<img height="1" width="1" style="display:none" src="https://www.facebook.com/tr?id=2253229985023706&amp;ev=PageView&amp;noscript=1">

back to HRMI

Mengejar Hasil Cepat? Hati-hati Reward Seeking Bikin Bocor Data

Read Time 6 mins | 15 Mei 2025 | Written by: Nur Rachmi Latifa

Reward Seeking

Dalam lingkungan kerja yang penuh tekanan dan tuntutan hasil cepat, perilaku reward seeking—yakni dorongan untuk meraih keuntungan atau pengakuan secara instan—menjadi semakin lazim. Tanpa disadari, kebiasaan ini kerap membuat individu mengambil keputusan yang mengabaikan aspek keamanan, terutama dalam pengelolaan data. Di tengah meningkatnya ancaman siber, tindakan impulsif seperti membuka tautan tanpa verifikasi atau melewati prosedur keamanan demi efisiensi justru bisa berujung fatal. Berdasarkan laporan Verizon Data Breach Investigations Report, lebih dari 80% insiden kebocoran data melibatkan faktor kesalahan manusia, yang sering kali dipicu oleh keinginan untuk menyelesaikan tugas dengan cepat tanpa mempertimbangkan risikonya.

Reward Seeking: Dorongan Instan yang Mengancam Keamanan Informasi

Perilaku reward seeking merujuk pada kecenderungan seseorang untuk mengejar hasil atau imbalan secara cepat, sering kali tanpa mempertimbangkan prosedur yang benar atau risiko yang mungkin timbul. Dalam konteks pekerjaan, dorongan ini biasanya muncul karena tekanan untuk memenuhi target, ekspektasi atasan, atau sistem penilaian yang terlalu berfokus pada hasil akhir tanpa memperhatikan proses yang dijalani. Pola pikir semacam ini dapat menimbulkan keputusan impulsif yang berpotensi membahayakan keamanan informasi.

Di tempat kerja, bentuk reward seeking bisa bermacam-macam. Contoh yang sering terjadi adalah ketika karyawan tergesa-gesa membuka tautan dari email mencurigakan karena tergoda hadiah, atau saat seseorang mengakses sistem internal dengan cara pintas tanpa melalui prosedur autentikasi yang semestinya. Ada pula yang meminjam akun rekan kerja demi menyelesaikan tugas lebih cepat. Meskipun terlihat praktis, kebiasaan ini bisa menjadi titik lemah yang membuka celah bagi ancaman siber.

Karena itu, penting untuk membedakan antara perilaku reward seeking dan efisiensi kerja yang sehat. Efisiensi didasari oleh pengelolaan waktu dan sumber daya yang baik, namun tetap mematuhi aturan dan menjaga keamanan. Sementara reward seeking cenderung mengabaikan langkah-langkah penting demi kepuasan instan. Perusahaan perlu menanamkan pemahaman bahwa pencapaian hasil sebaiknya tidak mengorbankan prinsip keamanan dan kepatuhan yang telah ditetapkan.

Baca juga: Social Engineering: Hacker Tak Perlu Retas Sistem, Cukup Pikiranmu

Mengapa Reward Seeking Bisa Menyebabkan Kebocoran Data?

Secara psikologis, otak manusia memang dirancang untuk merespons imbalan dengan cepat. Ketika seseorang melihat peluang mendapatkan sesuatu secara instan—baik itu pujian, insentif, atau sekadar rasa lega karena pekerjaan selesai lebih cepat—bagian otak yang mengatur sistem penghargaan akan aktif. Hal ini memicu perilaku impulsif, yang sering kali mengabaikan risiko. Dalam konteks keamanan data, dorongan ini bisa menyebabkan individu melangkahi prosedur standar atau mengabaikan protokol keamanan demi mengejar hasil instan.

Contoh nyatanya bisa dilihat dalam serangan phishing. Ketika seseorang menerima email berisi iming-iming hadiah menarik atau bonus akhir tahun, keinginan untuk segera mendapatkan keuntungan tersebut bisa membuat mereka langsung mengklik tautan tanpa berpikir panjang. Padahal, tautan itu mungkin membawa mereka ke situs palsu yang mencuri data atau mengunduh malware ke perangkat kantor. Inilah salah satu bentuk reward seeking yang secara tidak langsung membuka celah kebocoran data dalam sistem perusahaan.

