<img height="1" width="1" style="display:none" src="https://www.facebook.com/tr?id=2253229985023706&amp;ev=PageView&amp;noscript=1">

back to HRMI

Perubahan Strategis dalam Manajemen Risiko Siber Pasca PADG 24/2024

Read Time 8 mins | 24 Nov 2025 | Written by: Nur Rachmi Latifa

Manajemen Risiko Siber Pasca PADG 24/2024

Transformasi digital di sektor keuangan telah membawa peluang luar biasa bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, di sisi lain, digitalisasi juga meningkatkan eksposur terhadap ancaman Risiko Siber. Insiden siber kini tidak hanya berdampak pada kerugian finansial, tetapi juga pada stabilitas sistem keuangan dan kepercayaan publik. Untuk menjawab tantangan ini, Bank Indonesia mengambil langkah besar melalui penerbitan PADG 24/2024 tentang Keamanan Sistem Informasi dan Ketahanan Siber (KKS). Aturan ini menjadi kelanjutan dari Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 2 Tahun 2024, yang menegaskan pentingnya penerapan Manajemen Risiko Siber di seluruh penyelenggara sistem pembayaran dan pelaku pasar keuangan. Artikel ini akan membahas secara komprehensif bagaimana PADG 24/2024 mengubah pendekatan lembaga keuangan terhadap keamanan dan ketahanan siber, serta apa implikasi strategisnya bagi industri.

Latar Belakang Terbitnya PADG 24/2024

Lahirnya PADG 24/2024 tidak bisa dilepaskan dari penguatan kewenangan Bank Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Undang-undang ini memperluas peran BI, bukan hanya sebagai pengatur kebijakan moneter, tetapi juga sebagai pengawas stabilitas sistem keuangan yang kini semakin bergantung pada infrastruktur digital. Dalam konteks ini, keamanan sistem informasi dan ketahanan siber menjadi fondasi penting untuk memastikan keberlanjutan ekosistem keuangan nasional.

Penerbitan aturan ini juga merupakan langkah strategis untuk mendukung visi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025, yang mendorong digitalisasi ekonomi secara inklusif dan efisien. Namun, digitalisasi yang pesat di sektor keuangan membawa risiko baru—mulai dari serangan siber, kebocoran data, hingga potensi gangguan sistem yang bisa berimbas pada kepercayaan publik dan stabilitas keuangan nasional. Bank Indonesia melihat urgensi untuk memperkuat mekanisme pertahanan siber di tengah meningkatnya kompleksitas ancaman tersebut.

Melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 2 Tahun 2024 dan PADG 24/2024, BI menegaskan pentingnya membangun Ketahanan Keamanan Siber (KKS) yang komprehensif. KKS tidak lagi dipandang sebatas isu teknis, melainkan mencakup tata kelola organisasi, budaya keamanan, serta kolaborasi lintas lembaga. Pendekatan ini menunjukkan bahwa menjaga keamanan siber adalah tanggung jawab bersama seluruh pelaku industri keuangan, bukan hanya departemen IT semata.

Baca juga: UU PDP vs Data Breach Seberapa Kuat Perlindungan Kita

Pokok-Pokok Pengaturan dalam PADG 24/2024

Untuk memahami lebih dalam arah kebijakan baru yang dibawa oleh PADG 24/2024, kita perlu meninjau poin-poin pengaturannya secara detail. Setiap bagian dari peraturan ini saling melengkapi dan membentuk kerangka manajemen risiko siber yang komprehensif, mulai dari penetapan istilah hingga mekanisme pelaporan dan kepatuhan. Berikut penjelasan lengkapnya.

Ketentuan Umum

Bagian ini berfungsi sebagai pondasi konseptual dari PADG 24/2024. Bank Indonesia menetapkan definisi yang seragam untuk istilah-istilah seperti Sistem Informasi, Risiko Siber, dan Insiden Siber. Dengan adanya definisi ini, setiap lembaga keuangan memiliki pemahaman yang sama terhadap istilah yang digunakan, sehingga tidak terjadi perbedaan interpretasi dalam implementasi kebijakan keamanan. Keseragaman ini penting agar upaya membangun Ketahanan Keamanan Siber (KKS) berjalan selaras dan sesuai standar yang ditetapkan BI.

Objek dan Ruang Lingkup

PADG 24/2024 tidak hanya berlaku untuk bank, tetapi juga meluas ke seluruh penyelenggara sistem pembayaran, pelaku pasar uang, pelaku pasar valuta asing, dan pihak lain yang berada di bawah pengawasan Bank Indonesia. Cakupan yang luas ini mencerminkan realitas ekosistem keuangan modern yang saling terhubung secara digital. Dengan memperluas ruang lingkupnya, BI memastikan bahwa seluruh entitas yang berperan dalam aliran transaksi keuangan turut bertanggung jawab dalam menjaga keamanan dan keandalan sistem yang mereka operasikan.

