<img height="1" width="1" style="display:none" src="https://www.facebook.com/tr?id=2253229985023706&amp;ev=PageView&amp;noscript=1">

back to HRMI

Siapa Saja Target Cyber Espionage dan Bagaimana Mereka Disusupi?

Read Time 7 mins | 03 Jul 2025 | Written by: Nur Rachmi Latifa

Target Cyber Espionage

Cyber Espionage atau spionase siber telah menjadi ancaman nyata yang tidak bisa diabaikan oleh organisasi dari berbagai sektor. Cyber espionage merujuk pada upaya peretasan yang dilakukan secara diam-diam oleh pihak tidak berwenang untuk mencuri data sensitif, rahasia dagang, atau informasi strategis demi keuntungan ekonomi, politik, maupun militer. Topik ini menjadi semakin penting karena serangan semacam ini tidak hanya berdampak pada keamanan data, tetapi juga bisa mengguncang stabilitas operasional perusahaan dan merusak reputasi jangka panjang. Dengan semakin canggihnya teknik yang digunakan oleh pelaku, memahami apa itu cyber espionage dan bagaimana cara kerjanya menjadi langkah awal penting bagi setiap organisasi dalam membangun ketahanan siber.

Memahami Cyber Espionage: Definisi dan Tujuan Utamanya

Cyber espionage atau spionase siber, adalah bentuk serangan digital di mana peretas secara diam-diam menyusup ke sistem komputer suatu organisasi atau individu untuk mencuri informasi rahasia. Berbeda dari serangan siber yang bertujuan merusak, cyber espionage lebih fokus pada pengumpulan data tanpa terdeteksi. Informasi yang diincar bisa berupa data intelektual, dokumen sensitif, rencana bisnis, hingga korespondensi pribadi—semuanya bernilai tinggi jika jatuh ke tangan yang salah.

Motivasi di balik cyber espionage sangat beragam. Beberapa pelaku melakukannya untuk keuntungan ekonomi, seperti mencuri formula produk, hasil penelitian, atau strategi perusahaan demi memperkuat posisi pesaing di pasar. Ada pula yang melakukannya demi kepentingan politik dan militer—misalnya, untuk mengetahui strategi lawan, memengaruhi kebijakan luar negeri, atau mendapatkan akses ke data intelijen. Dalam beberapa kasus ekstrim, serangan ini dilakukan untuk merusak reputasi organisasi dengan membocorkan informasi sensitif ke publik.

Contoh nyata dari tujuan-tujuan ini termasuk pencurian hak kekayaan intelektual (IP) oleh kelompok negara tertentu untuk mempercepat inovasi teknologi domestik, manipulasi opini publik lewat penyusupan ke platform media, hingga sabotase terhadap lembaga riset penting seperti yang terjadi pada pusat-pusat penelitian COVID-19. Dengan kata lain, cyber espionage bukan sekadar masalah teknis, melainkan ancaman strategis yang bisa menggoyang stabilitas ekonomi, politik, dan sosial secara global.

Baca juga: Kenalan Sama Malware Darkgate: Ancaman Baru di Dunia Siber

Siapa Saja Target Utama Cyber Espionage

Dalam operasi cyber espionage, para pelaku tidak bertindak sembarangan dalam memilih korban. Mereka secara strategis membidik pihak-pihak yang memiliki akses atau kendali terhadap informasi bernilai tinggi. Target serangan ini bisa dibagi menjadi tiga kategori utama, yakni organisasi dan institusi, individu berpengaruh, serta aset-aset spesifik yang menjadi incaran utama.