Contoh Perilaku Reward Seeking yang Berisiko

Perilaku reward seeking sering kali muncul dalam bentuk keputusan-keputusan kecil yang tampak sepele, namun sebenarnya bisa membawa dampak besar terhadap keamanan informasi. Berikut adalah beberapa contoh umum di lingkungan kerja yang perlu diwaspadai dan dikendalikan.

Klik link mencurigakan demi kupon atau bonus

Salah satu bentuk reward seeking yang paling sering dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan siber adalah mengirim email atau pesan dengan iming-iming hadiah, kupon, atau bonus. Karyawan yang tergoda untuk mendapatkan imbalan cepat sering kali langsung mengklik tautan tersebut tanpa memverifikasi keasliannya, padahal bisa saja itu adalah jebakan phishing yang dirancang untuk mencuri kredensial atau menyusupkan malware ke sistem internal perusahaan.

Meminjam akun atau password rekan karena deadline

Saat dihadapkan pada tenggat waktu yang ketat, beberapa karyawan mungkin memilih jalan pintas dengan menggunakan akun atau password milik rekan kerja untuk mengakses sistem atau menyelesaikan tugas. Meskipun tujuannya terlihat praktis, tindakan ini jelas melanggar kebijakan keamanan informasi dan membuat proses pelacakan aktivitas dalam sistem menjadi tidak akurat, sekaligus membuka celah terhadap penyalahgunaan akses.

Menghindari 2FA karena dianggap ribet

Autentikasi dua faktor (2FA) dirancang untuk menambah lapisan perlindungan saat mengakses sistem atau aplikasi penting. Namun, beberapa individu yang mengedepankan kenyamanan dan kecepatan kerja justru memilih untuk menonaktifkan atau melewati proses ini. Padahal, kebiasaan ini bisa sangat berisiko karena jika kredensial utama bocor, tidak ada pengaman tambahan yang mencegah akses tidak sah dari pihak luar.

Download tools cepat tanpa validasi keamanan

Dalam upaya menyelesaikan pekerjaan lebih cepat, tak jarang karyawan mengunduh aplikasi atau perangkat lunak dari internet tanpa memastikan sumbernya aman dan sah. Perilaku ini sangat rentan karena banyak tools gratis atau bajakan yang disusupi program berbahaya seperti spyware atau trojan, yang dapat mencuri data penting perusahaan atau bahkan merusak sistem operasional.

Meskipun terlihat praktis atau efisien, tindakan-tindakan di atas menunjukkan bagaimana keinginan untuk memperoleh hasil secara instan dapat mengabaikan prinsip dasar keamanan. Untuk itu, penting bagi setiap individu dalam organisasi untuk menyadari risikonya dan menjadikan keamanan data sebagai bagian dari kebiasaan kerja sehari-hari.

Dampak Reward Seeking terhadap Keamanan Perusahaan

Perilaku reward seeking yang tidak terkendali dapat memicu risiko besar bagi perusahaan, mulai dari kerugian finansial hingga rusaknya reputasi. Keputusan impulsif seperti mengeklik tautan mencurigakan atau mengabaikan prosedur keamanan bisa menjadi titik awal terjadinya kebocoran data. Dampaknya tak hanya berupa hilangnya data penting, tetapi juga biaya pemulihan yang mahal, sanksi hukum, dan menurunnya kepercayaan publik terhadap perusahaan. Budaya kerja yang terlalu menekankan hasil tanpa memperhatikan proses juga memperbesar peluang terjadinya perilaku ini. 

Dalam situasi seperti itu, karyawan terdorong untuk mencari jalan pintas demi memenuhi target, meski harus melanggar aturan keamanan. Jika dibiarkan, satu kelalaian kecil bisa berkembang menjadi insiden serius. Karena itu, penting bagi perusahaan untuk menanamkan budaya kerja yang seimbang antara produktivitas dan kepatuhan terhadap standar keamanan.