Tata Kelola dan Strategi

Dalam aspek tata kelola, PADG menekankan bahwa keamanan siber harus dikelola secara strategis dan berjenjang. Lembaga keuangan diwajibkan memiliki rencana strategis KKS yang meliputi kebijakan, standar, prosedur, serta struktur organisasi yang jelas—termasuk penunjukan pejabat yang bertanggung jawab atas keamanan siber. Selain itu, penguatan cybersecurity culture menjadi kunci agar kesadaran keamanan tertanam hingga ke seluruh karyawan. Dengan kata lain, keamanan bukan hanya tanggung jawab teknis departemen IT, tetapi juga bagian dari tata kelola organisasi secara keseluruhan.

Pencegahan Risiko Siber

Pencegahan merupakan inti dari manajemen risiko siber. PADG mengarahkan lembaga keuangan untuk melakukan identifikasi dan asesmen risiko secara rutin guna memahami potensi ancaman yang dapat terjadi. Setelah ancaman diidentifikasi, organisasi wajib menerapkan langkah proteksi seperti pembangunan sistem pertahanan berlapis dan pengamanan data sensitif. Selain itu, sistem deteksi dini harus dijalankan untuk memantau aktivitas anomali dan mengantisipasi serangan sebelum berdampak luas. Pendekatan ini menandai pergeseran paradigma dari sekadar kepatuhan administratif menjadi pengelolaan risiko yang berbasis data dan proaktif.

Penanganan dan Pemulihan Insiden

Ketika insiden siber terjadi, waktu respons menjadi faktor krusial. Oleh karena itu, PADG mengatur agar setiap penyelenggara memiliki rencana penanganan dan pemulihan yang terdokumentasi dengan baik. Mereka juga diwajibkan melakukan simulasi dan uji coba berkala untuk mengukur kesiapan menghadapi krisis nyata. Jika terjadi insiden signifikan, lembaga harus segera melaporkannya ke Bank Indonesia dan melaksanakan langkah pemulihan secara transparan. Pendekatan ini menekankan pentingnya continuous improvement agar setiap kejadian menjadi pelajaran untuk memperkuat sistem di masa depan.

Pelaporan dan Kepatuhan

Aspek pelaporan dalam PADG 24/2024 memperkuat prinsip transparansi dan akuntabilitas. Setiap lembaga keuangan wajib menyampaikan laporan tahunan yang mencakup tingkat kematangan KKS serta hasil identifikasi infrastruktur informasi vital. Selain itu, laporan insidental harus disampaikan segera setelah insiden siber terjadi. Ketidakpatuhan terhadap kewajiban pelaporan dapat dikenai sanksi administratif mulai dari teguran, denda, hingga pencabutan izin usaha. Ketentuan ini menunjukkan keseriusan BI dalam memastikan setiap penyelenggara menjalankan tanggung jawabnya untuk menjaga keamanan sistem keuangan nasional.

Kolaborasi dan Ekosistem Pertahanan Siber

Dalam konteks meningkatnya ancaman digital, PADG 24/2024 menegaskan bahwa ketahanan siber tidak bisa dibangun sendirian. Bank Indonesia mendorong kolaborasi lintas sektor agar setiap lembaga keuangan saling berbagi informasi dan strategi dalam menghadapi potensi serangan. Pendekatan kolektif ini bukan hanya memperkuat kesiapan individu lembaga, tetapi juga menciptakan sistem pertahanan nasional yang lebih tangguh dan adaptif terhadap ancaman siber yang semakin kompleks. Melalui regulasi ini, BI menekankan beberapa bentuk kerja sama penting, antara lain:

  • Pertukaran informasi insiden dan kerentanan antar lembaga melalui platform berbagi data yang aman dan terstandar.
  • Kolaborasi dengan self-regulatory organization (SRO) seperti asosiasi industri dalam merancang skenario dan uji coba serangan siber secara terkoordinasi.
  • Koordinasi isolasi akses terhadap infrastruktur Bank Indonesia apabila terjadi insiden siber berskala besar untuk mencegah penyebaran dampak.

Langkah-langkah ini menunjukkan perubahan besar dalam paradigma keamanan siber di sektor keuangan Indonesia—dari upaya yang bersifat individual menuju pendekatan kolektif dan kolaboratif, di mana kekuatan utama terletak pada kemampuan berbagi, berkoordinasi, dan saling melindungi antar pelaku industri.

