurasi rentan secara otomatis untuk menemukan titik masuk potensial—memberi gambaran konkret tentang celah di layer infrastruktur yang mungkin terlewatkan selama audit manual.

Simulasi pada kelima area ini memberi organisasi data empiris tentang kelemahan prioritas, efektivitas kontrol, dan kebutuhan pelatihan karyawan; hasilnya memungkinkan peningkatan bertarget pada kebijakan, teknologi, dan proses deteksi/penanggulangan.

Taktik Ofensif: Bagaimana AI Memperkuat Red Team

Menurut penelitian Al-Azzawi et al. (2025), kecerdasan buatan telah sepenuhnya mengubah cara Red Team melakukan simulasi serangan. Kini, AI memungkinkan tim keamanan ofensif bekerja jauh lebih cepat, akurat, dan terukur dibandingkan pendekatan tradisional. Simulasi serangan menjadi lebih menyerupai ancaman nyata di dunia siber, membantu organisasi memahami seberapa siap mereka menghadapi serangan kompleks yang terus berevolusi.

Phishing & Social Engineering

AI kini mampu membuat email, pesan chat, atau bahkan panggilan suara yang terasa sangat alami dan relevan bagi korban tertentu. Berbekal data publik seperti profil media sosial atau informasi jabatan, pesan-pesan ini disesuaikan agar tampak sah dan sulit dibedakan dari komunikasi internal. Hal ini membantu Red Team menguji kesadaran dan kewaspadaan karyawan terhadap ancaman sosial yang menjadi titik lemah paling sering dimanfaatkan oleh peretas.

Password & Evasion

Dalam pengujian keamanan akun, AI digunakan untuk memprediksi dan menebak pola kata sandi dengan tingkat keberhasilan tinggi. Model seperti PassGAN belajar dari pola kebocoran data sebelumnya untuk membuat tebakan yang lebih realistis. Selain itu, AI juga bisa menciptakan malware yang tampak “bersih” dari deteksi antivirus tradisional, membantu Red Team menguji efektivitas sistem deteksi ancaman dan kecepatan tim respons dalam menghadapi serangan tersembunyi.

Recon & Orkestrasi

Pada tahap awal serangan, AI digunakan untuk mengumpulkan informasi, memetakan jaringan, dan menentukan titik masuk paling efisien secara otomatis. Melalui proses orkestrasi real-time, Red Team dapat menjalankan simulasi serangan kompleks dari berbagai arah sekaligus — mirip dengan pola Advanced Persistent Threats (APT) yang dilakukan oleh peretas profesional. Dari hasilnya, organisasi bisa memahami titik terlemah sistem dan mengukur seberapa baik proses deteksi serta koordinasi antar tim berjalan di bawah tekanan.

Dengan kemampuan ini, AI menjadikan Red Team jauh lebih dari sekadar penguji teknis — mereka menjadi simulator serangan yang benar-benar dinamis dan adaptif. Hasil dari simulasi tersebut memberikan gambaran nyata tentang kesiapan organisasi dalam menghadapi ancaman dunia siber modern dan menjadi dasar penting untuk membangun strategi pertahanan yang lebih kuat dan berkelanjutan.

Taktik Defensif: Menggunakan AI untuk Melawan AI

Menurut penelitian Al-Azzawi et al. (2025), kemajuan kecerdasan buatan tidak hanya memperkuat kemampuan serangan, tetapi juga membuka peluang besar untuk memperkuat pertahanan. Jika AI dapat dimanfaatkan untuk menyerang, maka teknologi yang sama juga bisa menjadi tameng paling efektif untuk bertahan. Tim pertahanan (Blue Team) — kini mulai mengintegrasikan sistem berbasis AI yang mampu mendeteksi, memprediksi, dan merespons serangan siber secara otomatis, bahkan sebelum ancaman benar-benar terjadi.

