<img height="1" width="1" style="display:none" src="https://www.facebook.com/tr?id=2253229985023706&amp;ev=PageView&amp;noscript=1">

back to HRMI

FOMO sebagai Pemicu Kecenderungan Klik Tautan di Media Sosial

Read Time 6 mins | Written by: Nur Rachmi Latifa

Media Sosial

FOMO, atau Fear of Missing Out, adalah rasa cemas yang timbul karena kekhawatiran akan melewatkan informasi, tren, atau peluang tertentu, terutama yang terlihat di media sosial. Kehadiran media sosial telah menjadi salah satu faktor utama yang memicu FOMO, karena sering menampilkan konten tentang aktivitas, kehidupan, atau kesempatan menarik dari orang lain. Perasaan ini mendorong banyak pengguna untuk terus memantau media sosial dan lebih sering mengklik tautan yang tampak mendesak atau menawarkan sesuatu yang eksklusif. Artikel ini akan mengupas bagaimana FOMO mempengaruhi kebiasaan mengklik tautan di media sosial dan risiko yang dapat muncul akibat perilaku tersebut.

Mengenal FOMO: Fenomena Sosial di Era Digital

FOMO, atau Fear of Missing Out, adalah istilah yang menggambarkan perasaan takut atau cemas karena merasa tertinggal dari pengalaman, informasi, atau kesempatan yang dimiliki orang lain. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Dan Herman, seorang ahli strategi pemasaran, pada tahun 1996, dan menjadi semakin relevan dengan pesatnya perkembangan media sosial. FOMO sering dikaitkan dengan kebutuhan untuk terus memantau apa yang terjadi di sekitar, terutama di platform seperti Instagram, Twitter, atau TikTok, di mana pengguna secara konstan terpapar dengan gambaran hidup orang lain yang tampak sempurna.

Dalam kehidupan sehari-hari, FOMO sering muncul dalam berbagai bentuk. Misalnya, saat seseorang melihat teman-temannya menghadiri acara yang menarik melalui unggahan Instagram, mereka mungkin merasa iri dan ingin segera ikut terlibat. Di media sosial, FOMO juga dapat dipicu oleh iklan atau promosi yang menggunakan strategi urgensi, seperti diskon terbatas waktu atau konten eksklusif yang hanya bisa diakses dalam waktu tertentu. Hal ini memotivasi banyak orang untuk terus menggulir feed, memeriksa notifikasi, dan bahkan mengklik tautan secara impulsif demi menghindari perasaan "ketinggalan."

Studi menunjukkan bahwa FOMO memiliki dampak signifikan pada perilaku manusia. Penelitian dari University of Essex, misalnya, menemukan bahwa individu yang sering mengalami FOMO cenderung lebih aktif di media sosial, menghabiskan lebih banyak waktu online, dan sering membuat keputusan impulsif, seperti membeli produk atau mengklik tautan tanpa berpikir panjang. Data ini menunjukkan bahwa FOMO tidak hanya mempengaruhi kebiasaan digital seseorang, tetapi juga memiliki implikasi psikologis dan ekonomi yang lebih luas. Dengan memahami FOMO, kita dapat lebih bijak dalam mengelola interaksi digital sehari-hari.

Baca juga: WhatsApp Centang Biru Palsu Jadi Modus Baru Penipuan Perbankan

Peran Media Sosial dalam Meningkatkan FOMO

Media sosial dirancang untuk menciptakan rasa urgensi dan mendorong keterlibatan pengguna dengan memanfaatkan kecenderungan manusia yang ingin selalu terhubung dan mendapat pengakuan. Platform seperti Instagram, Twitter, dan TikTok menggunakan fitur-fitur seperti notifikasi, feed real-time, dan "cerita" (stories) yang hanya tersedia selama 24 jam untuk mendorong pengguna agar terus memantau aktivitas di dalamnya. 

Fitur-fitur ini menciptakan tekanan sosial yang membuat pengguna merasa harus selalu terlibat atau mengetahui informasi terbaru agar tidak merasa tertinggal. Selain itu, adanya elemen seperti "like," "share," dan "retweet" menambah daya tarik media sosial, sehingga pengguna semakin sering membandingkan diri dengan orang lain, yang pada akhirnya memperkuat rasa FOMO. Algoritma media sosial juga memiliki peran penting dalam memperkuat FOMO. Sistem algoritma dirancang untuk menampilkan konten yang relevan dan menarik bagi setiap pengguna berdasarkan kebiasaan dan preferensi mereka. 