Organisasi dan Institusi

  1. Korporasi besar (R&D, manufaktur, teknologi): Perusahaan besar sering menjadi target karena mereka memiliki kekayaan intelektual seperti hasil riset, teknologi baru, dan desain produk yang sangat bernilai untuk disalahgunakan atau dijual ke pesaing.
  2. Lembaga pemerintah dan militer: Lembaga ini menyimpan informasi sensitif seperti kebijakan nasional, strategi pertahanan, dan data intelijen, yang sangat menarik bagi aktor negara atau kelompok dengan motif politik.
  3. Universitas dan lembaga riset: Institusi pendidikan dan riset kerap disusupi karena terlibat dalam penelitian ilmiah dan teknologi penting, termasuk di bidang kesehatan, energi, dan keamanan.
  4. Think tank dan NGO: Organisasi ini menjadi target karena mereka memengaruhi kebijakan publik dan opini internasional, sehingga informasinya dapat dimanfaatkan untuk manipulasi geopolitik.
  5. Startup dengan IP sensitif: Startup yang mengembangkan teknologi inovatif sering diretas karena lebih lemah dalam keamanan siber, meskipun mereka menyimpan ide dan produk bernilai tinggi yang bisa dieksploitasi.

Individu

  1. Pejabat pemerintahan: Pejabat negara sering menjadi target karena mereka terlibat langsung dalam pengambilan keputusan strategis dan memiliki akses ke informasi sensitif terkait kebijakan, keamanan nasional, atau diplomasi.
  2. CEO dan C-Level: Eksekutif puncak di perusahaan memiliki kendali atas arah bisnis, strategi keuangan, serta hubungan dengan mitra penting, sehingga informasi pribadi atau profesional mereka bisa sangat berharga jika dicuri.
  3. Tokoh politik dan aktivis: Tokoh ini sering diserang untuk dimata-matai atau didiskreditkan, terutama jika mereka memiliki pengaruh besar terhadap opini publik atau menentang kepentingan aktor tertentu.
  4. Peneliti dan ilmuwan: Mereka menjadi sasaran karena mengembangkan pengetahuan dan teknologi yang bernilai tinggi, terutama dalam bidang seperti kesehatan, energi, dan pertahanan.
  5. Selebriti: Selebriti bisa digunakan sebagai alat pengaruh sosial; data pribadi mereka bisa dimanfaatkan untuk memanipulasi persepsi publik atau menyebarkan pesan tertentu secara tidak langsung.

Aset yang Sering Dicuri

  1. Data R&D: Informasi hasil riset dan pengembangan sangat berharga karena mencerminkan inovasi dan keunggulan teknologi suatu organisasi, yang dapat langsung dimanfaatkan oleh pesaing atau negara lain untuk keuntungan sendiri.
  2. Informasi gaji dan struktur keuangan internal: Data ini bisa digunakan untuk memahami kekuatan finansial perusahaan, merusak stabilitas internal, atau memengaruhi negosiasi dengan karyawan dan mitra bisnis.
  3. Rencana strategis dan taktik pemasaran: Informasi terkait visi bisnis, peluncuran produk, atau strategi kampanye pemasaran dapat memberikan keunggulan besar bagi kompetitor jika berhasil diretas.
  4. Intelijen militer atau kebijakan luar negeri: Aset ini sangat sensitif karena menyangkut keamanan nasional; jika jatuh ke tangan musuh, bisa dimanfaatkan untuk menyabotase operasi militer atau menggagalkan diplomasi negara.

Melihat luasnya target dan beragamnya jenis data yang diburu, jelas bahwa cyber espionage merupakan ancaman serius bagi siapa pun yang memiliki informasi bernilai. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu dan organisasi untuk memahami risikonya dan memperkuat perlindungan terhadap aset digital mereka.

Taktik dan Teknik yang Digunakan dalam Cyber Espionage

Dalam menjalankan aksinya, pelaku cyber espionage menggunakan berbagai taktik yang canggih dan dirancang untuk menghindari deteksi selama mungkin. Tujuannya adalah mendapatkan akses jangka panjang ke sistem target dan mencuri data secara diam-diam. Berikut adalah beberapa taktik dan teknik yang paling umum digunakan dalam cyber espionage:

Advanced Persistent Threat (APT)

APT adalah jenis serangan siber yang bersifat jangka panjang dan sangat terencana. Pelaku biasanya membangun kehadiran diam-diam di dalam jaringan korban, menghindari deteksi sistem keamanan sambil secara bertahap mencuri informasi sensitif. Serangan APT dilakukan oleh tim profesional yang memiliki sumber daya besar dan pengetahuan teknis tinggi, menjadikannya ancaman serius bagi organisasi dengan aset bernilai tinggi.

