<img height="1" width="1" style="display:none" src="https://www.facebook.com/tr?id=2253229985023706&amp;ev=PageView&amp;noscript=1">

back to HRMI

Penjualan Data Kripto di Dark Web: Siapa Saja yang Terkena Dampaknya?

Read Time 5 mins | 13 Mei 2025 | Written by: Nur Rachmi Latifa

Data Kripto di Dark Web

Dalam beberapa waktu terakhir, risiko kebocoran data pribadi pengguna aset kripto semakin menjadi sorotan, terutama setelah terungkapnya penjualan besar-besaran data di dark web. Fenomena ini menunjukkan bahwa perlindungan data di dunia aset digital belum sepenuhnya aman. Salah satu laporan terbaru menyebutkan bahwa lebih dari 18 juta catatan data kripto yang berasal dari sejumlah platform terkemuka telah diperjualbelikan secara ilegal. Situasi ini menandakan bahwa kejahatan siber semakin mengincar sektor kripto dan menempatkan jutaan pengguna dalam posisi rentan terhadap penyalahgunaan data pribadi.

Dark Web: Potensi Bahayanya bagi Pengguna Digital

Salah satu bentuk kejahatan siber yang paling sering ditemukan di dark web adalah aktivitas jual beli data pengguna aset kripto. Informasi yang diperjualbelikan tidak hanya sekadar alamat email atau nama pengguna, melainkan juga mencakup data yang sangat sensitif seperti alamat dompet digital, kredensial akun pada platform kripto, serta dokumen identitas pribadi yang diperoleh melalui peretasan sistem atau serangan phishing yang menipu korban untuk menyerahkan datanya secara tidak sadar.

Dark web menjadi tempat yang sangat ideal bagi para pelaku kejahatan siber untuk memperdagangkan hasil kompromi data tersebut. Dengan tingkat anonimitas yang tinggi dan jangkauan pasar global, pelaku dapat menjual informasi berharga ini secara bebas tanpa mudah terdeteksi oleh aparat penegak hukum. Data yang telah dicuri kemudian digunakan untuk berbagai keperluan kriminal, mulai dari pengambilalihan akun dompet digital, pengurasan aset, hingga pemerasan atau penyebaran identitas korban untuk kejahatan lanjutan.

Bagi jutaan pengguna aset kripto di seluruh dunia, keberadaan data mereka di dark web menjadi ancaman serius yang tidak selalu disadari sejak awal. Kebocoran informasi yang tidak segera diketahui atau ditangani dapat berujung pada kerugian finansial dalam jumlah besar, serta hilangnya kepercayaan terhadap platform kripto yang mereka gunakan. Oleh karena itu, penting bagi setiap pengguna untuk meningkatkan kewaspadaan digital, menggunakan fitur keamanan berlapis, serta secara rutin memantau apakah data pribadi mereka telah bocor dan diperjualbelikan di ruang digital gelap ini.

Baca juga: Cara Mudah Cek Kebocoran Data Perusahaan dengan Layanan Keamanan Siber

Detail Kebocoran Data Kripto: Siapa yang Terlibat?

Kasus kebocoran data kripto yang mencuat belakangan ini menunjukkan betapa rawannya perlindungan data pribadi di ekosistem aset digital. Informasi yang bocor mencakup data-data sensitif seperti nama lengkap, alamat email, nomor telepon, hingga alamat rumah. Jika dimanfaatkan oleh pihak tidak bertanggung jawab, data ini sangat mungkin digunakan dalam berbagai skema penipuan, termasuk pencurian identitas dan upaya manipulasi psikologis seperti social engineering.

Beberapa platform kripto besar menjadi sorotan karena disebut sebagai sumber data yang bocor, seperti Binance US, Crypto.com, Coinbase, Robinhood, Kraken, dan Gemini. Menurut laporan dari Dark Web Informer, total data yang tersebar mencakup lebih dari 18 juta catatan pengguna dari lebih dari 20 platform kripto. Meski sebagian perusahaan menyatakan sistem mereka tidak diretas secara langsung, besarnya jumlah data yang beredar mengindikasikan adanya celah lain, seperti serangan phishing atau penyalahgunaan sesi pengguna.