Sebagai contoh, Instagram menonjolkan unggahan dari teman dekat atau akun yang sering berinteraksi dengan pengguna, membuat aktivitas orang lain terlihat lebih menarik dan aktif. TikTok, melalui fitur "For You Page" (FYP), secara konsisten menyajikan video-video yang menarik perhatian pengguna dalam waktu singkat, mendorong mereka untuk terus menggulir tanpa henti. Hubungan antara algoritma dan FOMO ini menciptakan pola di mana pengguna merasa terjebak dalam kebutuhan untuk terus memantau tren, konten viral, atau diskusi yang sedang ramai di media sosial.

FOMO sebagai Pemicu Klik Link

FOMO menjadi salah satu alasan utama yang mendorong pengguna untuk mengklik tautan di media sosial. Ketakutan akan melewatkan peluang atau informasi membuat seseorang cenderung bereaksi terhadap tautan yang menciptakan kesan urgensi atau eksklusivitas. Sebagai contoh, tautan promosi dengan batas waktu seperti "Diskon 50% hanya hari ini!" memunculkan tekanan psikologis untuk segera bertindak, meskipun kebutuhan sebenarnya belum tentu ada. 

Selain itu, konten viral sering kali dirancang untuk memanfaatkan rasa penasaran pengguna, dengan judul-judul seperti "Anda tidak akan percaya apa yang terjadi selanjutnya!" yang membuat orang tergoda untuk membuka tautan hanya demi memuaskan keingintahuan mereka. Tautan yang menawarkan akses terbatas atau "kesempatan terakhir" juga sering memicu FOMO. Misalnya, undangan untuk mengikuti webinar eksklusif, pre-order produk yang hanya tersedia dalam jumlah terbatas, atau diskon khusus yang berlaku untuk beberapa jam saja. 

Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Consumer Psychology mengungkapkan bahwa urgensi dan kelangkaan dapat mendorong perilaku impulsif, termasuk klik tautan. Contoh nyata dapat dilihat pada acara seperti "Flash Sale" atau "Cyber Monday," di mana banyak orang bergegas mengklik tautan dan melakukan transaksi tanpa berpikir panjang karena takut kehilangan kesempatan. Fenomena ini menunjukkan bahwa FOMO tidak hanya mempengaruhi perilaku di media sosial tetapi juga memiliki dampak signifikan pada pengambilan keputusan dan konsumsi digital. Memahami pola ini dapat membantu pengguna lebih selektif dan bijaksana dalam merespons tautan yang mereka temui.

Risiko Klik Tautan Karena FOMO

FOMO dapat membuka peluang bagi berbagai ancaman keamanan siber, seperti phishing, malware, dan penipuan lainnya. Ketika seseorang merasa terdesak untuk mengklik tautan karena takut kehilangan kesempatan atau informasi, mereka sering kali mengabaikan langkah-langkah verifikasi yang penting. Phishing, misalnya, memanfaatkan rasa urgensi yang sering timbul akibat FOMO dengan menyamar sebagai promosi eksklusif, email resmi dari institusi terpercaya, atau pesan darurat. Begitu tautan di klik, pengguna dapat diarahkan ke situs palsu yang dirancang untuk mencuri data pribadi seperti username, password, atau informasi keuangan. Dalam beberapa situasi, mengklik tautan mencurigakan juga dapat mengunduh malware ke perangkat pengguna, yang kemudian digunakan untuk mencuri data atau menyebabkan kerusakan sistem.

Salah satu contoh yang relevan adalah serangan phishing yang menargetkan pengguna media sosial melalui tawaran hadiah atau diskon besar. Misalnya, pesan seperti "Dapatkan voucher diskon 70% hanya dengan mengklik tautan ini!" sering kali digunakan untuk memancing korban mengklik tanpa berpikir panjang. Banyak pengguna yang akhirnya memberikan informasi pribadi mereka di situs palsu atau tanpa sadar mengunduh file berbahaya. Serangan serupa juga terjadi melalui aplikasi pesan instan, di mana tautan berbahaya sering dikirimkan melalui grup atau kontak yang tampaknya terpercaya, sehingga meningkatkan kredibilitasnya di mata korban.