AI-Based Anomaly Detection

Sistem ini memanfaatkan pembelajaran mesin untuk mengenali perilaku jaringan yang menyimpang dari pola normal. Dengan belajar terus-menerus dari aktivitas harian pengguna, AI dapat mendeteksi anomali sekecil apa pun yang berpotensi menjadi tanda serangan, sehingga tim keamanan dapat bertindak cepat sebelum kerusakan meluas.

Predictive Analytics & Automated Response

Analitik prediktif digunakan untuk memperkirakan serangan sebelum benar-benar terjadi dengan menganalisis log aktivitas, tren serangan sebelumnya, dan pola interaksi sistem. Ketika ancaman terdeteksi, sistem respons otomatis dapat segera mengisolasi endpoint yang terinfeksi, menambal celah keamanan, atau melakukan rollback ke versi aman — semuanya tanpa menunggu campur tangan manusia, sehingga waktu respons berkurang drastis.

Explainable AI (XAI)

Salah satu tantangan utama AI dalam keamanan adalah transparansi keputusan. Explainable AI hadir untuk membantu tim keamanan memahami alasan di balik deteksi atau keputusan yang diambil sistem AI. Dengan penjelasan yang jelas dan bebas bias, tim dapat mengevaluasi efektivitas deteksi sekaligus memastikan keputusan AI tetap etis dan akurat.

Pendekatan-pendekatan ini menunjukkan bahwa AI bukan hanya ancaman baru, tetapi juga sekutu penting bagi dunia pertahanan siber. Dengan menggabungkan kemampuan ofensif dari Red Team berbasis AI dan sistem pertahanan adaptif dari Blue Team, organisasi dapat membangun loop keamanan berkelanjutan — di mana setiap simulasi serangan menjadi sumber pembelajaran untuk memperkuat ketahanan digital secara menyeluruh.

Risiko Etis dan Tantangan

Meskipun penggunaan AI dalam pengujian Red Team memberikan banyak manfaat bagi peningkatan keamanan, teknologi ini juga membawa sejumlah risiko dan tantangan yang perlu diperhatikan dengan serius (Al-Azzawi et al., 2025). Tanpa aturan dan pengawasan yang jelas, alat yang awalnya dirancang untuk latihan keamanan bisa berubah menjadi ancaman baru yang justru merugikan organisasi maupun individu.

  • Penyalahgunaan teknologi (AI Crime): Alat berbasis AI seperti generator email phishing atau pembuat identitas palsu, jika digunakan tanpa kontrol, bisa jatuh ke tangan pihak yang tidak bertanggung jawab. Dalam kasus terburuk, teknologi yang dibuat untuk latihan keamanan dapat disalahgunakan untuk melakukan serangan nyata. Karena itu, perlu adanya pembatasan akses, audit penggunaan, dan kontrol ketat terhadap siapa yang boleh menggunakan alat tersebut.
  • Ketiadaan regulasi yang jelas: Saat ini belum ada standar global yang secara khusus mengatur batas aman penggunaan AI dalam pengujian keamanan. Akibatnya, setiap organisasi menerapkan kebijakan berbeda-beda, dan hal ini bisa menimbulkan risiko hukum atau pelanggaran privasi, terutama jika data sensitif digunakan tanpa izin yang tepat.
  • Kurangnya transparansi dan potensi bias: AI tidak selalu sempurna. Model yang dilatih dengan data terbatas atau tidak seimbang bisa salah membaca situasi, menandai aktivitas normal sebagai ancaman (false positive), atau justru melewatkan serangan sebenarnya (false negative). Hal ini membuat hasil pengujian menjadi tidak akurat dan berpotensi menimbulkan keputusan yang salah dalam pengelolaan risiko.

Sebagai langkah pencegahan, penerapan Red Team berbasis AI sebaiknya mengikuti prinsip Responsible AI. Artinya, setiap pengujian harus memiliki tujuan dan batasan yang jelas, dilakukan oleh pihak berwenang, serta dicatat dalam laporan audit. Selain itu, penting untuk melibatkan tim hukum dan kepatuhan sejak tahap awal, menggunakan data yang etis, dan melakukan evaluasi rutin. Dengan cara ini, organisasi dapat memastikan simulasi berjalan aman, transparan, dan tetap berfokus pada perlindungan manusia serta keberlanjutan sistem keamanan.