Yang mengkhawatirkan, seluruh data kripto tersebut ditawarkan di dark web dengan harga hanya USD 10.000. Dengan biaya yang relatif murah, data puluhan juta pengguna bisa diakses oleh siapa saja yang berniat jahat. Hal ini menegaskan bahwa keamanan data pribadi masih menjadi tantangan serius di industri kripto, dan pengguna harus semakin waspada dalam menjaga informasi digital mereka.

Negara-Negara dan Platform Paling Terdampak

Amerika Serikat tercatat sebagai negara dengan jumlah korban terbanyak dalam insiden kebocoran data kripto kali ini, seiring dengan dominasi pengguna di platform-platform besar seperti Robinhood dan Gemini. Meski demikian, dampaknya tidak hanya terbatas di AS. Pengguna dari negara lain seperti Inggris, Jerman, Prancis, dan Singapura juga dilaporkan terdampak. Informasi yang bocor bukanlah data publik, melainkan berasal dari akses yang tidak sah, menandakan adanya pelanggaran privasi yang serius di tingkat internasional.

Menanggapi temuan tersebut, Binance telah memberikan klarifikasi bahwa tidak terjadi pelanggaran sistem di pihak mereka, dan menjelaskan bahwa data kemungkinan dikumpulkan melalui perangkat pengguna yang terinfeksi malware. Sementara itu, beberapa platform lain yang juga disebut dalam laporan, seperti Ledger dan Gemini, belum memberikan pernyataan resmi. Ketidakhadiran tanggapan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pengguna, karena keterbukaan informasi sangat penting untuk menjaga kepercayaan di industri kripto yang penuh risiko.

Ancaman Utama Berasal dari Phishing, Bukan Celah Sistem

Kasus kebocoran data kripto yang terjadi menunjukkan bahwa sumber utama ancaman bukan berasal dari kelemahan sistem internal platform, melainkan dari sisi pengguna itu sendiri. Data yang beredar luas diduga diperoleh melalui metode phishing dan pengambilalihan sesi browser pada perangkat yang telah terinfeksi. Dengan kata lain, pelaku tidak perlu membobol sistem secara langsung, melainkan cukup mengecoh pengguna agar tanpa sadar memberikan akses terhadap informasi sensitif. Kondisi ini menyoroti pentingnya perlindungan terhadap perilaku pengguna sebagai bagian dari strategi keamanan siber.

Lebih jauh lagi, teknik phishing kini berkembang semakin kompleks dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi seperti deepfake, identitas digital palsu, dan automasi berbasis kecerdasan buatan. Sebagai contoh, insiden yang menimpa Robinhood pada tahun 2021 terjadi akibat praktik social engineering terhadap staf internal, bukan karena celah teknis. Belakangan, kasus serupa kembali muncul dalam bentuk pesan SMS palsu yang mencatut nama Binance dengan pengirim seolah-olah resmi, yang digunakan untuk menjebak pengguna agar menyerahkan kode verifikasi mereka. Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa kelemahan terbesar dalam ekosistem kripto terletak pada sisi manusia, bukan hanya pada infrastruktur teknologinya. 

Dampak Bagi Korban dan Risiko Jangka Panjang

Kebocoran data kripto yang diperjualbelikan di dark web membawa dampak serius bagi individu yang terdampak. Tidak hanya mengancam dari sisi finansial, insiden ini juga membuka potensi risiko lanjutan yang bisa terjadi dalam jangka panjang. Berikut adalah beberapa dampak utama yang perlu diwaspadai oleh para pengguna aset digital:

  • Risiko pencurian identitas dan kerugian finansial
    Informasi pribadi seperti nama, alamat, email, dan nomor telepon yang bocor dapat dimanfaatkan untuk melakukan penipuan identitas. Pelaku bisa menyamar sebagai korban untuk membuka akun baru, mengajukan pinjaman, atau melakukan transaksi atas nama korban, yang dapat menyebabkan kerugian finansial yang signifikan.
  • Kerentanan terhadap pembobolan akun dan rusaknya reputasi digital
    Data yang bocor sering kali digunakan untuk mengakses akun kripto korban secara ilegal. Jika akun berhasil diretas, aset digital dapat dicuri dalam waktu singkat. Di sisi lain, reputasi digital korban juga terancam, terutama jika data tersebut digunakan untuk menipu pihak lain atau disebarluaskan secara publik.
  • Penyalahgunaan data untuk kejahatan siber lanjutan
    Data yang telah tersebar di dark web sangat mungkin diperjualbelikan berkali-kali dan digunakan untuk berbagai tujuan jahat, mulai dari serangan phishing lanjutan hingga pemerasan. Karena data tersebut sudah di luar kendali pemiliknya, korban dapat terus-menerus menjadi sasaran dalam berbagai skema penipuan yang lebih canggih.

Dengan mempertimbangkan berbagai potensi risiko di atas, penting bagi setiap pengguna aset kripto untuk lebih waspada dan proaktif dalam menjaga keamanan data pribadinya. Pencegahan dan deteksi dini menjadi langkah utama untuk mengurangi dampak jangka panjang dari insiden kebocoran data.

Langkah-Langkah Perlindungan: Jangan Sampai Jadi Korban

Untuk terhindar dari kebocoran data kripto, pengguna disarankan untuk menerapkan langkah-langkah perlindungan yang efektif dan berkelanjutan. Salah satu langkah paling penting adalah mengaktifkan fitur otentikasi dua faktor (2FA) di seluruh akun kripto yang dimiliki. Mekanisme ini menambah lapisan keamanan dengan memastikan bahwa akses ke akun tidak hanya bergantung pada kata sandi. Selain itu, pengguna sebaiknya menggunakan kombinasi kata sandi yang kuat dan berbeda untuk setiap platform, serta menyimpannya secara aman melalui aplikasi manajer kata sandi (password manager) untuk menghindari risiko kebocoran atau penyalahgunaan.

Selain perlindungan teknis, kewaspadaan terhadap upaya penipuan digital juga sangat diperlukan. Pengguna harus berhati-hati terhadap pesan, email, atau tautan yang mencurigakan—terutama yang mengaku berasal dari platform kripto resmi. Banyak serangan phishing dirancang sedemikian rupa agar tampak meyakinkan dan mampu mengecoh korban. Oleh karena itu, sebaiknya manfaatkan fitur keamanan tambahan yang disediakan oleh platform, seperti sistem pengenalan kode anti-phishing atau notifikasi aktivitas tidak biasa. Dengan menerapkan langkah-langkah ini, pengguna dapat memperkuat perlindungan terhadap aset digital mereka dan meminimalkan risiko kebocoran data.

Baca juga: Apa Saja yang Dijual di Dark Web? Fakta Mencengangkan

Kesimpulan

Dalam menghadapi semakin maraknya kebocoran data kripto, penting bagi setiap pengguna untuk tidak mengabaikan literasi keamanan digital. Ancaman yang berasal dari dark web bukanlah sekadar isu spekulatif, melainkan kenyataan yang telah terbukti berdampak nyata terhadap jutaan orang. Data pribadi kini memiliki nilai yang setara dengan aset digital dan harus dijaga dengan perlindungan yang sama ketatnya. Jangan tunggu hingga terjadi insiden—jadikan keamanan sebagai bagian dari kebiasaan digital sehari-hari. Ingin tahu apakah datamu pernah bocor? Gunakan layanan seperti HaveIBeenPwned atau aktifkan fitur pemantauan dark web dari penyedia terpercaya seperti SiberMate untuk memastikan data Anda tetap aman.

Satu Solusi Kelola Keamanan Siber Karyawan Secara Simple & Otomatis

Nur Rachmi Latifa

Penulis yang berfokus memproduksi konten seputar Cybersecurity, Privacy dan Human Cyber Risk Management.