Untuk mengurangi risiko ini, penting bagi pengguna untuk meningkatkan kesadaran tentang keamanan saat online. Langkah-langkah yang dapat dilakukan yaitu seperti berikut: 

  • Memeriksa keaslian tautan sebelum mengklik, mengamati domain situs, atau mengidentifikasi tanda-tanda mencurigakan seperti ejaan yang salah dan desain situs yang tidak profesional dapat membantu mencegah ancaman. 
  • Menggunakan perangkat lunak keamanan seperti antivirus dan pemblokir phishing dapat memberikan perlindungan tambahan. 
  • Edukasi mengenai cara mengenali ancaman phishing atau malware juga harus menjadi bagian penting dari literasi digital setiap individu. 

Dengan memahami risiko ini dan menerapkan tindakan pencegahan, pengguna dapat menghindari bahaya dari kebiasaan mengklik tautan secara impulsif yang sering kali dipicu oleh FOMO di media sosial.

Strategi Efektif untuk Mengatasi FOMO di Media Sosial

FOMO, atau Fear of Missing Out, sering kali menjadi tantangan yang sulit dihadapi di era digital, di mana media sosial memengaruhi hampir setiap aspek kehidupan. Namun, ada beberapa strategi efektif yang dapat membantu mengelola FOMO dan menciptakan hubungan yang lebih sehat dengan media sosial. Berikut adalah langkah-langkah praktis yang bisa Anda terapkan.

Membatasi Waktu Penggunaan Media Sosial

Mengontrol durasi waktu yang dihabiskan di media sosial adalah langkah pertama untuk mengatasi FOMO. Anda dapat menetapkan batasan waktu harian untuk penggunaan aplikasi tertentu menggunakan fitur bawaan seperti "Screen Time" di iOS atau "Digital Wellbeing" di Android. Dengan membatasi waktu akses, Anda dapat fokus pada hal-hal yang lebih produktif tanpa merasa tergoda untuk terus menggulir feed media sosial.

Memverifikasi Tautan Sebelum Mengklik

Sering kali, FOMO membuat seseorang tergesa-gesa mengklik tautan tanpa mempertimbangkan risiko yang mungkin terjadi. Untuk mencegah ini, biasakan memeriksa keaslian tautan dengan memperhatikan domain atau sumbernya. Jika ragu, gunakan tools seperti URLVoid atau VirusTotal untuk memeriksa keamanan tautan sebelum membukanya. Langkah ini membantu melindungi Anda dari ancaman phishing, malware, dan penipuan online.

Fokus pada Aktivitas Offline

Mengalihkan perhatian dari media sosial ke aktivitas offline dapat membantu mengurangi rasa cemas akibat FOMO. Luangkan waktu untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan di dunia nyata, seperti berolahraga, membaca buku, atau menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman. Aktivitas ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan mental tetapi juga menciptakan keseimbangan hidup yang lebih sehat.

Tools atau Aplikasi yang Membantu Mengelola FOMO dan Kebiasaan Online

Beberapa aplikasi dapat mendukung Anda dalam mengelola kebiasaan digital dan mengurangi FOMO. Misalnya, aplikasi seperti Forest dan StayFocusd membantu meminimalkan gangguan dengan mendorong fokus pada tugas-tugas penting. Selain itu, Freedom memungkinkan Anda memblokir akses ke situs atau aplikasi tertentu selama waktu yang ditentukan. Dengan menggunakan alat ini, Anda dapat mengembangkan kebiasaan digital yang lebih baik dan menghindari godaan untuk terus memantau media sosial.

Melalui penerapan strategi ini secara rutin, Anda dapat lebih mudah mengendalikan rasa FOMO dan menikmati kehidupan digital dengan cara yang lebih seimbang dan aman.

Baca juga: Klik Sembarangan Berbahaya! Begini Cara Hacker Curi Informasi Pribadi

Kesimpulan

FOMO di era media sosial mendorong perilaku online yang berisiko, seperti mengklik tautan tanpa berpikir panjang, sehingga meningkatkan ancaman keamanan siber. Mengelola FOMO dapat dilakukan dengan membatasi waktu online, memverifikasi tautan, dan fokus pada aktivitas offline. Dukungan tools digital dapat membantu mengurangi kebiasaan yang tidak sehat. Dengan langkah ini, setiap individu bisa menciptakan kebiasaan online yang lebih aman dan seimbang. Kesadaran dan tindakan proaktif adalah kunci menjaga keseimbangan antara dunia digital dan nyata.

Satu Solusi Kelola Keamanan Siber Karyawan Secara Simple & Otomatis

Nur Rachmi Latifa

Penulis yang berfokus memproduksi konten seputar Cybersecurity, Privacy dan Human Cyber Risk Management.