Cara Mengidentifikasi dan Mengelola Perilaku Reward Seeking

Untuk mencegah kebiasaan reward seeking berkembang menjadi risiko nyata bagi keamanan data, perusahaan perlu mengambil langkah aktif dalam mengidentifikasi dan mengelola perilaku ini secara menyeluruh. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat diterapkan:

  • Edukasi keamanan berbasis behavioral risk
    Pahami bahwa perilaku berisiko muncul dari kebiasaan dan dorongan psikologis. Dengan memberikan pelatihan yang mengaitkan keamanan siber dengan aspek perilaku manusia, karyawan akan lebih sadar akan dampak dari tindakan impulsif yang mereka lakukan dalam keseharian kerja.
  • Rekomendasi awareness training yang relevan
    Berikan materi pelatihan yang sesuai dengan konteks kerja dan tingkat risiko yang dihadapi karyawan. Hindari pendekatan umum yang terlalu teknis, dan fokuskan pada studi kasus nyata serta situasi yang sering mereka temui, agar lebih mudah dipahami dan diinternalisasi.
  • Monitoring dan feedback terhadap pola kerja berisiko
    Gunakan alat pemantauan atau penilaian perilaku kerja untuk mengidentifikasi individu atau tim yang cenderung mengambil jalan pintas. Berikan umpan balik secara berkala dan bersifat konstruktif, bukan menghukum, agar tercipta ruang perbaikan yang berkelanjutan.
  • Mendorong budaya kerja berbasis keamanan, bukan hanya target
    Bangun sistem kerja yang tidak hanya mengejar hasil, tetapi juga menilai proses dan kepatuhan terhadap standar keamanan. Pengakuan atau penghargaan sebaiknya diberikan tidak hanya untuk pencapaian target, tetapi juga untuk perilaku kerja yang konsisten menjaga integritas dan keamanan informasi.

Melalui pengenalan serta pengendalian perilaku reward seeking secara bijak, perusahaan dapat mengurangi potensi ancaman terhadap keamanan data sekaligus menciptakan lingkungan kerja yang lebih bertanggung jawab. 

Solusi dan Best Practices untuk Perusahaan

Untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh perilaku reward seeking, perusahaan perlu mengimplementasikan program security awareness yang berkesinambungan dan berbasis pada pemahaman risiko perilaku karyawan. SiberMate hadir sebagai solusi yang mampu mendukung inisiatif ini secara menyeluruh—mulai dari pelatihan yang disesuaikan dengan profil risiko pengguna, hingga pengukuran efektivitas melalui simulasi dan pelaporan yang terintegrasi. Selain edukasi, perusahaan juga sebaiknya merancang sistem penghargaan yang mendorong pencapaian dengan cara yang aman dan sesuai prosedur, sehingga motivasi karyawan tetap terjaga tanpa mengorbankan keamanan.

SiberMate juga menyediakan fitur simulasi phishing otomatis yang membantu perusahaan mengidentifikasi titik lemah dalam perilaku pengguna, sekaligus memberikan pembelajaran kontekstual secara langsung. Di samping itu, keterlibatan tim HR dan IT sangat penting untuk membentuk budaya kerja yang selaras dengan nilai-nilai keamanan. SiberMate memfasilitasi kolaborasi ini melalui fitur manajemen kebijakan dan pelaporan risiko manusia yang dapat dimanfaatkan kedua tim untuk mengambil tindakan yang tepat. Dengan pendekatan terukur dan dukungan teknologi yang adaptif, SiberMate membantu organisasi membangun kesadaran keamanan siber yang kuat dan berkelanjutan.

Baca juga: Waspadai Burnout Digital, Ancaman Siber Bisa Lewat Tanpa Disadari

Kesimpulan

Jika tidak dikendalikan, perilaku reward seeking dapat menjadi celah berbahaya yang mengancam keamanan data perusahaan. Dorongan untuk mendapatkan hasil instan sering kali membuat individu mengabaikan prosedur penting, membuka peluang bagi terjadinya insiden siber. Karena itu, penting bagi setiap organisasi untuk menanamkan pemahaman bahwa menjaga keamanan informasi bukan hanya tugas tim IT, melainkan tanggung jawab bersama. Kini saatnya Anda mengevaluasi budaya kerja di lingkungan perusahaan—apakah nilai-nilai keamanan sudah tertanam kuat, atau justru masih didominasi oleh kebiasaan mengejar hasil cepat? Lakukan audit budaya keamanan siber Anda hari ini, sebelum risiko menjadi nyata.

Satu Solusi Kelola Keamanan Siber Karyawan Secara Simple & Otomatis

Nur Rachmi Latifa

Penulis yang berfokus memproduksi konten seputar Cybersecurity, Privacy dan Human Cyber Risk Management.