Teknik yang Umum Digunakan

Dalam serangan cyber espionage, para pelaku menggunakan berbagai teknik untuk menembus sistem keamanan dan mencuri data tanpa terdeteksi. Teknik-teknik ini biasanya memadukan manipulasi manusia dan eksploitasi teknis. Berikut adalah beberapa metode yang paling umum digunakan:

  1. Social Engineering – manipulasi psikologis korban
    Pelaku memanfaatkan emosi dan perilaku manusia seperti rasa ingin tahu, panik, atau kepedulian untuk memancing korban agar melakukan tindakan tertentu, seperti membuka tautan berbahaya atau memberikan informasi rahasia.
  2. Spear Phishing – email yang disesuaikan untuk target
    Ini adalah serangan phishing yang sangat spesifik, di mana email palsu dirancang menyerupai komunikasi resmi dan ditujukan langsung kepada individu tertentu agar tampak meyakinkan dan sulit dibedakan dari yang asli.
  3. Watering Hole Attack – menyusup lewat situs yang sering dikunjungi target
    Penyerang menginfeksi situs web yang kerap dikunjungi oleh korban, lalu secara otomatis menyebarkan malware saat korban mengakses situs tersebut, tanpa disadari oleh pengguna.
  4. Zero-Day Exploits – eksploitasi celah yang belum ditambal
    Teknik ini memanfaatkan kelemahan perangkat lunak yang belum diketahui oleh pengembang atau belum diperbaiki, sehingga memberikan jalan masuk yang tidak terdeteksi oleh sistem keamanan.
  5. Insider Threat – kolaborasi dengan karyawan atau kontraktor internal
    Pelaku bisa bekerja sama dengan orang dalam yang memiliki akses sah ke sistem organisasi, baik karena motif pribadi maupun karena tekanan, sehingga membuka celah besar dalam keamanan internal.

Beragamnya teknik yang digunakan dalam cyber espionage menunjukkan betapa canggih dan terorganisirnya para pelaku serangan. Tanpa pemahaman yang memadai tentang taktik ini, organisasi akan kesulitan mendeteksi dan mencegah ancaman yang bekerja secara diam-diam namun berdampak besar.

Studi Kasus Nyata Cyber Espionage

Beberapa kasus cyber espionage yang terjadi dalam satu dekade terakhir menunjukkan bagaimana serangan ini dilakukan secara terorganisir dan melibatkan aktor-aktor negara. Salah satu kasus paling terkenal adalah Operasi Aurora pada tahun 2009, yang menargetkan perusahaan besar seperti Google, Adobe, dan Yahoo. Serangan ini memanfaatkan celah keamanan di Internet Explorer untuk menyusup ke sistem dan mencuri data sensitif, termasuk akun milik aktivis hak asasi manusia. Penyelidikan kemudian mengarah pada dugaan keterlibatan kelompok yang berafiliasi dengan pemerintah Tiongkok.

Pada masa pandemi, serangan spionase digital meningkat pesat, terutama terhadap institusi yang terlibat dalam penelitian COVID-19. Laboratorium riset di Amerika Serikat, Inggris, Korea Selatan, Australia, dan negara lainnya menjadi target oleh aktor dari negara seperti Tiongkok, Rusia, Iran, dan Korea Utara. Tujuan utamanya adalah mencuri hasil penelitian terkait vaksin dan metode pengujian. Salah satu insiden ditemukan oleh tim CrowdStrike, yang mendeteksi serangan SQL injection ke server web lembaga akademik yang mengembangkan teknologi pengujian COVID-19.

