<img height="1" width="1" style="display:none" src="https://www.facebook.com/tr?id=2253229985023706&amp;ev=PageView&amp;noscript=1">

back to HRMI

Waspadai Burnout Digital, Ancaman Siber Bisa Lewat Tanpa Disadari

Read Time 5 mins | 29 Apr 2025 | Written by: Nur Rachmi Latifa

Burnout Digital

Di tengah arus digitalisasi yang semakin deras, banyak individu kini menghadapi burnout digital—sebuah kondisi kelelahan fisik dan mental akibat paparan teknologi secara terus-menerus. Kelelahan teknologi ini tidak hanya berdampak pada produktivitas, tetapi juga secara signifikan menurunkan kewaspadaan terhadap ancaman siber. Saat tubuh dan pikiran lelah, kita cenderung mengabaikan peringatan keamanan, mudah tergoda klik tautan mencurigakan, atau lalai menjaga kerahasiaan data. Di era kerja jarak jauh dan konektivitas tanpa henti, memahami dan mengatasi burnout digital menjadi kunci penting untuk menjaga ketahanan individu maupun organisasi dari serangan siber yang makin canggih.

Teknologi yang Melelahkan: Mengenal Burnout Digital

Burnout digital adalah kondisi kelelahan fisik, mental, dan emosional yang muncul akibat penggunaan teknologi secara terus-menerus tanpa jeda yang cukup. Berbeda dari kelelahan kerja biasa, burnout digital sering kali tidak disadari karena terselip dalam rutinitas harian seperti mengecek email, menghadiri rapat virtual, atau merespons pesan instan. Seiring waktu, kondisi ini menggerus energi dan kemampuan seseorang untuk tetap fokus dan waspada, terutama dalam lingkungan kerja yang serba digital.

Beberapa penyebab utama burnout digital antara lain adalah banjir notifikasi dari berbagai aplikasi, multitasking digital yang melelahkan otak, serta ekspektasi untuk selalu “online” dan responsif sepanjang hari. Tekanan untuk terus terhubung ini menciptakan lingkungan kerja yang tanpa batas waktu, membuat individu kesulitan memisahkan antara waktu kerja dan istirahat. Akibatnya, tidak hanya tubuh yang kelelahan, tetapi pikiran pun menjadi jenuh dan kehilangan ketajaman dalam mengambil keputusan.

Ciri-ciri umum dari burnout digital bisa dikenali dari kesulitan untuk berkonsentrasi, rasa lelah yang tidak kunjung hilang meskipun sudah beristirahat, menurunnya motivasi kerja, serta lambatnya respon terhadap potensi risiko, termasuk risiko siber. Seseorang yang mengalami burnout digital mungkin akan lebih mudah melewatkan peringatan keamanan, tergesa-gesa membuka tautan mencurigakan, atau melupakan langkah-langkah dasar dalam menjaga keamanan informasi. Kondisi ini menunjukkan bahwa burnout digital bukan sekadar isu produktivitas, tetapi juga berpotensi menjadi celah dalam pertahanan siber perusahaan.

Baca juga: Social Engineering: Hacker Tak Perlu Retas Sistem, Cukup Pikiranmu

Hubungan Burnout Digital dan Ancaman Siber

Burnout digital dan keamanan siber memiliki hubungan yang sangat erat, meskipun seringkali luput dari perhatian banyak organisasi. Ketika seseorang mengalami kelelahan digital, tingkat konsentrasi dan kewaspadaannya menurun drastis. Dalam kondisi ini, karyawan menjadi lebih rentan terhadap kesalahan seperti mengklik tautan phishing, membuka lampiran mencurigakan, atau lupa logout dari sistem penting. Hal-hal kecil yang sebelumnya dianggap sepele bisa menjadi pintu masuk bagi ancaman siber yang serius.