Dampak Strategis bagi Manajemen Risiko Siber

Penerbitan PADG 24/2024 membawa dampak strategis yang luas terhadap cara lembaga keuangan mengelola risiko siber. Regulasi ini bukan sekadar tambahan administratif, tetapi menjadi katalis transformasi budaya dan tata kelola keamanan di seluruh ekosistem keuangan. Melalui berbagai ketentuan di dalamnya, Bank Indonesia mendorong perubahan mendasar dalam cara organisasi menilai, mengantisipasi, dan menanggapi ancaman siber secara berkelanjutan. Berikut beberapa dampak strategis utama yang perlu diperhatikan oleh pelaku industri keuangan.

Pergeseran dari Reaktif ke Proaktif

Sebelum adanya PADG 24/2024, banyak lembaga keuangan baru bereaksi setelah serangan siber terjadi. Kini, regulasi ini mengubah paradigma tersebut dengan mendorong pendekatan yang lebih antisipatif, adaptif, dan berkelanjutan. Manajemen risiko siber bukan lagi dianggap sebagai kewajiban teknis semata, tetapi sebagai bagian dari strategi bisnis yang melindungi reputasi dan keberlangsungan operasional. Setiap penyelenggara dituntut untuk memiliki mekanisme pemantauan risiko yang dinamis, memperbarui skenario ancaman, dan menyiapkan rencana mitigasi sejak dini.

Integrasi dengan Strategi Korporat

PADG 24/2024 menempatkan Ketahanan Keamanan Siber (KKS) sebagai bagian dari strategi korporat, bukan sekadar dokumen teknis yang dimiliki divisi IT. Artinya, rencana keamanan siber kini harus disetujui oleh direksi dan menjadi bagian dari audit manajemen yang diawasi secara berkala. Pendekatan ini memastikan bahwa keamanan menjadi komponen dalam value chain organisasi—sejajar dengan strategi pertumbuhan, inovasi digital, dan layanan pelanggan. Dengan demikian, keamanan tidak lagi menjadi biaya tambahan, tetapi investasi strategis bagi keberlanjutan bisnis.

Penguatan Budaya Keamanan

Salah satu aspek penting dalam PADG 24/2024 adalah penekanan pada pembangunan budaya keamanan siber (cybersecurity culture). Regulasi ini mendorong organisasi untuk memastikan setiap karyawan memahami peran dan tanggung jawabnya dalam melindungi data serta sistem kerja. Pendekatan ini sejalan dengan konsep Human Risk Management, di mana manusia dipandang sebagai garis pertahanan pertama terhadap serangan siber. Melalui pelatihan, simulasi, dan sosialisasi berkelanjutan, organisasi diharapkan dapat membangun kesadaran kolektif yang memperkuat ketahanan digital perusahaan.

Meningkatnya Kewajiban Audit dan Maturity Assessment

Mulai Januari 2026, setiap penyelenggara sistem keuangan diwajibkan melaporkan tingkat kematangan KKS (Cybersecurity Maturity Level) kepada Bank Indonesia. Langkah ini menandai era baru transparansi dan pengukuran kinerja keamanan siber secara objektif. Audit dan penilaian kematangan tidak hanya menilai kepatuhan, tetapi juga kemampuan organisasi dalam mendeteksi, merespons, dan memulihkan diri dari insiden. Dengan sistem ini, perusahaan dapat menilai sejauh mana kesiapan mereka dan menetapkan target peningkatan yang terukur.

Secara keseluruhan, PADG 24/2024 membawa perubahan besar dalam pendekatan Manajemen Risiko Siber di Indonesia. Regulasi ini menggeser fokus dari kepatuhan formal ke arah tata kelola yang adaptif, kolaboratif, dan berorientasi pada ketahanan jangka panjang. Dengan implementasi yang konsisten, sektor keuangan Indonesia dapat menjadi lebih tangguh dalam menghadapi tantangan dunia digital yang terus berkembang.

Tantangan Implementasi di Lapangan

Implementasi PADG 24/2024 memang membawa arah yang jelas bagi penguatan keamanan siber nasional, namun penerapannya di lapangan tidak lepas dari sejumlah tantangan yang perlu dikelola secara cermat. Tantangan-tantangan ini saling berkaitan dan membutuhkan kolaborasi lintas fungsi—mulai dari aspek sumber daya manusia hingga sinkronisasi antar-regulator. Berikut beberapa hambatan utama yang sering muncul dalam praktik penerapan regulasi ini:

Kesiapan SDM dan Infrastruktur

Tidak semua penyelenggara memiliki tenaga ahli dan infrastruktur teknologi yang memadai untuk memenuhi standar Ketahanan Keamanan Siber (KKS). Membangun tim keamanan siber yang kompeten membutuhkan investasi besar dalam pelatihan, sertifikasi, serta modernisasi sistem pertahanan digital. Tanpa dukungan SDM yang terampil dan infrastruktur yang andal, penerapan KKS berisiko hanya menjadi formalitas tanpa kekuatan nyata dalam menghadapi ancaman siber.