Selain kasus individual, ada juga kelompok-kelompok spionase siber yang diketahui aktif dan berafiliasi dengan negara tertentu. Misalnya, FANCY BEAR (APT28) dari Rusia terkenal karena menyerang organisasi politik di AS dan Eropa. PIONEER KITTEN dan HELIX KITTEN, yang berasal dari Iran, sering menargetkan sektor energi, pemerintahan, dan telekomunikasi. Sementara itu, GOBLIN PANDA (APT27) yang berbasis di Tiongkok kerap menyerang industri pertahanan dan teknologi di Asia Tenggara. Keberadaan kelompok-kelompok ini membuktikan bahwa cyber espionage kini menjadi bagian dari strategi geopolitik global.

Cara Mendeteksi dan Mencegah Cyber Espionage

Untuk menghadapi ancaman cyber espionage yang semakin canggih, organisasi tidak cukup hanya mengandalkan sistem keamanan dasar. Diperlukan pendekatan yang lebih menyeluruh dan proaktif untuk mendeteksi serta mencegah serangan sejak dini. Berikut ini adalah lima cara utama yang dapat digunakan untuk mendeteksi dan mencegah cyber espionage:

Sensor Coverage

Sensor coverage adalah langkah awal untuk memastikan tidak ada aktivitas jaringan yang luput dari pengawasan. Dengan menempatkan sensor di berbagai titik penting dalam infrastruktur IT, organisasi bisa mendapatkan visibilitas menyeluruh terhadap lalu lintas data dan mendeteksi aktivitas mencurigakan sebelum berkembang menjadi insiden serius.

Technical Intelligence (IOC)

Technical intelligence memanfaatkan Indicators of Compromise (IOC), seperti alamat IP jahat, hash file, atau domain mencurigakan, untuk mengidentifikasi jejak digital yang ditinggalkan oleh pelaku serangan. IOC ini kemudian diintegrasikan ke dalam sistem seperti SIEM untuk membantu analisis dan korelasi data keamanan secara otomatis.

Threat Hunting

Threat hunting adalah proses investigasi aktif yang dilakukan oleh tim keamanan untuk mencari tanda-tanda serangan tersembunyi yang belum terdeteksi oleh sistem otomatis. Teknik ini sangat penting karena serangan cyber espionage seringkali berlangsung dalam jangka panjang dan sangat tersembunyi.

Kemitraan dengan Penyedia Keamanan

Bekerja sama dengan penyedia layanan keamanan siber memungkinkan organisasi memperoleh keahlian tambahan dalam mendeteksi, merespons, dan memulihkan diri dari serangan. Mitra profesional dapat membantu dalam audit sistem, pelatihan tim internal, serta penyediaan layanan tanggap darurat saat terjadi insiden spionase digital.

Baca juga: Ransomware Menyusup Lewat Kamera IP: Ancaman Baru bagi Perusahaan

Kesimpulan

Ancaman cyber espionage kini semakin meningkat dan berkembang dengan tingkat kecanggihan yang tinggi, menjadikannya risiko serius bagi semua sektor—baik publik maupun privat. Serangan yang menyasar individu, organisasi, hingga negara ini tidak hanya berdampak pada kerugian data, tetapi juga dapat mengganggu stabilitas ekonomi dan geopolitik. Oleh karena itu, membangun kesadaran akan pentingnya perlindungan data serta menerapkan sistem pertahanan siber yang menyeluruh adalah langkah mutlak. Jangan tunggu hingga serangan terjadi—lindungi organisasi Anda dari ancaman cyber espionage sekarang juga. Konsultasikan kebutuhan keamanan siber Anda bersama SiberMate, mitra terpercaya dalam solusi human risk dan cyber defense.

Satu Solusi Kelola Keamanan Siber Karyawan Secara Simple & Otomatis

Nur Rachmi Latifa

Penulis yang berfokus memproduksi konten seputar Cybersecurity, Privacy dan Human Cyber Risk Management.

WhatsApp Icon Mira