Beberapa studi menunjukkan bahwa kelelahan mental memiliki dampak signifikan terhadap kemampuan seseorang dalam mengenali dan merespons risiko siber. Sebuah laporan dari Stanford University yang ditulis oleh Profesor Jeff Hancock bekerja sama dengan perusahaan keamanan siber Tessian, berjudul 'The Psychology of Human Error', menyebut bahwa 88% pelanggaran data disebabkan oleh kesalahan manusia—dan sebagian besar dari kesalahan ini berkaitan dengan kondisi mental seperti stres, kelelahan, atau tergesa-gesa. Dengan kata lain, burnout digital bisa memperbesar peluang terjadinya insiden keamanan hanya karena kelengahan sesaat.

Contoh nyatanya, dalam sebuah kasus internal perusahaan teknologi di Asia, seorang karyawan yang mengalami kelelahan akibat lembur berkepanjangan tanpa istirahat cukup, tidak sengaja membagikan kredensial login ke dalam chat grup yang salah. Hal ini dimanfaatkan oleh pihak tidak bertanggung jawab untuk mengakses sistem internal dan mencuri data sensitif pelanggan. Kasus ini menggambarkan bahwa burnout digital bukan hanya masalah individu, tetapi juga ancaman nyata bagi postur keamanan siber organisasi.

Tanda-Tanda Karyawan Rentan Burnout Digital

Burnout digital sering kali berkembang secara perlahan dan tidak disadari, namun ada beberapa tanda yang bisa dikenali baik oleh individu maupun perusahaan. Beberapa di antaranya termasuk sulit berkonsentrasi, mudah lelah meskipun tidak bekerja fisik, merasa jenuh dengan tugas-tugas digital, hingga keengganan untuk terlibat dalam komunikasi daring. Karyawan yang menunjukkan penurunan motivasi, sering merasa terganggu oleh notifikasi, atau cenderung menghindari penggunaan teknologi juga patut diperhatikan. Perusahaan dapat memantau gejala ini melalui menurunnya produktivitas, meningkatnya kesalahan kerja, atau meningkatnya keluhan terkait kelelahan mental.

Dalam konteks keamanan digital, burnout digital berdampak langsung pada perilaku sehari-hari karyawan. Individu yang kelelahan cenderung mengambil jalan pintas, seperti menggunakan password yang sama untuk beberapa akun, membagikan kredensial kepada rekan kerja karena malas login ulang, atau mengabaikan pembaruan sistem yang sebenarnya krusial. Mereka juga bisa lebih mudah tergoda untuk mengklik tautan mencurigakan karena fokus dan kewaspadaan yang menurun. Oleh karena itu, mengenali tanda-tanda ini bukan hanya penting untuk menjaga kesehatan mental, tetapi juga untuk mempertahankan ketahanan siber perusahaan.

Strategi Mencegah dan Mengatasi Burnout Digital

Untuk menghadapi kelelahan akibat teknologi yang berdampak pada menurunnya kewaspadaan terhadap ancaman siber, organisasi perlu menerapkan strategi mengatasi burnout digital secara terstruktur dan berkelanjutan. Burnout digital bukan sekadar isu kesehatan mental, tetapi juga menjadi faktor risiko yang nyata dalam keamanan informasi. Berikut adalah tiga langkah penting yang dapat dilakukan:

Manajemen Waktu Digital

Mengatur jadwal kerja yang sehat sangat penting untuk mencegah kelelahan digital. Karyawan perlu memiliki waktu kerja yang terjadwal dengan jelas, termasuk waktu istirahat rutin untuk menjauh dari layar perangkat. Dengan menerapkan teknik seperti time blocking atau aturan "no screen time" di luar jam kerja, individu dapat menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan pemulihan mental. Kebijakan ini membantu otak beristirahat, menjaga konsentrasi, serta mencegah turunnya daya tanggap terhadap risiko siber.