Kompleksitas Kepatuhan Multi-Regulator

Lembaga keuangan di Indonesia harus berhadapan dengan beragam aturan dari Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Ketidak sinkronkan terminologi, format pelaporan, maupun tenggat waktu pelaporan dapat menciptakan beban administratif tambahan. Diperlukan koordinasi lintas-regulator agar tidak terjadi tumpang tindih, misalnya melalui harmonisasi kebijakan dan pembuatan sistem pelaporan terintegrasi yang efisien dan selaras.

Biaya Kepatuhan

Penerapan penuh KKS tentu membutuhkan anggaran yang tidak kecil, terutama bagi lembaga skala menengah dan fintech startup. Pengadaan perangkat keamanan, audit sistem, hingga pelatihan rutin memerlukan komitmen finansial yang signifikan. Meski begitu, biaya ini seharusnya dilihat sebagai investasi jangka panjang yang melindungi kepercayaan nasabah, reputasi bisnis, serta mencegah kerugian yang jauh lebih besar akibat serangan siber.

Adaptasi terhadap Teknologi Baru

Perkembangan teknologi yang sangat cepat—mulai dari ransomware, supply-chain attack, hingga eksploitasi kecerdasan buatan (AI) untuk serangan phishing—menuntut lembaga keuangan untuk terus memperbarui kebijakan dan sistemnya. Pendekatan yang adaptif, pembaruan rutin terhadap framework KKS, serta pengujian keamanan secara berkala diperlukan agar sistem tetap relevan dan tangguh menghadapi ancaman baru.

Secara keseluruhan, tantangan-tantangan ini menegaskan bahwa keberhasilan penerapan PADG 24/2024 tidak cukup hanya dengan kepatuhan dokumen, tetapi memerlukan kesiapan strategis yang menyeluruh—menggabungkan investasi pada manusia, teknologi, dan koordinasi kelembagaan demi terciptanya ekosistem keuangan digital yang benar-benar tangguh.

Menuju Ekosistem Keamanan Siber yang Tangguh

Penerbitan PADG 24/2024 menandai langkah besar dalam membangun ekosistem keamanan siber nasional yang lebih tangguh. Regulasi ini bukan sekadar instrumen administratif, melainkan refleksi dari perubahan paradigma bahwa keamanan siber kini menjadi bagian integral dari ketahanan ekonomi digital Indonesia. Ketahanan siber tidak lagi berada di ruang sempit divisi IT, melainkan telah naik ke level strategis yang menentukan stabilitas dan kepercayaan publik terhadap sistem keuangan digital. Untuk mewujudkan visi tersebut, ada tiga fondasi utama yang menjadi kunci keberhasilan implementasi PADG 24/2024:

  1. Kepemimpinan dan tata kelola yang kuat di level direksi dan manajemen puncak, agar arah kebijakan dan alokasi sumber daya benar-benar mendukung keamanan siber sebagai prioritas bisnis.
  2. Kolaborasi lintas lembaga, guna mencegah efek domino dari satu insiden dan memastikan respons terkoordinasi di seluruh sektor keuangan.
  3. Penguatan budaya keamanan siber di seluruh lapisan organisasi, agar setiap individu memahami perannya dalam menjaga data dan sistem dari ancaman.

Jika ketiga aspek ini dijalankan secara konsisten dan berkesinambungan, PADG 24/2024 akan menjadi fondasi kokoh bagi terwujudnya sistem keuangan digital yang tidak hanya modern dan efisien, tetapi juga tangguh, terpercaya, dan berkelanjutan.

Baca juga: Kesiapan Indonesia Melawan Cybercrime dengan RUU Siber 2025

Kesimpulan

PADG 24/2024 merupakan tonggak penting dalam evolusi Manajemen Risiko Siber di Indonesia. Regulasi ini mempertegas bahwa keamanan bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan strategis dalam menjaga keandalan sistem keuangan nasional. Melalui tata kelola yang lebih baik, mekanisme pencegahan dan deteksi yang kuat, serta kolaborasi yang luas antar pelaku industri, Bank Indonesia mengarahkan seluruh lembaga keuangan menuju ekosistem Ketahanan Siber (KKS) yang kokoh. Dengan demikian, masa depan sektor keuangan Indonesia tidak hanya digital tetapi juga tangguh, aman, dan berdaya saing global.

Satu Solusi Kelola Keamanan Siber Karyawan Secara Simple & Otomatis

Nur Rachmi Latifa

Penulis yang berfokus memproduksi konten seputar Cybersecurity, Privacy dan Human Cyber Risk Management.

WhatsApp Icon Mira