Mengapa Perusahaan Anda Perlu Red Team Berbasis AI

Di tengah meningkatnya serangan siber yang semakin kompleks, perusahaan tidak bisa lagi hanya mengandalkan pengujian manual atau audit keamanan rutin. Teknologi berbasis AI telah mengubah cara penyerang beroperasi dan kini juga mengubah cara organisasi menguji pertahanannya. Mengadopsi Red Team berbasis AI menjadi langkah strategis untuk memastikan sistem dan manusia benar-benar siap menghadapi ancaman modern.

  • Uji Realistis Terhadap Ancaman Modern
    Serangan yang disimulasikan dengan bantuan AI jauh lebih menyerupai pola serangan nyata dibandingkan uji manual biasa. AI mampu meniru taktik, teknik, dan prosedur yang digunakan oleh penyerang profesional, sehingga hasil pengujian memberikan gambaran yang lebih akurat tentang kondisi pertahanan sebenarnya.
  • Efisiensi Waktu dan Skala
    AI dapat mengotomatisasi ribuan skenario pengujian hanya dalam waktu singkat tanpa membebani tim internal. Dengan begitu, organisasi bisa menghemat sumber daya, mempercepat proses identifikasi celah keamanan, dan melakukan pengujian berulang secara berkala tanpa perlu menambah tenaga ahli dalam jumlah besar.
  • Peningkatan Ketahanan Sistem
    Setiap simulasi Red Team berbasis AI menghasilkan data dan wawasan baru yang bisa digunakan untuk memperbaiki kebijakan keamanan, meningkatkan konfigurasi sistem, serta mengedukasi pengguna. Pendekatan ini tidak hanya memperkuat sistem dari sisi teknis, tetapi juga meningkatkan kesadaran keamanan di seluruh level organisasi.
  • Persiapan Regulasi dan Audit
    Penerapan Red Team berbasis AI membantu perusahaan memenuhi standar keamanan global seperti ISO 27001, NIST Cybersecurity Framework (CSF), atau UU Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) di Indonesia. Hasil pengujian yang terdokumentasi dapat menjadi bukti nyata kesiapan organisasi menghadapi ancaman berbasis AI saat menjalani audit atau sertifikasi keamanan.

Dengan pendekatan ini, perusahaan dapat beralih dari sekadar “bereaksi terhadap serangan” menjadi proaktif dalam memperkuat pertahanan. Red Team berbasis AI bukan hanya alat uji, melainkan investasi jangka panjang dalam membangun budaya keamanan yang tangguh, adaptif, dan berkelanjutan.

Baca juga: Strategi Membangun Ketahanan Siber dengan Deteksi Intrusi AI

Kesimpulan

Kecerdasan buatan (AI) telah mengubah cara Red Team bekerja dengan mempercepat, memperluas, dan memperdalam kemampuan mereka dalam menguji ketahanan sistem secara menyeluruh. Organisasi yang memanfaatkan Red Team berbasis AI tidak hanya mampu mendeteksi celah keamanan lebih cepat, tetapi juga lebih siap menghadapi serangan nyata yang semakin canggih dan sulit diprediksi. Namun, kekuatan ini harus diimbangi dengan tanggung jawab — menggabungkan kemampuan AI ofensif untuk simulasi serangan dan AI defensif untuk perlindungan berkelanjutan. Pada akhirnya, membangun pertahanan siber yang kuat bukan soal teknologi semata, tetapi tentang kesiapan, etika, dan kesadaran.

Satu Solusi Kelola Keamanan Siber Karyawan Secara Simple & Otomatis

Nur Rachmi Latifa

Penulis yang berfokus memproduksi konten seputar Cybersecurity, Privacy dan Human Cyber Risk Management.

WhatsApp Icon Mira