Promosi Budaya Kerja yang Mendukung Keseimbangan Digital

Perusahaan perlu membangun budaya kerja yang tidak mendorong "selalu aktif" sepanjang waktu. Ini bisa dimulai dengan memberi contoh dari level manajemen, seperti tidak mengirim pesan kerja di luar jam kantor atau menghargai waktu istirahat karyawan. Lingkungan yang suportif akan menurunkan tekanan psikologis, meningkatkan loyalitas, serta menumbuhkan kesadaran bahwa produktivitas tidak harus mengorbankan kesehatan digital. Budaya semacam ini juga menciptakan ruang aman untuk melaporkan kelelahan sebelum berdampak pada risiko keamanan.

Pelatihan Kesadaran Siber yang Memperhatikan Kondisi Psikologis

Program pelatihan keamanan informasi yang efektif tidak hanya menyampaikan aturan teknis, tetapi juga harus mempertimbangkan kondisi mental karyawan. Materi yang ringan, interaktif, dan tidak membebani dapat membantu memperkuat kesadaran tanpa menambah stres. Pelatihan yang responsif terhadap burnout—misalnya dengan format mikrolearning atau pengingat berkala—mendorong perilaku aman secara alami dan berkelanjutan, sekaligus memperkuat pertahanan organisasi terhadap ancaman yang memanfaatkan kelengahan manusia.

Peran Perusahaan dalam Menangani Burnout Digital

Dalam menghadapi tantangan burnout digital, perusahaan memiliki tanggung jawab besar untuk menciptakan lingkungan kerja yang tidak hanya produktif, tetapi juga sehat secara mental dan aman dari risiko siber. Berikut ini adalah tiga langkah strategis yang dapat dilakukan perusahaan untuk membantu menangani burnout digital secara efektif:

  • Pentingnya pemantauan kondisi mental digital karyawan
    Perusahaan perlu rutin memantau kesejahteraan digital karyawan melalui survei atau sesi diskusi terbuka. Langkah ini membantu mendeteksi kelelahan lebih awal dan mencegah dampaknya terhadap produktivitas, fokus kerja, serta potensi kelengahan dalam menghadapi ancaman siber.
  • Integrasi pendekatan Human Cyber Risk dalam pelatihan keamanan
    Pelatihan keamanan sebaiknya tidak hanya fokus pada aspek teknis, tetapi juga mencakup faktor psikologis seperti stres, kelelahan, dan distraksi digital. Dengan pendekatan Human Cyber Risk, pelatihan menjadi lebih relevan dengan kondisi nyata karyawan dan membentuk kesadaran yang lebih kuat terhadap risiko.
  • Tools dan kebijakan yang bisa diadopsi
    Perusahaan dapat memanfaatkan tools seperti platform microlearning, reminder istirahat digital, dan dashboard pemantauan aktivitas. Sementara itu, kebijakan seperti jam kerja yang sehat, pembatasan notifikasi di luar jam kantor, dan pemberian cuti digital dapat menjaga kesehatan mental sekaligus memperkuat budaya kerja yang aman secara siber.

Baca juga: Membangun Cyberculture yang Mendorong Karyawan Melaporkan Ancaman

Kesimpulan

Burnout digital bukan hanya persoalan kelelahan individu, tetapi juga ancaman serius bagi keamanan siber organisasi. Ketika karyawan kehilangan fokus karena paparan teknologi yang berlebihan, risiko terjadinya kesalahan seperti klik tautan phishing atau lupa menjaga kerahasiaan data menjadi semakin tinggi. Oleh karena itu, langkah preventif seperti manajemen waktu digital, pelatihan yang adaptif, dan budaya kerja yang mendukung keseimbangan sangatlah penting untuk diterapkan. Membangun ketahanan siber tak cukup dengan sistem keamanan canggih saja, tetapi juga harus menyentuh sisi manusia yang ada di balik layar. Apakah tim Anda sudah siap menghadapi ancaman burnout digital? Saatnya evaluasi dan lindungi mereka dengan pendekatan keamanan siber yang lebih manusiawi.

Satu Solusi Kelola Keamanan Siber Karyawan Secara Simple & Otomatis

Nur Rachmi Latifa

Penulis yang berfokus memproduksi konten seputar Cybersecurity, Privacy dan Human Cyber Risk Management.